Peristiwa G30S 1965: Para Uskup di Italia, Pastor Dilarang Terlibat

Katolikana.com — Pada September 1965, Sidang Konsili Vatikan II sedang berlangsung di Vatikan, Roma, Italia. Di Tanah Air terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S), sementara pimpinan Gereja Katolik para uskup Indonesia menghadiri sesi-sesi sidang di Italia.

Dalam peristiwa G30S di Jakarta, jenderal militer diculik dan dibunuh. Saat itu, muncul dugaan, tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) dianggap terlibat. Beberapa minggu kemudian, aksi penumpasan dilakukan oleh militer yang dipimpin Soeharto secara besar-besaran, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Sekitar minggu kedua Oktober 1965, aksi penumpasan anggota dan simpatisan PKI dilakukan di Jawa Tengah. Saat itu, Uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr. Justinus Darmojuwono sedang mengikuti sesi keempat Sidang Konsili Vatikan II. Acting, atau yang memimpin sementara keuskupan adalah Vikaris Jenderal (Vikjen) Pastor C. Carri, SJ.

Aksi-aksi ‘pembersihan’ anggota-anggota dan simpatisan PKI itu mengusik Gereja Katolik. Pastor Carri tak tinggal diam. Ia aktif mengikuti situasi itu, dan mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada para pimpinan gereja dan rohaniwan-rohaniwati di Keuskupan Agung Semarang.

Dalam penelusuran Katolikana.com, gereja bertindak aktif menyikapi perkembangan di lapangan terkait aksi-aksi penumpasan simpatisan dan anggota PKI. Dalam surat edaran yang diperoleh Katolikana.com, Pastor Carri, SJ, sebagai Vikjen KAS melarang para pejabat gereja untuk terlibat dalam aksi penumpasan yang dilakukan oleh militer (ABRI).

Vikjend C. Carri, SJ mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada para pastor, bruder, suster di Keuskupan Agung Semarang. Surat edaran bernomor 616/A/X/d’65, tertanggal 8 November 1965 itu terkait dengan Panitia Pemeriksa atau Penyelidik.

Dalam surat itu, Pastor Carri, SJ melarang para pastor dan rohaniwan-rohaniwati untuk terlibat dalam panitia penyelidik yang dibentuk oleh Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Alasannya, menurut Pastor Carri, tugas itu bukan bidangnya para pastor dan rohaniwan-rohaniwati, melainkan tugasnya kaum awam.

“Bersama ini kami beritahukan kepada semua Pastor/Rochaniwan/Rochaniwati, bahwa kami TIDAK MENGIDJINKAN, Pator/Rochaniwan/Rochaniwati, ikut/mendjadi anggauta dalam PANITIA /PENJELIDIK yang akan dibentuk oleh R.P.K.A.D.” demikian bunyi petikan surat edaran itu.

Ketegangan bulan Oktober 1965 itu dialami Gereja Katolik di Keuskupan Agung Semarang. Sementara saat aksi pembantaian massal terjadi di Jawa Tengah, Uskup KAS Mgr. Justinus Darmojuwono masih berada di Italia.

Kapan Uskup Mgr. Darmojuwono pulang, dan berada di tengah umat Katolik yang berada dalam situasi mencekam itu? Bagaimana sikap Gereja Katolik, khususnya di Jawa Tengah? Silakan baca artikel berikutnya. ***

 

Jurnalis dan editor. Separuh perjalanan hidupnya menjadi penulis. Menghidupkan kata, menghidupkan kemanusiaan.

Gereja Dalam PraharaPeristiwa 1965Pilihan EditorUskup Justinus Darmojuwono
Comments (0)
Add Comment