Katolikana.com—Pramuka selalu berkaitan dengan perihal pendidikan karakter dan pengembangan diri.
“Pramuka itu organisasi netral. Unsur apa pun bisa masuk. Pramuka memiliki prinsip persaudaraan. Jadi saat berkegiatan kita meninggalkan kepentingan pribadi dan semuanya menjadi sama rata dan sama rasa,” ujar Sri Budoyo, seorang dokter hewan yang menyukai kegiatan Pramuka.
Kini Sri Budoyo menjabat Sekretaris I Kwartir Daerah Gerakan Pamuka Derah Istimewa Yogyakarta (Kwarda DIY), masa bakti 2020 – 2025.
Menurut Sri Budoyo, Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana. Nama Pramuka diambil oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dari kata poromuko, artinya pasukan atau pionir terdepan dalam perang.
“Praja Muda Karana itu berarti rakyat muda yang suka berkarya atau bekerja. Pramuka adalah sebuah gerakan, karena bekerja kan bergerak,” tambahnya.
Menurut Sri, setiap negara punya lambang kepanduan, termasuk kepanduan di Indonesia.
Gerakan Pramuka memiliki simbol atau lambang khas yaitu tunas kelapa.
“Karena pohon kelapa punya manfaat luar biasa, jadi dipilih sebagai lambang gerakan pramuka,” tegasnya.
Makna Tunas Kelapa
Menurut Sri Budoyo, berikut makna tunas kelapa sebagai lambang Pramuka:
- Tunas Kelapa melambangkan setiap anggota Pramuka merupakan tunas bangsa Indonesia. Kita sebagai anggota Pramuka harus menjaga martabat bangsa.
- Tunas kelapa dapat bertahan dalam kondisi apa pun. Karena itu, anggota Pramuka harus memiliki jiwa yang kuat agar dapat menghadapi segala tantangan.
- Tunas kelapa bisa dapat tumbuh di mana saja. Diharapkan anggota pramuka mampu fleksibel dan menyesuaikan diri dengan sekitar.
- Pohon kelapa menjadi pohon tertinggi. Diharapkan anggota pramuka memiliki masa depan yang cemerlang karena cita-citanya yang tinggi.
- Pohon kelapa memiliki akar yang kuat. Setiap anggota Pramuka harus berpegang pada keyakinan yang kuat untuk tercapainya masa depan yang cemerlang.
- Setiap anggota itu kader. Kader berarti tunas. Pohon kelapa itu banyak manfaatnya, dari akar sampai buahnya. Diharapkan anggota pramuka bisa memberikan manfaat untuk lingkungan sekitar.
Dulu ada Pandu Katolik
Dalam perkembangan Pramuka, dahulu ada komunitas-komunitas dalam Pramuka, seperti Pandu Katolik, Pandu Muslim atau Hizbul Wathan, dan sebagainya.
Namun, pemerintah menyadari dan melihat jika diteruskan akan menimbulkan perpecahan karena ada yang di bawah atau ditumpangi partai politik.
Tahun 1961 pemerintah memutuskan dan meminta semua kepanduan di Indonesia menjadi satu wadah di bawah naungan satu kepanduan yaitu Pramuka.
Menurut Sri, awalnya semuanya tidak terima, karena masing-masing jadi kehilangan jati diri. Berbeda dengan negara lain, di Indonesia Pramuka mengikuti kebijakan pemerintah.
“Pramuka digunakan sebagai pendidikan untuk kader bangsa. Maka pemerintah campur tangan dan bertanggung jawab atas segala kegiatan Pramuka,” jelasnya.
Pramuka dan Nilai Katolik
Menurut Sri, nilai-nilai yang ada dalam Pramuka dengan nilai-nilai yang ada di Katolik itu terdapat kesamaan.
“Karena Boden-Powell kan orang Kristiani. Karena itu, nilai-nilai kepramukaan yang diambil juga berasal dari sana, seperti nilai kemanusiaan, keadilan, religius, mengasihi sesama. Jadi memang berimpitan dengan nilai Katolik,” papar Sri.
Menurut Sri, sebenarnya Pramuka bisa menjadi salah satu media untuk menanamkan nilai yang ada pada kita, yaitu ajaran katolik, tanpa meng-katolik-kan,” tukasnya.
Bagi Sri, Pramuka tidak pernah peduli dengan latar belakang seseorang.
“Justru dalam pramuka terdapat nilai Katolik, seperti membangun kebersamaan, toleransi, persaudaraan untuk saling mengasihi. Kita bisa mewartakan kabar gembira tanpa harus mengatakan ‘ini nilai kita sebagai orang Katolik,” tambahnya.
Hal ini selaras dengan ungkapan Kristina Erna Erawati, Pembina Pramuka di SMPK Santo Yusup Jember. Menurut Erna, sebenarnya tanpa kita sadari dalam ajaran Pramuka banyak hal yang mencerminkan nilai kekatolikan.
“Sebenarnya kita bisa membuat komunitas seperti Pramuka Katolik, dan memang ada beberapa orang berpendapat sama. Namun kita menolaknya karena ditakutkan, kita malah tidak bisa berkiprah di dalamnya,” pungkas Sri Budoyo.**
Pribadi yang terus belajar dan berusaha menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Mahasiswa asal Pandaan, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.