Katolikana.com—Tingginya angka penyebaran Covid-19 di Indonesia membuat pemerintah harus menerapkan PPKM yang mengakibatkan pembatasan dan penyesuaian kegiatan, termasuk tempat ibadah.
Efek PPKM ini dimanfaatkan oleh Romo Paroki Santa Maria Asumpta Gamping, Yoseph Nugroho Tri Sumartono Pr yang memiliki 6.804 umat dengan 1.801 kepala keluarga.
Romo Yoseph Nugroho Tri Sumartono Pr, Koordinator Relawan Bela Rasa Kevikepan di Jogjakarta Barat
Romo Nugroho menceritakan keterlibatannya sebagai Koordinator Relawan Bela Rasa Kevikepan Yogyakarta Barat pada Live Talkshow yang disiarkan di kanal Youtube Katolikana (23/8/2021).
Gereja Tetap Hadir
Ketika PPKM kedua diberlakukan, Romo Nugroho berfikir dan mencari cara agar gereja tetap hadir di tengah masyarakat, khususnya di era pandemi walaupun ibadah umum ditiadakan.
“Awalnya saya mengatakan kita, gereja, tidak mungkin menutup. Kita mungkin bisa menyesuaikan diri dengan cara lain,” ujarnya.
Romo Nugroho mencari informasi dan bertemu Camat Gamping dan tim relawan Pasien dalam Pemantauan (PDP), lalu bertanya apa yang sebenarnya terjadi terutama di sekitar gerejanya.
Ia mendapatkan informasi bahwa ternyata teman-teman dari tempat lain sudah bergerak lebih dahulu.
“Mereka itu sudah maju sedemikian jauh daripada kami, sebagai orang Katolik,” katanya.
“Orang Katolik itu punya satgas, tapi yang diurus cuma: kita mau memisahkan apa tidak, kita boleh sembahyang apa tidak. Padahal, teman-teman lain sudah melampaui batas-batas ketakutan mereka sendiri dengan beraneka macam cara,” tambahnya.
Setelah bertemu beberapa Romo di Kevikepan Yogyakarta Barat, akhirnya Romo Nugroho dan rekan-rekan memberanikan diri masuk membantu warga terdampak.
“Kalau kita belum bisa menciptakan relawan sendiri, kita mem-back up relawan-relawan yang ada. Jika belum berani, kita supply saja, seperti Alat Perlindungan Diri (APD), vitamin, dan sebagainya,” ujarnya.
Dari situ, Romo Nugroho merasakan adanya peluang. Ia pun mewartakan kepada para rekannya bahwa mereka bisa mengambil bagian.
“Setahap demi setahap kami melengkapi niat kami yang tadinya cuma modal nekat saja, lalu modal pemahaman. Tim relawan PDP memberikan pelatihan kepada kami,” tambahnya.
Akhirnya Relawan Bela Rasa Kevikepan Yogyakarta Barat masuk ke beberapa zona pelayanan, yaitu:
- Pemakaman: Bukan hanya orang Katolik, namun semua warga sekitar yang membutuhkan bantuan akan dilayani.
- Kunjungan ke umat: Terutama umat atau warga yang menjalani isolasi mandiri di
- Mengadakan dekontaminasi: Pembersihan lingkungan dengan desinfektan.
- Menyapa dan mengajak berdoa bersama.
Urip Anyar Nganggo Nalar
Romo Nugroho mengungkapkan, pada masa pandemi ini kita perlu menerapkan ‘Urip anyar nganggo nalar’, artinya sebelumya kita hidup biasa saja, namun nalar kita yang harus diperbarui.
“Virusnya memang masih ada, namun cara kita menghadapi yang harus diperbarui,” terangnya.
Romo Nugroho memberikan perumpamaan pelayanannya dengan hulu dan hilir.
“Pelayanan hilir yaitu melayani orang sakit, melayani orang yang isolasi mandiri, dan sebagainya. Namun di hulu, seharusnya bisa untuk membendung laju virus ini dengan vaksinasi,” jelasnya.
Bentuk Ibadah
Tim Relawan Bela Rasa lantas mendatangi TNI dan Polri untuk mengajak bersinergi guna membantu pemerintah mempercepat vaksinasi merata ke seluruh lapisan masyarakat.
“Itulah sebenarnya bentuk ibadah kita. Mungkin kemarin Ekaristi secara luar jaringan (luring). Tapi sekarang, adalah Ekaristi kita, sebab kita sudah dipanggil, diberkati, dan dipecah-pecah, lalu diutus untuk menjadi berkat bagi banyak orang,” jelas Romo Nugroho.
Dengan pelayanannya saat itu, ia merasakan di situ ada panggilan dan merefleksikan bahwa Yesus itu sedang memanggil kita melalui kehadiran orang-orang sakit di sekitar kita.
“Karena apa pun yang kita lakukan untuk mereka yang meninggal, sakit, menderita, maupun dalam keadaan bingung, itu semua kita lakukan untuk kemuliaan Yesus sendiri,” tegasnya.
Itulah yang mendasari dan mendorong Romo Nugroho dan tim untuk berani turun tangan, disertai dengan pemahaman dan pengalaman yang telah didapatkan.
Bagi Romo Nugroho, ketika kita bersedia menjawab panggilan itu, pasti Tuhan akan memberikan kita langkah-langkah bagaimana cara kita bisa ‘memberikan diri’ untuk saudara yang lain, tanpa kita kehilangan keselamatan atau kepedulian kita terhadap diri sendiri, keluarga maupun komunitas.
Prinsip Relawan
“Prinsip kita menjadi relawan: kalau kita mau membantu orang lain, maka kita harus sehat. Kalau kita mau menyelamatkan orang lain, jangan melupakan kedisiplinan kita terhadap protokol kesehatan,” ujarnya.
Romo Nugroho menegaskan, sejatinya Gereja Katolik bergerak dalam lima bidang kehidupan, yaitu: Pengajaran, Peribadatan, Paguyuban, Pelayanan dan Kesaksian.
“Lima hal tersebut seharusnya diterapkan terus menerus sembari berproses,” pungkasnya. **
Pribadi yang terus belajar dan berusaha menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Mahasiswa asal Pandaan, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.