Obituari: Selamat Jalan Yus Panon

Obituari untuk Seniman Gerejani

Katolikana.com – Saya merinding. Di grup Whatsapp Alumni SCJ, ada pesan dari HP Yulius Panon Pratomo. Isinya: “A1 bahwa jenazah tersebut adalah Mas Yulius Panon Pratomo”. Rupanya HP Yus Panon, begitu kami memanggilnya, dipegang oleh Mbak Esa, manajer produksi Nafsigira, sanggar musik yang dipimpin oleh Yus.

Yus Panon adalah seorang komposer yang banyak menulis musik-musik gerejani. Dia adik kelas saya jauh di Komunitas Skolastikat SCJ, Jl. Kaliurang Yogyakarta. Masa kecil sampai dengan SMA dihabiskan di Belitang, Sumatra Selatan, kemudian melanjutkan studi di Seminari Menengah Mertoyudan, dan seminari tinggi di Kentungan sebagai seorang SCJ.

Kemarin, Minggu (23/5/2021), saya dikejutkan oleh berita dari teman alumni SCJ, bahwa Yus Panon hilang. Yus sedang berada di Solo untuk berkoordinasi mempersiapkan konser virtual “Bermadah Bersama Maria” yang sedianya akan diselenggarakan pada 26 Mei 2021.

Baca Juga: RIP Komposer Gereja Yulius Panon Pratomo

Sabtu malam (22/5/2021), hingga Minggu itu Yus masih terjaga hingga pukul 1, untuk berdiskusi masalah tata lampu. Pada pukul 04 pagi, Mbak Esa, bangun dan tidak menemukan Yus di dalam rumah. Maka Mbak Esa membangunkan semua temannya yang ada di dalam rumah, untuk mencari Yus. Hasilnya nihil. Yus hilang, tanpa membawa apapun. Hanya mengenakan celana pendek, t-shirt, dan sandal jepit.

Senin pagi (24/5/2021) barulah saya mendapat kabar tentang hal itu. Grup kami ramai dengan berbagai spekulasi. Informasi berseliweran. Beberapa teman berusaha menghubungi HP Yus, dan ternyata dipegang oleh Mbak Esa.

Sore sekitar pukul 17.00 berita baru muncul. Ditemukan mayat di aliran sungai Bengawan Solo, tepatnya di daerah Sragen. Pertanyaan semakin membuncah. Apakah itu Yus? Teman-teman seperti berlomba mencari tahu. Bertanya kesana kemari, kepada sesiapa yang diperkirakan bisa memberikan kejelasan informasi.

Informasi itu muncul sepotong-sepotong. Kawan A sedang berangkat ke Solo. Kawan B sedang menuju Sragen. Di website lokal sudah muncul beritanya. Jenazah berkaos hitam. Apakah ada tulisan Nafsigira? Kalau tidak berarti bukan. Ada yang menulis RIP, Yus. Yang lain menukas, belum tentu. Kita masih bisa berharap yang terbaik.

 Akhirnya yang kami khawatirkan terjadi. Pukul 22.06 dari HP Yus Panon datang kabar itu. Jenazah yang ditemukan itu dikonfirmasi sebagai jenazah Yus. Malam ini, saat saya menulis, sedang dilakukan otopsi atas jenazah.

***

Sebenarnya baru sekali saya bertemu langsung dengan Yus, ketika Skolastikat SCJ merayakan HUT ke-50. Saya datang ke Skolastikat. Saat (doa) adorasi, Yus dan kawan-kawan mengiringi lagu-lagu dengan orkestra mini, terdiri dari flute, gitar, dan cello (lihat foto, saya sempat memotretnya).

Kombinasi antara puluhan tahun meninggalkan tempat itu, ditambah dengan iringan musiknya, membuat suasana malam itu terasa luar biasa bagi saya. Saya jatuh dalam pelukan suasana yang sangat emosional.

Besoknya di halaman Skolastikat, sesudah misa, saya sempat ngobrol sebentar dengan beberapa teman alumni yang usianya jauh lebih muda dari saya, termasuk Yus. Tetapi pasti bukan obrolan yang intens, karena ada begitu banyak teman lama dan teman baru yang semuanya harus disapa.

Hanya itu perjumpaan saya dengan Yus Panon.

Perjumpaan selanjutnya terjadi di Whatsapp Grup, Facebook dan Instagram. Dari sanalah saya tahu bahwa Yus memang menjadi seniman penuh waktu, seniman musik. Dia mendirikan sanggar musik bernama Nafsigira.

Baca Juga: Rumah Musik Nafsigira Membuka Bulan Maria dengan Rilis Lagu ‘Mater Dei’

Pernah suatu kali dia berbagi cerita bahwa Nafsigira menyelenggarakan konser musik gerejani, yang dihadiri oleh Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo. Saya menonton, dan terperangah menyaksikan jenis komposisinya. Musiknya bergaya musik opera. Lagu-lagunya “mengabdi” pada kekuatan teks dan puisi, tetapi tetap dengan musikalitas yang tinggi. Melodinya tetap seintens syairnya.

Dari sana saya memburu konten-konten youtubenya, dan semakin mengenalnya. Bangga rasanya mempunyai seorang teman, adik kelas, yang bukan hanya memiliki talenta, tetapi mempunyai komitmen total pada pilihannya, musik.

***

Februari lalu tiba-tiba Yus mengontak saya. Dia bertanya, kapan bisa ngobrol via WA call. Saya menjanjikan waktu, tetapi pesan saya tidak dibaca. Tepat waktu yang saya janjikan saya telepon, tetapi tidak diangkat. Kemudian saya kirim pesan, lama tidak dijawab. Yus baru menjawab sekitar pukul 21 malam. Saya langsung meneleponnya. Dia mengangkat telepon, tetapi minta maaf tidak bisa ngobrol. Dia sedang dalam kereta Pramex menuju solo. “Kereta berisik mas,” katanya.

Ternyata Yus ingin mengajak saya diskusi mengenai bagaimana menjalankan sebuah sanggar, karena dia merasa menemukan banyak kesulitan, terutama di sisi komersial. Tidak muluk-muluk, dia sekadar ingin sanggarnya bisa bergulir.

Setelah itu dia selalu nyolek saya kalau punya konten baru di Youtube. “Silakan nonton, Pakde. Mohon kritiknya,” begitu tulisnya. Selalu.

Yus Panon sudah pergi, meninggalkan seorang istri dan dua orang anak. Saya tidak bisa menduga-duga apa yang terjadi dengan dirinya. Yang ada hanya pertanyaan, mengapa dia bisa hilang (saya nggak tahu harus diimbuhi me- atau di-kan) ketika salah satu proyek kebanggaannya mendekati hari H.

Sebuah hilang yang sungguh absurd buat saya. Tetapi pada akhirnya saya simpan saja pertanyaan itu. Saya tak ingin mengganggu perjalanan Yus, apalagi jika dia sendiri tak mampu menjawabnya.

Selamat jalan, kawan, bernyanyi dan bermusiklah dalam keabadian.

Editor: Basilius Triharyanto

Penulis dan pegiat literasi. Pernah menjadi wartawan di media nasional dan internasional. Ia juga pernah mengelola media gerejani.

Komposer GerejaObituariSeniman GerenaiYulius Panon Pratomo
Comments (1)
Add Comment
  • Deo Reiki

    RIP Mas Yus…..
    Selamat jalan kawan menuju rumah Bapa di Surga…