Inilah 3 Hoaks tentang Vaksin Covid-19 yang Sering Muncul

dr FX. Wikan Indrarto: Divaksin Bukan Berarti Bebas Merdeka

Katolikana.com—Menjelang setahun hadirnya Covid-19, dunia bisa perlahan-lahan bernapas lega. Pasalnya, sejak awal tahun 2021 kabar segar sudah memenuhi media seluruh dunia.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu hadir juga. Vaksin Covid-19 telah berhasil dibuat oleh berbagai negara. Bahkan beberapa vaksin juga telah disetujui oleh WHO dan vaksin lainnya sedang dalam proses.

Vaksin Sinovac adalah vaksin pertama yang mulai didistribusikan ke seluruh pelosok negeri pada Januari 2021.

Sasaran utama penerima Vaksin Covid-19, terdiri dari:

  1. Tenaga medis, TNI/Polri, aparat hukum, dan pelayanan publik sebanyak 3,4 juta orang.
  2. Tokoh agama/masyakarat, perangkat daerah (kecamatan, desa, RT/RW) sebanyak 5,6 juta orang.
  3. Seluruh tokoh/tenaga pendidik mulai PAUD, TK, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi, sebanyak 4,3 juta orang.
  4. Aparatur pemerintah (pusat, daerah, dan legislatif) sebanyak 2,3 juta orang.
  5. Masyarakat usia 19 hingga 59 tahun sejumlah 57 juta orang.

Di bulan Febuari 2021, selepas izin BPOM keluar, pemerintah menetapkan vaksin untuk lansia menjadi prioritas, sebelum didistribusikan kepada masyarakat usia 19-59 tahun. Lansia merupakan golongan orang yang rentan terpapar virus corona, dan mereka yang memiliki komorbid.

Vaksin Covid-19 menjadi harapan untuk bersama-sama keluar dari pandemi, bangkit kembali dan menata kehidupan serta perekonomian yang sempat terpuruk.

Tetapi tak semua warga masyarakat memandang hadirnya vaksin Covid-19 ini serempak-senada sebagai secercah harapan di tengah kegelapan.

Munculnya berbagai reaksi dari masyarakat menjadi warna dalam kegiatan vaksinasi. Hal ini terungkap lewat Katolikana LiveTalkshow bertajuk “Hoaks Vaksin dan Keindonesiaan Kita” yang mengundang dua narasumber yakni FX. Wikan Indrarto, dokter di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dan Noy Husain, aktivis Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Bogor.

dr. FX. Wikan Indrarto, dokter di RS Panti Rapih Yogyakarta.

Menurut Wikan, reaksi masyarakat terhadap kegiatan vaksinasi bisa dibagi tiga kelompok. “Pertama, ada yang responnya cepat. Mereka langsung bertindak cepat dan bersiap untuk divaksin. Kedua, yang merespon lambat. Lambat itu yang tidak percaya, ragu, dan sebagainya, menunggu banyak orang melakukannya, baru mereka mencontoh. Ketiga, yang memang minta berbeda yang tetap tidak mau. Mayoritas masyarakat kita adalah yang tipe kedua,” papar Wikan.

Hoaks Vaksin

Ujian pandemi Covid-19 bagi pemerintah ternyata tidak hanya berhenti pada gejolak yang diakibatkan virus dan berbagai reaksi acuh tak acuh dari masyarakatnya. Namun juga munculnya berbagai hoaks  sejak vaksin hadir di Indonesia.

Wikan Indrarto mengungkapkan  hoaks tentang vaksin Covid-19 berkembang cukup liar. Setidaknya ada tiga hoaks yang muncul.

  1. Dalam vaksin terdapat microchip yang dapat mendeteksi keberadaan seseorang yang sudah disuntikkan vaksin.
  2. Vaksin ini haram atau kurang suci.
  3. Vaksin Covid-19 berdampak buruk bagi ibu menyusui dan bisa menghalangi pembentukan ASI.
Noy Hussain, aktivis MAFINDO Bogor.

Hadirnya hoaks  vaksin Covid-19 ini membuat gerah, terutama kita yang paham betul bahwa vaksin inilah satu-satunya cercah harapan untuk kembali bangkit tanpa rasa takut terpapar.

Berbagai pihak menyebarkan berita ketakutan, untuk memancing provokasi.

Aktivis MAFINDO Bogor Noy Husain mengungkapkan, hoaks tentang vaksin Covid-19 mengancam masyarakat yang berasal dari kelompok pinggiran yang tidak memiliki gawai.

“Kami masuk ke pasar-pasar, membagikan masker dan mensosialisasikan tiga M. Info tentang Covid kami bagikan di media social,” papar Noy.

Dia menceritakan bahwa tidak mudah menyampaikan pesan-pesan kepada mereka karena ada yang tidak memiliki ponsel dan info tentang Covid diperoleh dari mulut ke mulut.

“Mereka tidak punya ponsel untuk melakukan cek  fakta. Ini PR besar bagi kami, bagaimana caranya bisa turun ke masyarakat,” tambahnya.

Salah satu upayanya, Mafindo Bogor menginisiasi Mafindo Junior dengan mengajak anak-anak muda “mendidik” orang tua yang kurang familiar dengan gawai.

Divaksin Bukan Berarti Bebas Merdeka

Menurut Wikan, setiap orang yang telah divaksin bukan berarti bebas merdeka, dan bisa bebas berpergian tanpa protokol kesehatan.

“Vaksinasi ini membutuhkan vaksin dalam tahap kedua atau butuh dua dosis, sehingga menimbulkan kekebalan yang protecting. Vaksinasi tahap kedua pun membutuhkan waktu sekitar dua minggu sampai akhirnya terbentuk antibodi dalam tubuh,” ujar Wikan.

Karena itu, setiap orang yang sudah divaksin bukan berarti bebas merdeka, tetap harus menerapkan protokol kesehatan, yakni 5M.

“Vaksin hanya salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melawan pandemi. Menjadikan tubuh memiliki proteksi antibodi yang cukup untuk melawan masuknya virus,” tambah Wikan.

Mengikis Hoaks Vaksin

Menurut Wikan, hoaks mengenai vaksin memang tak bisa dihindarkan meski informasi yang bisa dipertanggungjawabkan sudah disiarkan pemerintah dan pihak berwenang.

Hoaks dan kabar tidak benar tetap saja bisa berkembang secara masif. Hoaks memang tidak bisa dipangkas sehingga benar-benar hilang sama sekali.

Beruntung para pemimpin agama, dari ulama MUI, Nahdlatul Ulama ikut menegaskan bahwa vaksin Covid-19 ini adalah vaksin yang halal, terbebas dari bahan-bahan haram.

Paus sebagai pemimpin agama Katolik juga mengeluarkan pernyataan bahwa vaksin adalah sesuatu hal yang baik dan perlu didukung. Dengan itu, hoaks-hoaks yang beredar di masyarakat semakin lama makin berkurang, terutama hoaks yang berhubungan dengan keyakinan, dan tenaga kesehatan tidak terlalu direpotkan.

Menurut Wikan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah memfilter diri sendiri, sehingga menyaring informasi apapun yang masuk.

“Terutama para lansia yang seringkali kurang bisa memfilter informasi yang masuk dan diterima. Entah itu berita fakta atau berita hoaks,” papar Wikan.

Salah satu cara yang bisa dilakukan menurut Noy dengan masuk ke dalam kelompok lansia di media sosial.

Noy Husain memaparkan cara lain yang bisa dilakukan oleh lansia untuk mengakses laman MAFINDO.

“Di MAFINDO ada Kalimasada di mana para lansia bisa mengakses mencari informasi mengenai berita vaksin yang beredar apakah hoaks atau fakta,” kata Noy.

Hoaks bisa dikikis dengan cara memfilter informasi yang masuk. Tidak mudah percaya, tetapi bisa menelusur dan mencari tahu apakah informasi tersebut fakta ataupun hoaks.

Kaum muda bisa mengajak keluarga di rumah—terutama lansia dan yang tidak melek teknologi—untuk pelan-pelan belajar menyaring informasi apapun yang masuk. []

Kontributor: Agatha Sita

Editor: Lukas Ispandriarno

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Pandemi Covid-19Vaksin Covid-19
Comments (0)
Add Comment