Pernikahan Katolik Tidak Bisa Diceraikan

Romo Rufinus Sabtian Herlambang MSF: Bagaimana pun Keadaannya, dalam Ajaran Katolik, Tidak Boleh Bercerai adalah Syarat Mutlak, Kecuali Meninggal.

Katolikana.com — Romo konseling Gereja Santo Paulus Kleco, Surakarta Romo Rufinus Sabtian Herlambang MSF mengatakan, perceraian merupakan larangan di dalam agama Katolik.

Dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017-2018, mengalami kenaikan kasus perceraian. Tahun 2017 tercatat 374.516 kasus dan meningkat drastis di tahun 2018 menjadi 408.202 kasus. Tentu saja angka peningkatan tersebut membuat imam merasakan keprihatinan.

“Tanggapannya memprihatinkan, karena orang menikah kan berjanji. Jika janji itu ditempatkan kepada Allah, kemudian tidak berjuang untuk menepati janji itu maka sangat memprihatinkan hidupnya,” ujar Moderator Komisi Keluarga Kevikepan Surakarta, Keuskupan Agung Semarang Romo Rufinus Sabtian Herlambang, MSF, ketika ditemui di Pastoran Paroki Santo Paulus, Kleco, Surakarta, Jumat (5/3/2021) lalu.

Romo Rufinus Sabtian Herlambang, MSF, Moderator Komisi Keluarga Kevikepan Surakarta

 

Menurut Romo Rufinus, bagaimana pun keadaannya, dalam ajaran Katolik, tidak boleh bercerai adalah syarat mutlak, kecuali meninggal.

Dasar dari ketidakterceraikannya perkawinan, tertulis dalam Matius 19: 6b: “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”

“Jadi kalau mau dilihat dari perpektif lainnya, perceraian itu tidak hanya membawa konsekuensi putusnya sebuah ikatan perkawinan, namun juga sangat berdampak pada hal lain yang menyertainya. Contohnya, berdampak pada psikologis anak di mana anak kehilangan figur cinta kasih, atau dampak lainnya hilangnya relasi baik yang telah dibangun antar kedua keluarga sehingga bisa jadi menimbulkan rasa benci satu sama lain,” ungkap Romo Komisi Keluarga ini.

 

Pembatalan Perkawinan

Menurut Romo Rufinus, pembatalan perkawinan yang sah secara Katolik dilakukan oleh pastor yang ditunjuk oleh keuskupan.

“Pembatalan perkawinan dalam Gereja Katolik hanya dapat ditempuh melalui jalur pengadilan Gerejawi yang dikenal dengan sebutan Tribunal Gereja Katolik. Itu pun tidak serta-merta semua jenis masalah perkawinan bisa diselesaikan dengan pembatalan perkawinan,” ujar Romo Rufinus.

Dia menambahkan, dalam pembatalan perkawinan, Tribunal Gereja Katolik harus terlebih dahulu menyelidiki secara detail dan mendalam apakah perkawinan yang sudah terjadi itu bisa dibatalkan sesuai dengan ketentuan hukum Gereja.

“Yang memiliki wewenang untuk melaksanakan segala proses pembatalan perkawinan adalah Tribunal Gereja. Prosesnya amat panjang, membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan tidak selalu bahwa pengajuan pembatalan perkawinan seseorang itu berhasil. Jika kasus perkawinan tidak memenuhi ketentuan dan tuntutan hukum Gereja maka proses tidak bisa dilanjutkan, yang artinya perkawinan itu tidak bisa dibatalkan,” kata Romo Rufinus

 

Lima Penyebab Ketidakharmonisan dalam Rumah Tangga

Alasan perceraian yang sering ditemukan yaitu tentang perselingkuhan. Namun, pada kenyataannya bukan perselingkuhan yang menjadi penyebab utama dari perceraian.

Menurutnya perselingkuhan adalah efek dari permasalahan utama, tetapi banyak orang menganggap bahwa retaknya rumah tangga karena adanya perselingkuhan.

Menurut Romo Rufinus, setidaknya ada lima penyebab terjadinya perceraian.

  1. Komunikasi yang Tidak Sehat

“Sebenarnya penyebab utamanya bermacam-macam, seperti komunikasi yang tidak sehat. Komunikasi yang tidak sehat itu seperti banyak diem-dieman, tidak cerita, menyembunyikan sesuatu baik gaji maupun permasalahan keluarga,” ujar Romo Rufinus.

  1. Permasalahan Ekonomi

Kebanyakan kasus perceraian karena ekonomi, didasarkan pada kasus bahwa suami tidak bekerja dan hanya bergantung pada pekerjaan sang istri.

  1. Mertua di Dalam Satu Rumah

“Keberadaan mertua di dalam rumah, menjadi salah satu pemicu. Hal tersebut dikarenakan ketika terdapat permasalahan antara sepasang suami istri, maka mertua akan ikut campur di dalamnya,” ujar Romo Rufinus.

  1. Kurangnya Kehidupan Rohani dalam Keluarga

“Kurangnya kehidupan rohani dalam keluarga, menyebabkan iblis mudah masuk ke dalam dan merusak kondisi rumah tangga pasangan suami-istri.

  1. Kurangnya family time

Suami terlalu sibuk, istri juga sibuk lalu anak dengan pembantu. Walaupun tidur masih satu ranjang, tetapi tidak ada komunikasi di dalamnya.

“Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakkehangatan dalam keluarga,” ujar Romo yang telah lima tahun menjadi konseling keluarga.

 

Bagaimana Nasib Orang Katolik yang Mengambil Sikap Secara Sipil?

Menurut Romo Rufinus, mereka bercerai hanya sah secara sipil, namun dalam Katolik mereka masih sah menikah.

“Saat setelah bercerai dan ingin menikah (secara Katolik) lagi sudah tidak diizinkan secara hukum Katolik,” tegas Romo Rufinus.

Orang Katolik yang sudah bercerai, dapat menikah lagi namun tidak secara Katolik.

Meski tidak dapat menikah lagi secara Katolik, dapat disahkan dengan mengajukan konvalidasi atau biasa disebut pengesahan pernikahan.

Pengesahan tersebut dilakukan secara tertutup, dilakukan di ruang adorasi dan hanya dihadiri oleh calon pengantin (yang melakukan pengesahan), dua orang saksi serta romo.

“Harapan saya untuk mereka, setia. Karena setia itu susah,” ujar Romo Rufinus.

Ia mengharapkan, para calon pengantin dapat mendatangkan Kristus di tengah-tengah hubungan sebagai suami dan istri. Dengan tujuan, bahwa dengan memperkuat iman, akan menjauhkan dari perceraian.

“Para calon pengantin dianjurkan mengikuti pelajaran pra-nikah, agar dapat saling memahami secara pasti mengenai kehidupan pernikahan. Sehingga, meminimalkan peningkatan perceraian Katolik,” ujar Romo Rufinus. []

 

Kontributor: Immanuel Karel Handy, Vincentia Ivena Kasatyo, Skolastika Natasya Olivia Irmadela, Bertha Virginia Yosmar (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Perceraian Katolik
Comments (3)
Add Comment
  • Anita

    Sore Romo, maaf saya mau menanyakan perihal apakah masih bisa menikah secara katolik jika dengan pasangan yg pertama sdh pernah melakukan konvalidasi tp sdh 9th kami berpisah dan sudah lose contact sama sekali dengan saya dan anak-anak saya serta seluruh keluarga saya, dan mantan suami jg blm sama sekali katolik. Apakah bisa ada pembatalan pernikahan, sehingga saya bole menikah lagi dengan pasangan baru saya secara katolik? Tp pasangan saya yang baru ini jg blm katolik. Mohon jawaban nya Romo, terima kasih 🙏

  • Redaksi Katolikana

    Pertama-tama, prinsip utama pernikahan Katolik adalah monogami dan tidak terceraikan. Setelah menikah, seorang Katolik tidak diperkenankan menikah lagi, kecuali pasangannya telah meninggal dunia.

    Idealnya, pernikahan seorang Katolik dilangsungkan secara Katolik di Gereja Katolik. Namun bagi seorang Katolik yang menikah di luar Gereja Katolik dan telah melakukan proses konvalidasi, maka pernikahannya itu dapat dinyatakan sah dan sesuai ketentuan (licit) menurut Gereja Katolik. Dengan demikian, pernikahan itu idealnya dihidupi dengan prinsip pernikahan Katolik.

    Adapun mengenai pembatalan pernikahan, Gereja Katolik tidak mengenal perceraian, tetapi Gereja Katolik memiliki prosedur anulasi. Perlu dipahami bahwa anulasi berbeda definisi dengan perceraian. Anulasi adalah deklarasi bahwa suatu perkawinan terbukti telah batal sejak awalnya. Jika proses ini telah dijalani, maka pernikahan dianggap tidak pernah terjadi dan yang bersangkutan bisa dianggap berstatus belum menikah. Dengan demikian, yang bersangkutan bisa mempersiapkan pernikahan dengan calon pasangan.

    Oleh karena Anita tidak menyebutkan asal paroki/keuskupan, kami tidak bisa membantu memberikan informasi lebih lanjut. Kami hanya bisa menyarankan untuk mengkonsultasikan perihal ini secara mendalam kepada Romo yang ada di paroki/keuskupan sesuai domisili.

    Semoga menjawab.

  • Tina

    Malam Romo, mau bertanya apakah bisa melakukan pembatalan perkawinan jika suami terjerat narkoba dan judi online terus menerus sehingga membuat istrinya terganggu mentalnya. Bahkan memiliki keinginan bunuh diri. Mohon petunjuk Romo. Trims