Katolikana.com—Nurul dan Christine, keduanya menderita penyakit. Namun, mereka memiliki pasangan hidup yang selalu berusaha merawat mereka agar memperoleh kesembuhan.
Segala usaha dan perlakuan pasangan mereka pada masa sulit, membuktikan adanya kesetiaan di antara mereka. Kesungguhan hati yang menjaga harmoni keluarga sampai maut memisahkan.
Nurul dan Kanker Usus Besar
Tahlilan Nurul, tahun lalu, diadakan di rumah mereka yang sangat sederhana, dekat stasiun Gubeng Surabaya. Rumah ini menjadi saksi bisu perjuangan hidup Nurul melawan penyakit kanker usus besar stadium empat.
Penyakit ini telah menyebar ke tulang dan beberapa organ dalam lainnya. Penyebaran yang menimbulkan rasa sakit luar biasa. Obat pereda sakit sudah tidak berpengaruh, ditambah dengan luka menganga di punggung akibat lama tergolek.
Kondisi tersebut membatasi aktivitas dan mengubah kehidupan pribadi beserta keluarganya. Dalam keadaan tidak berdaya, seluruh kesibukan rutin sebagai ibu dari tiga orang anak, diambil alih oleh suaminya.
Suami Nurul seorang karyawan Kantor Pos, sebuah pekerjaan dengan jam kerja yang padat. Namun, ia selalu menyempatkan diri untuk merawat Nurul dan memberi perhatian khusus sebagai belahan jiwanya. Sayang, semua usahanya harus berakhir. Nurul berpulang.
Christine dan Kanker Nasofaring
Kesetiaan hingga maut menjemput, juga terjadi pada pasangan Christine dan Suparman. Christine adalah aktivis Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Paroki Ratu Pencinta Damai Surabaya.
Sosok badannya yang bugar terkikis oleh kanker nasofaring. Dalam waktu tiga tahun, penyakit ini sudah menyebar sehingga tubuhnya tinggal tulang berlapis kulit.
Tidak ada kegiatan yang dapat dilakukan, hanya berbaring. Ia tergolek lemah pada kasur tipis di lantai ruang tamu. Ruangan yang berjarak tidak lebih dari satu meter dengan jalanan di gang khusus roda dua.
Di atas kasur itulah, Suparman menyuap dan memandikannya sebelum berangkat kerja. Percetakan tempatnya bekerja sebagai kurir, memberi izin untuk pulang pada jam istirahat.
Kesempatan ini dimanfaatkan untuk memasak bagi istri dan kedua anaknya. Dalam kesederhanaan, asupan gizi tetap menjadi fokus perhatian, terutama untuk memulihkan kesehatan istrinya.
Kesembuhan Christine menjadi impian. Segala permintaan dikabulkan agar menyenangkan hati, termasuk permintaan pulang ke Ponorogo.
Untuk memberikan rasa nyaman selama perjalanan sekitar 200 km, Suparman menggendong Christine di dalam mobil sewaan, menuju tempat kelahirannya.
Ponorogo, kampung halaman Christine, memberi kemajuan pada kondisinya. Melihat keadaan yang membaik, Suparman memutuskan berhenti bekerja untuk terus mendampingi Christine hingga sembuh total. Namun, satu bulan kemudian, kesehatan Christine menurun drastis.
Penurunan kesehatan ini memaksanya untuk kembali berobat di Surabaya. Tak berselang lama, Christine terlepas dari semua penderitaan, bertepatan dengan awal pandemi Covid 19. Perawatan dan perhatian Suparman mengantarkan Christine pada pemulihan kekal.
Kisah Nurul dan Christine memberi gambaran tentang kesetiaan hingga akhir hayat. Kebersamaan mereka menjadi inspirasi kita melewati segala tekanan di masa pandemi dengan menjaga keluarga tetap harmonis.*
Kontributor katolikana.com di Surabaya. Ia suka menulis seputar kerasulan umum, pengkaderan dan pemberdayaan perempuan. Ia juga aktif sebagai relawan paliatif Kristus Raja dan Peduli Kasih.