Katolikana.com—“Ketika menulis berita, judul berita boleh kita tulis lebih dulu sebagai panduan. Kalau saya lebih suka menulis temanya lebih dulu,” ujar Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia Rosmery Christina Sihombing.
Rosmery mencontohkan, pesan Paus pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55 tahun 2021 itu banyak angle.
“Jangan ambil semuanya. Pilih salah satu angle, tetapi intinya mendalam. Beri alasan mengapa angle itu diangkat. Setelah itu baru tulis judul,” ujarnya.
Rosmery menyampaikan hal ini ketika berbicara pada diskusi ‘Menulis Artikel/Berita di Media Massa’ yang diselenggarakan oleh Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (Komsos KWI).
Diskusi ini diadakan dalam rangka lomba Penulisan Artikel di Media Massa dan Online untuk memeriahkan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55, tanggal 16 Mei 2021.
Pertemuan ini dihadiri oleh Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI Romo Steven lalu, Pr, pengurus Komsos KWI Stefani Ira, partner Komsos KWI Margana dan 62 orang peserta lomba penulisan artikel di media massa dan online.
Diskusi dimoderatori oleh anggota badan pengurus Komsos KWI Abdi Susanto, menggunakan aplikasi Zoom, Sabtu (10/4/2021).
Kelengkapan Berita
Rosmery menegaskan dalam menulis berita, harus ada unsur berita yang memuat keakuratan, kelengkapan, adil, berimbang, objektif, ringkas, jelas, dan harus hangat.
Berita yang ditulis, lanjut Rosmery, harus memuat nilai aktualitas atau timeliness, kedekatan atau proximity, dampak atau consequence, dan human interest atau mengandung unsur yang menarik simpati, empati atau menggugah hati khalayak ramai.
“Hindari berita yang mengandung sensasi,” tandas Rosmery.
Menurut Rosmery, narasumber dalam sebuah berita pun harus kredibel.
“Apa keahlian atau kompetensi narasumber? Apakah ia berpengetahuan luas atas isu yang sedang ditulis dan memiliki perasaan tajam sama dengan wartawan tentang perlunya publik mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” lanjut Rosmery.
Selain itu, narasumber harus banyak, tidak boleh berpatokan pada satu orang saja, demi terjaminnya kebenaran sebuah berita.
Kedalaman Berita
Rosmery memaparkan, penulisan berita untuk media cetak lebih menekankan pada unsur mengapa (why) dan bagaimana (how). Hal ini sangat dibutuhkan demi kedalaman sebuah berita (in-depth reporting).
“Unsur pertanyaan mengapa (why) dan bagaimana (how) menjadi lebih dominan dibanding pertanyaan apa (what), siapa (who), kapan (when), dan di mana (where),” tegas Rosmery.
Oleh karena itu, setiap penulis mesti membuat matriks 5W+1H, lalu membuat pertanyaan dengan kombinasi dari berbagai setiap unsur pertanyaan.
“Misalnya siapa dikombinasikan dengan kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana,” lanjut Rosmery.
Penulisan Opini
Untuk konteks artikel opini, lanjut Rosmery, penulis mesti jeli dalam mengetahui prinsip dan visi sebuah media massa.
“Misalnya, Media Indonesia memegang prinsip ‘NKRI harga mati’. Jika ada berita yang mengancam NKRI—seperti gerakan Papua Merdeka—tidak akan dimuat di Media Indonesia karena akan mengancam NKRI.
Kriteria lain, berita atau artikel yang mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) tidak akan dimuat di Media Indonesia,” tegas Rosmery.
Setiap tulisan artikel opini tidak langsung dimuat di media. Artikel harus berpatokan pada aktualitas sebuah isu atu peristiwa, penting, boleh refleksi tetapi yang kredibel.
“Penulis-penulis opini itu diseleksi. Tidak langsung dimuat,” kata Rosmery.
Hindari Berita Hoaks
Rosmery menegaskan bahwa narasumber yang diwawancarai hendaknya kredibel dan lebih dari satu orang.
Pesan ini menegaskan bahwa setiap penulis berita hendaknya menghindari penulisan berita hoaks atau berita palsu.
Menurut Rosmery, di tengah menjamurnya berita hoax kita mesti membangun sikap kritis. Jika tidak, akan mengakibatkan kondisi kritis dan membawa dampak destruktif bagi kehidupan psiko-sosial masyarakat.
”Apabila keadaan ini dibiarkan begitu saja dan dipandang sebagai sebuah keabsahan, bukan tidak mungkin, esensi kehidupan itu sendiri akan raib,” tambahnya.
Pesan Paus: Hindari Berita Bohong
Paus Fransiskus dalam Pesannya di Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-55 Tahun 2021 menegaskan pentingnya menghindari berita bohong, sebaliknya menyebarkan berita yang benar.
“Kita semua bertanggung jawab atas komunikasi yang kita buat, atas informasi yang kita berikan, atas kontrol terhadap berita palsu dan bersama-sama melatih menyingkap yang benar,” ujar Paus Fransiskus.
Menurut Paus, kita yang hidup di era di mana setiap infomasi yang palsu dibungkus semakin canggih. Kita dituntut untuk memiliki penyaring rasional agar mampu menolak cerita-cerita palsu dan jahat. Kita mesti membangun kesadaran kritis dari diri kita sendiri.
“Kesadaran kritis ini mendorong kita untuk tidak mempersalahkan sarana tetapi makin mampu membuat pembedaan dan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih matang dan mengetahui kapan harus menerima dan kapan harus menolak pesan,” tandas Paus.
Paus mengajak kita semua untuk menjadi saksi kebenaran; saksi yang berani ‘pergi, melihat dan berbagi’; saksi yang tidak mudah termakan berita bohong; saksi yang berani turun ke jalan untuk ‘memverifikasi situasi tertentu dengan mata kepala sendiri.’ []
Alumnus STFK Ledalero, Maumere, Tinggal di Maumere