Stelsel Aktif Pendirian Rumah Ibadah

Negara wajib melindungi warga negara untuk menjalankan agama dan mendirikan tempat ibadah.

Pelarangan kegiatan keagamaan, pelarangan dan penghambatan pendirian tempat ibadah nonmuslim di Indonesia makin marak terjadi di mana-mana.

Meski kebebasan beragama dan menjalankan kegiatan ritual keagamaan dijamin konstitusi, kenyataanya negara gagal menjamin dan melindunginya.

Kepolisian dan lembaga pemerintahan di daerah-daerah ‘lampu merah’ seolah tak berdaya dan dalam setiap konflik cenderung memenangkan pihak yang melanggar konstitusi.

Apakah kita harus selalu mengalah dan hanya berjuang dengan doa?

Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia menggelar ibadah di depan Istana Negara, sejak 2012. Sumber: Akuratnews

Solusi ‘Gila’

Saya menawarkan ide agak ‘gila’ (out of the box) mengenai solusi terhadap masalah-masalah berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan tempat ibadah.

Berbagai regulasi yang ada sekarang, menurut saya tidak hanya sudah usang, melainkan juga bertabrakan dengan nilai-nilai Pancasila.

Kita sudah merdeka hampir 75 tahun. Era sekarang adalah era reformasi. Masa, mendirikan dan mendirikan tempat ibadah saja ribet, harus mengurus izin ini itu, harus rapat berkali-kali, menguras pikiran dan emosi dan bahkan mengharuskan punya “usus panjang”.

Konstitusi kita menegaskan bahwa hak memeluk agama dan kepercayaan adalah salah satu hak azasi manusia. Pasal 29 UUD 1945 menyebutkan (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap­tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing­masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

Hal ini dipertegas oleh pasal 22 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyebutkan bahwa: (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

UUD 1945 dan UU HAM jelas sekali menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap warganya memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

Sekelompok massa yang menamakan Forum Umat Islam Bersatu Kabupaten Karimun menggelar demo menolak Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Katolik Santo Joseph Karimun.

Negara Menjamin

Apa makna kata ‘menjamin’? Apakah hanya sekadar memberi kebebasan dan melindunginya dari gangguan pihak lain?

Menurut saya, selama ini yang terjadi di banyak tempat, hanya pemberian kebebasan. Negara belum mampu melindungi saat umat nonmuslim dikuya-kuya (dipersekusi, dianiaya, dilecehkan, dihambat) dalam berbagai bentuk manifestasi.

Di beberapa propinsi kondisinya sudah relatif lebih baik. Kita bersyukur akan hal itu. Tetapi, beberapa tempat seperti di Aceh Singkil, Jambi, Sumbar, Riau, Kepri (Batam adalah kekecualian), Jabar, NTB, bahkan di DIY, saat ini terjadi banyak kemunduran.

Belum lama ini di Argorejo Sedayu Bantul, ada rumah ibadah Kristen yang sudah mendapat ijin (di masa kepemimpinan Bupati Idham Samawi), dicabut kembali ijinnya oleh Bupati Suharsono (kebetulan dari Gerindra) karena desakan kelompok garis keras. Terakhir di Karimun, gereja yang sudah mengantongi IMB dipersoalkan dan dicabut izinnya.

Jika memang negara menjamin (betul-betul menjamin!) kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya, maka:

(1) Negaralah yang seharusnya mendirikankan tempat ibadah bagi warganya. Jadi bukan warga yang berdarah-darah dan berjuang untuk mendirikan tempat ibadah bagi diri mereka.

(2) Karena kita meyakini bahwa beragama atau keberagamaan adalah jalan yang benar untuk menjadi manusia seutuhnya dan jalan yang jelas-jelas menuju kebaikan, maka sangat wajarlah jika negaralah yang seharusnya mendirikankan tempat ibadah untuk warganya.

Konon katanya, beragama yang baik adalah bagian integral dari pembangunan SDM. Jika negara ingin SDMnya baik dan berkualitas, maka dalam mengurusi urusan agama juga harus benar.

(3) Jika negara mampu mendirikan gedung-gedung sekolah negeri di seluruh Indonesia, negara tentunya juga mampu mendirikankan tempat ibadah untuk warganya. Soal teknis, aturan dan tetek bengeknya bisa diatur sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.

(4) Jika ada kelompok warga atau umat agama tertentu berinisiatif mendirikan tempat ibadah secara mandiri, negara harus mendukung dan membantunya secara penuh.

Jika ada pihak yang menghalang-halangi, kekuasaan yang dimiliki negara bisa digunakan. Penghalang pembangunan dan pendirian tempat ibadah adalah pelanggar HAM, musuh negara, perusak Pancasila!

Stelsel Aktif

Saya menamai empat poin di atas sebagai Stelsel Aktif Pendirian Tempat Ibadah. Stelsel menurut KBBI adalah kaidah, ajaran, aksioma, asas, cara, hukum, kode etik, konvensi, laku, langgam, norma, patokan, pedoman, pegangan, peraturan, petunjuk, prinsip, rel, teori, acara, aturan, corak, gaya, jalan, juntrungan, lagak, lagam, lagu, metode, modus, order, pendirian, ragam, sistem, susunan, tataan.

Karena beragama adalah hak azasi, maka negara wajib melindungi warganya menjalankan agamanya dan juga mendirikan tempat ibadahnya.

Jangan biarkan warga negara mendirikan tempat ibadahnya sendiri dan harus berhadapan dengan aneka aturan yang ribet.  Jika kelompok warga atau komunitas agama ingin mendirikan tempat ibadahnya secara mandiri dan swadaya, negara harus mendukungnya secara penuh dengan memberi kemudahan.

Saat ini negara Indonesia sudah demikian maju dan berkembang. Bahwa kekurangan di sana-sini masih ada, itu wajar. Perekonomian kita dari segi size sudah sangat besar. Menjelang 75 tahun kemerdekaan RI, saatnya bangsa Indonesia melalui pemerintahnya memberlakukan Stelsel Aktif Pendirian Tempat Ibadah.

Mungkinkah?

Pemikiran seperti ini sangat mungkin dilakukan. Negara mampu memberi gaji ke-13 dan 14 pada para ASN, dan para pensiunannya, setiap tahun. Berapa ribu triliun saja duit rakyat yang dikorupsi tiap tahunnya. Juga berapa ratus atau ribu triliun pajak yang dikemplang oleh perusahaan  pertambangan. Jika semua itu dibenahi, Indonesia superkaya!

Jika ada kelompok atau komunitas pemeluk agama dan kepercayaan tidak atau kurang mampu mendirikan tempat ibadah, pemerintah membuatkannya. Jika sudah punya lahan, pemerintah tinggal mendirikankan gedungnya.

Jika belum memiliki lahan, carikan dan bantu mereka untuk membelinya. Jika ada yang mau mendirikan tempat ibadahnya secara mandiri dan swadaya, tanyai mereka, bantuan apa lagi yang diperlukan dari negara. Jika ada tempat ibadah yang sudah perlu direhab, beri mereka dana secara memadai.

Kewajiban Negara

Apakah model begini kategori kridha lumahing asta atau ala sinterklas?

Bukan! Ini memang kewajiban negara agar warganya menjadi orang baik-baik dan benar. Negara tidak boleh cuci tangan. Ingin warganya tertib, menjadi warganegara yang baik dan menyembah Tuhan, kok maunya ongkang-ongkang, bahkan mempersulit dan menghalang-halangi secara halus.

Saya dapat info, di Australia, orang yang mengurusi tempat ibadah dikasih honor memadai oleh negara. Bahkan marbot mushola juga dapat honor lumayan.

Ahok di DKI Jakarta pernah merintisnya. Mungkinkah negara juga memberi honorarium tetap dan rutin yang layak untuk para marbot, koster dan profesi sejenisnya di pura, vihara, kelenteng?

Langkah awal pelaksanaan Stelsel Aktif Pendirian Rumah Ibadah, harus berbasis data kependudukan. Di daerah dengan pemeluk agama tertentunya mayoritas, maka setiap dusun berhak dibangunkan satu tempat ibadah. Di tingkat desa bisa dibangun tempat ibadah yang lebih besar. Jika ada RT atau RW yang mau mendirikannya sendiri, bantu mereka sekadarnya.

Jika di desa yang mayoritas agamanya Islam (misalnya) ada beberapa warga yang menganut agama nonmuslim (misalnya minimal 50 orang, bukan KK), tanyai mereka, apakah mereka memerlukan tempat ibadah? Jika memerlukan, bangunkan. Jika sudah punya lahan, beri uang untuk mendirikan gedungnya. Jika belum punya lahan, bantu carikan. Pola ini bisa diduplikasi di tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi.

Perijinan untuk urusan bisnis dan urusan-urusan lain saja bisa dipangkas dan dihilangkan, tentunya perijinan untuk urusan pembangunan dan pendirian tempat ibadah juga bisa disederhanakan, dipangkas, diperlonggar dan dibuat mudah.

Jika beribadah agama itu baik, mengapa urusan pendirian tempat ibadahnya harus dipersulit dan dibikin rumit?

Tegakkan Konstitusi

Pemikiran mengenai Stelsel Aktif Pendirian Tempat Ibadah ini sangat mungkin diwujudkan jika kita benar-benar ingin mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan mengimplementasikan UUD secara murni dan konsekuen.

Apa yang terjadi di Aceh Singkil, Karimun, Bantul, Sumbar, Kota Bogor (menang di tingkat MA, tapi tidak dilaksanakan oleh Walikotanya yang kebetulan dari PAN), harus ada regulasi yang memungkinkan Presiden memerintahkan pada komponen Angkatan Bersenjata (militer, bukan polisi) untuk menegakkan konstitusi dengan menggunakan kekuatan bersenjata (tentu setelah persuasi terlebih dulu).

Sejauh saya tahu, negara AS menggunakan model ini. Bila konstitusi dilanggar, dan keputusan hukum di tingkat MA diketok, tetapi tidak dilaksanakan oleh otoritas setempat, Presiden diberi kewenangan untuk mengeksekusi dengan mengerahkan kekuatan Angkatan Bersenjata.

Kapan Indonesia bisa begini? ***

Jurnalis. Alumnus Seminari St. Paulus Palembang (1978), S1 Fak Sastra UGM, S2 Prodi Ketahanan Nasional PS UGM.

Comments (0)
Add Comment