Perempuan Pembela HAM Mengalami Stigma dan Kekerasan saat Pandemi

Perempuan pembela HAM di masa pandemi rentan jadi korban kekerasan

Katolikana.com – Kekerasan pada perempuan pembela HAM pada masa pandemi Covid-19 terjadi lebih intens. Mereka mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk, baik kekerasan fisik maupun non fisik, bahkan kekerasan itu terjadi di media digital. 

Kekerasan lain yang dialami berupa ancaman mengarah kepada kekerasan seksual. Selain itu perempuan pembela HAM juga rentan mengalami kekerasan pada anggota keluarganya.

Kondisi perempuan pembela HAM di masa pandemi itu terungkap dalam jumpa pers pada Jumat (27/11/2020) yang dilakukan oleh Komnas Perempuan bersama Koalisi Perempuan Pembela HAM (PPHAM) sebagai bagian rangkaian acara 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang berlangsung di 25 propinsi dan 38 kota.

Dalam konferensi pers ini, Komnas Perempuan dan PPHAM secara khusus menyoroti kekerasan berbasis gender yang terjadi pada Perempuan Pembela HAM pada saat melaksanakan tugasnya. Narasumber yang hadir dari Komisioner Komnas Perempua, antara lain: Theresia Iswarini, Retty Ratnawati, dan Veryanto Sitohang.

Menurut Theresia Iswarini, banyaknya isu yang berusaha ditangani oleh PPHAM menyebabkan kelelahan yang berdampak pada kesehatan mereka. Beberapa relawan PPHAM didapati meninggal dunia karena banyaknya beban tugas sebagai PPHAM yang harus ditanggung.

Temuan lainnya adalah kurangnya perhatian Pemerintah terhadap PPHAM membuat kekerasan yang dialami seringkali dianggap sebagai resiko pekerjaan. Tidak jarang pula, PPHAM berulang kali mengalami kekerasan karena tidak adanya tindakan tegas secara hukum untuk menindak pelaku kekerasan terhadap PPHAM.

Pada saat menjalani pendampingan terhadap korban, PPHAM seringkali juga mengalami stigmatisasi dengan isu agama karena dianggap menyebabkan perceraian pada keluarga korban KDRT.

“Banyaknya tekanan dan tingginya beban kerja PPHAM membuat mereka sering kali mengalami kelelahan secara fisik dan mental, yang terasa lebih mendalam dalam masa pandemi karena keharusan untuk menemui pihak-pihak korban secara langsung di lapangan,” ujarnya.

Di luar dari tingginya resiko pekerjaan PPHAM, masih sedikit pengakuan yang diberikan atas hasil kerja mereka. Kurangnya perhatian dari Pemerintah akan PPHAM juga terlihat dari minimnya perundang-undangan untuk perlindungan PPHAM.

Menanggapi masalah ini, Komnas Perempuan memberikan rekomendasi sebagai berikut:

  1. Meminta kepada DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai payung hukum bagi korban kekerasan seksual.
  2. Mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk membuat protocol perlindungan bagi pendamping korban HAM, khususnya PPHAM.
  3. Meminta kepada Kementerian Kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi PPHAM.
  4. Meminta kepada kepolisian, kejaksaan dan pengadilan untuk memastikan PPHAM mendapatkan ruang tunggu yang aman sesuai protokol selama masa pandemic
  5. Meminta kepada Lembaga Layanan Masyarakat dan UPTD-P2TP2A untuk menerapkan protocol penanganan kekerasan terhadap perempuan dan memberikan forum konseling bagi pendamping agar dapat bekerja maksimal
  6. Mendorong media agar lebih banyak meliput dan menyuarakan persoalan-persoalan yang dialami oleh PPHAM.
  7. Meminta kepada masyarakat luas agar dapat terus mengedukasi tentang pentingnya penghapusan dan penanganan kekerasan seksual yang dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada PPHAM.

Walaupun demikian, Komnas Perempuan juga menyoroti salah satu tindakan positif Pemerintah Jokowi akan PPHAM dengan pemberian grasi kepada Ibu Eva Susanti Hanafi Bande, yang dipenjara karena dianggap memprovokasi warga untuk berunjuk rasa yang kemudian berakibat pada perusakan aset milik PT Kurnia Luwuk Sejati.

Pemberian grasi atas Ibu Eva Bande ini memberikan secercah harapan dan angin segar bagi para perempuan pembela HAM, bahwa masih ada rasa kepedulian dari Pemerintah terhadap pekerjaan mereka. Namun demikian, dirasakan payung hukum yang kuat akan membuat mereka merasa lebih aman dan nyaman saat menjalankan tugasnya.

Laporan Jenny Susanto, Kontributor di Jakarta 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Kekerasan SeksualKomnas PerempuanPembela HAM
Comments (0)
Add Comment