Mgr. Gabriel Manek SVD, Uskup Asal NTT, Jenazahnya Masih Utuh Setelah 17 Tahun Dimakamkan

Uskup Mgr. Gabriel Manek (Lay Tjong Sie) SVD, merupakan uskup pribumi kedua di Indonesia setelah Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J.

Katolikana.com—Gabriel Manek (Lay Tjong Sie) merupakan putra bungsu dari pasangan Lay Piang Siu dan Liu Keu Moy.

Gabriel dilahirkan di Lahurus, Kabupaten Belu, 18 Agustus 1913. Di usia yang masih sangat kecil, ibunya meninggal dunia. Saat itu ayahnya berada di Tiongkok. Jadilah Gabriel dan saudaranya menjadi yatim piatu.

Gabriel Manek kecil akhirnya menjadi anak angkat tante Maria Belak, istri dari raja kerajaan Taifeto, Don Kaitanus da Costa. Karena itulah Gabriel memiliki kesempatan mengenyam pendidikan.

Raja Don dan istrinya memiliki kecintaan terhadap devosi kepada Bunda Maria, sehingga hal itu juga diajarkan kepada Gabriel. Orang tua angkat ini mendidiknya dengan sangat baik hingga dewasa.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR), Gabriel melanjutkan pendidikan di Seminari Sika-Maumere. Kemudian memasuki masa novisiat Kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD) pada 16 Oktober 1933.

Gabriel ditahbiskan sebagai imam pribumi pertama di Nusa Tenggara pada 28 Januari 1941.  Pada 25 April 1951, Gabriel ditahbiskan menjadi uskup Keuskupan Larantuka dalam usia 38 tahun. Bersama Suster Anfrida, SSpS, Mgr. Gabriel mendirikan Kongregasi Putri Reinha Rosari (PRR) di Larantuka, Flores Timur.

Mgr. Gabriel Manek, SVD. Foto: http://daonlontarbooks.blogspot.com

Sepuluh tahun kemudian, Mgr. Gabriel ditugaskan menjadi uskup di Keuskupan Agung Ende. Setelah itu, dia mengundurkan diri dan menjadi Uskup Agung Emeritus karena alasan kesehatan. Mgr. Gabriel kemudian berangkat ke Amerika untuk menjalani pengobatan.

Setelah kondisi kesehatannya membaik, Mgr. Gabriel melayani Komunitas Negro di St. Patrick Ouklans Amerika Serikat. Akhirnya, pada 30 November 1989, Mgr. Gabriel Manek SVD menghembuskan nafas terakhir dan dimakamkan di Amerika Serikat.

Jenazah Utuh Tanpa Diawetkan

Saat merayakan HUT ke-50 Kongregasi PRR, Suster pimpinan saat itu mengajukan permohonan kepada Generalat SVD untuk membawa pulang kerangka jenasah Mgr. Gabriel ke Indonesia.

Makamnya akhirnya digali. Pada 14 April 2007, ditemukan jenazah dan dan peti mati yang terkubur selama 17 tahun masih tetap utuh tanpa diawetkan.

Suster Benedictis PRR, Pimpinan Umum PRR saat itu, dan mantan Pimpinan Umum, Suster Simprosa PRR berangkat ke Amerika.

Setelah dibawa ke Indonesia, jenazah uskup dimakamkan kembali di Biara PRR pada 25 April 2007.

Hingga kini, jenazah Mgr. Gabriel disemayamkan di Kapela Induk di Biara Pusat Tarekat PRR di Lebao, Larantuka. Makam ini menjadi wisata rohani bagi umat di wilayah Larantuka dan sekitarnya.

Solider pada Orang Kecil

Setelah ditahbiskan menjadi imam, Pastor Gabriel Manek ditugaskan melayani 72.000 umat Katolik dari Flores Timur hingga Alor.

Ia melayani umat hingga ke pelosok, dengan berjalan kaki, menunggang kuda, maupun menyeberangi lautan dengan perahu kecil. Ia sangat peduli terhadap orang kecil dan menderita.

Pada masa penjajahan Jepang (1942-1946) Pastor Gabriel menjadi satu-satunya pastor di seluruh Flores Timur, karena pastor lainnya ditawan oleh tentara Jepang.

Saat itu, banyak penderita kusta diasingkan di Tanjung Naga, Lembata. Mereka dibiarkan tanpa perhatian dan kasih sayang.

Pastor Manek mengunjungi penderita kusta hingga perbuatannya diketahui tentara Jepang, dan akhirnya dia diinterogasi.

Tak hanya itu, perahu yang merupakan alat transportasi menyeberangi pulau pun, dibakar. Tapi hal itu tak memadamkan semangatnya. 

Kuda adalah salah satu transportasi yang digunakan Pastor Gabriel Manek SVD melayani umat di pelosok. Foto: Tangkapan layar Youtube Seminari Tinggi SVD Surya Wacana.

Menjadi Gembala bagi Suku Indian

Selama tinggal di Amerika Serikat, Uskup Manek menjadi gembala bagi suku Indian di Arizona.

“Mgr. Gabriel Manek memperlakukan orang Indian seperti saudaranya sendiri. Bahkan Suku Navajos mengangkat dia menjadi kepala suku mereka,” jelas Ann Dwinnel yang melayani dan merawatnya selama di Amerika.

Cinta yang sangat besar kepada orang kecil membuatnya makin bersemangat melayani hingga terbaring lemah karena sakit. Ia menyadari tanpa campur tangan Tuhan, segala usaha akan sia-sia.

“Jangan pernah membeda-bedakan suku, ras dan dari golongan mana pun. Karena dengan demikian, kamu tidak akan pernah melihat Allah,” ucapnya kepada umat atau imam yang berkunjung.

“Sekali dalam seratus tahun, lahir orang macam dia, karena itu tidak rugi mengenal dia. Dia sungguh seorang yang agung dan seorang santo yang hidup,”  demikian kesaksian Pastor Weber, pastor vikaris Paroki Our Lady of Carmel, di Denver.

Pimpinan umum Serikat Suster Cabrini Shrine bersaksi bahwa Mgr. Gabriel Manek adalah orang saleh. “He is very holy,” ujarnya.

“Seandainya suatu waktu kita merasa sendirian, dikhianati, dan ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi, kita hanya perlu membayangkan Yesus saat-saat menderita. Sebab kalau kita ingat pengalaman penderitaan Yesus, kita menjadi kuat,” pesan Mgr. Gabriel Manek kepada para Suster PRR. **

Perempuan yang gemar membekukan kenangan dalam bentuk tulisan dan gambar. Hobi  membaca, dan juga pencinta kucing. Mahasiswa asal NTT, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Gabriel Manek SVD
Comments (0)
Add Comment