“I can do all things through Christ which strengtheneth me.”
~Philippians 4:13~
Dalam perjalanan hidup ini, saya mendapatkan kesempatan yang mengajari saya cara menghadapi masalah dan menjadikan saya pribadi yang lebih dewasa. Kesempatan yang menyuntikkan banyak motivasi hidup. Saya mendapatkan kesempatan itu ketika saya ber-formatio di Seminari Menengah Santo Paulus Palembang.
Sabtu, 6 Agustus 2016 di Aula ‘Semangat’ – Aula di Seminari Menengah Santo Paulus Palembang), suara tepuk tangan dan sorak-sorai para seminaris terdengar dengan jelas. Sorak-sorai terdengar saat beberapa nama seminaris disebut. Nama saya, salah satu di antaranya. Mereka sedang menyaksikan pemilihan bidel.
Bidel itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan OSIS di sekolah-sekolah pada umumnya. Perbedaan antara Bidel dengan OSIS dan PPSK adalah cara pemilihannya dan jenis kelamin para bidelnya. Di seminari para bidelnya laki-laki. Dalam metode pemilihannya, semua seminaris dari kelas Syntaxis, Poesis dan Rhetorica A dicalonkan. Mereka yang sudah pernah menjabat sebagai bidel, sekretaris dan bendahara kebidelan tidak lagi dicalonkan.
Setelah kampanye selesai, para seminaris melakukan pencoblosan guna menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin para seminaris pada periode 2016/2017. Pencoblosan dilaksanakan per kelas dengan yang dikoordinasi para bidel periode 2015/2016.
Setelah pencoblosan selesai, surat suara yang telah terkumpul di dalam kardus-kardus dibawa ke Aula Semangat. Kami melakukan real count. Hingga pada akhirnya, saya terpilih untuk menjadi Bidel 4 yang bertanggung jawab akan sarana prasarana di seminari, serta membawahi lima seksi yang di antaranya: seksi listrik, seksi perlengkapan, seksi kesenian, seksi akomodasi, dan seksi komputer.
Setelah beberapa bulan menjadi bidel, saya menemui banyak masalah. Ada beberapa seminaris yang mencoba menjatuhkan saya dengan membesar-besarkan masalah sepele di hadapan semua seminaris. Hal itu membuat saya rendah diri dan malu. Selain itu, cukup banyak seminaris yang sulit diatur dan tidak mentaati peraturan bersama sehingga meresahkan banyak seminaris lainnya. Cukup banyak pertentangan terhadap keputusan yang saya buat untuk kepentingan bersama. Saya menjadi pribadi yang sangat kurang percaya diri, takut dibenci oleh para seminaris, dan patah semangat.
Selama berbulan-bulan saya mengalami pergolakan tersebut. Usaha yang coba saya lakukan adalah menceritakan yang saya rasakan kepada pembimbing rohani saya waktu itu, yakni RP. Petrus Haryanto, SCJ. Saya selalu mohon saran dari beliau tentang cara mengolah pergolakan tersebut sehingga menjadi pupuk untuk kepribadian, perjalanan hidup dan panggilan saya. Dengan senang hati beliau memberikan saran dan feedback yang membantu saya untuk mengolah pergolakan tersebut dengan baik dan bijaksana. Proses pengolahan itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Masalah-masalah baru yang semakin kompleks bermunculan sehingga membutuhkan daya juang yang ekstra untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan itu.
Seorang pemimpin membutuhkan kekuatan tahan uji yang tinggi. Dari ketua RT hingga Presiden, mereka harus memiliki daya tahan yang kuat terhadap masalah. Sebuah organisasi akan goyah bila kepalanya tidak stabil. Tercapainya sebuah tujuan dari suatu kelompok diperoleh dengan gigihnya seorang pemimpin. Secara teoritis, seorang pemimpin harus bisa mengendalikan dirinya sendiri. Anggota kelompok bisa merasakan kegigihan pimpinannya. Sebaliknya, mereka juga dapat mendeteksi ketidakpercayaan diri pimpinan mereka.
Modal lain seorang pemimpin adalah mampu menganimasi anggotanya agar memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai tujuan. Motivasi dan inspirasi harus menjadi senjata utama seorang pemimpin. Menjadikan diri sebagai pribadi yang semangat, akan sangat membantu untuk ‘mempengaruhi’ anggota. Dengan demikian, tujuan organisasi bisa menjadi kenyataan yang dapat dinikmati oleh seluruh anggota. Di situlah letak keberhasilan seorang pemimpin.
Dalam refleksi saya, kita harus dapat menggunakan kesempatan dengan baik. Kesempatan dan waktu tidak akan dapat kembali. Karena itu, raihlah setiap kesempatan dan pergunakanlah dengan baik. Terlahir ke dunia ini adalah suatu kesempatan untuk hidup bermanfaat, bermakna, dan menjadi berkat bagi sesama.
Semakin besar perjuangan kita saat ini, maka akan semakin besar pula kebahagiaan yang akan kita peroleh di masa depan. Oleh sebab itu, jangan takut gagal ataupun salah. Jangan takut untuk terbuka kepada orang yang kita percayai. Jangan takut untuk mencoba.
Dengan pengalaman dan kesempatan untuk menjadi seorang bidel ini, saya semakin dimampukan untuk mengolah kepribadian dengan baik. Saya dapat berproses dengan baik untuk menjadi gembala umat. Semua talenta yang ada dalam diri saya dapat tergali dan terolah dengan maksimal. Saya juga dapat belajar bagaimana memberikan respon yang bijak terhadap tantangan yang ada dalam hidup dan jalan panggilan saya. Hal ini tidak terjadi ketika saya masih menjadi bidel, namun berlangsung hingga sekarang. Panggilan ini adalah suatu kesempatan yang sangat berharga dan patut diperjuangkan.
Semakin besar perjuangan kita saat ini, maka akan semakin besar pula kebahagiaan yang akan kita peroleh di masa depan. Oleh sebab itu, jangan takut gagal ataupun salah. Jangan takut untuk terbuka kepada orang yang kita percayai. Jangan takut untuk mencoba.
Penulis: Ignatius Fridho
*Antologi Secarik Kisah adalah karya para seminaris St. Paulus Palembang kelas Rethorica A yang menyelesaikan studinya pada Mei 2019 ini.
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.