Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi), Tempat Rekreasi dan Ruang Belajar di Lampung

Kehadiran Payungi menginspirasi desa-desa lain tentang pentingnya gotong royong dan pengembangan masyarakat desa.

Katolikana.com—Minggu pagi, Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) di Kelurahan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung, terlihat ramai sejak pukul 06.00. Pasar ini buka hingga pukul 11.00.

Pengunjung di Payungi dapat menemukan kuliner tradisional hingga wahana permainan  untuk anak-anak seperti flying fox, panahan, dan melukis.

Anak-anak melukis gambar di Payungi (19/9/2021). Foto: Immanuella Devina
Live Music untuk menemani pengunjung yang sedang menikmati kuliner. Foto: Immanuella Devina

Sekilas, Payungi ini terlihat seperti pasar kaget atau pasar masyarakat pada umumnya. Namun, Payungi telah berkembang dan mengembangkan berbagai program dan kegiatan, yaitu: Pesantren Wirausaha, Payungi University, Kampung Bahasa Payungi, Women and Environment Studies (WES), Kampung Kopi, dan Rumah Anak Payungi.

“Payungi berasal dari gagasan untuk membentuk kampung warna-warni.” Dharma Setyawan, founder Payungi.

Kampung Warna-Warni

Payungi diinisiasi oleh Dharma Setyawan, seorang  pengajar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Metro, Lampung.

Pasar ini dibuka sejak 28 Oktober 2018. Payungi adalah upaya masyarakat Yosomulyo untuk berkolaborasi untuk membangun ruang kreatif dan diawali dengan membuka pasar.

“Jumlah pengunjung hampir 2000 orang tiap minggu. Sampai saat ini, Payungi memiliki omset 40-50 juta rupiah perpagelaran,” jelas Dharma saat ditemui Katolikana, Minggu (19/9/2021).

Setelah berdagang, ibu-ibu akan mengumpulkan infaq secara kolektif ke mushola setempat. “Memang ada seperti gerakan terstruktur, dan ini terjadi karena ada solidaritas,” sambung Dharma.

Ahmad Tsauban, Ketua Pasar Payungi . Foto: Immanuella Devina

Hal ini dikonfirmasi oleh Ketua Pasar Ahmad Tsauban.  Meski pasar ini bukan berasal dari organisasi formal, Tsauban berperan mengkoordinir Payungi.

“Pendekatan kami di sini merupakan pendekatan spiritual untuk menyatukan visi dan misi dari sisi keagamaan. Setiap malam Kamis, kami mengadakan pertemuan di mushola yang disebut dengan pesantren wirausaha,” jelas Tsauban.

Pada pertemuan tersebut, tim menyampaikan wejangan, evaluasi, dan persiapan untuk kegiatan ke depan.

Meski pasar ini berawal dari tempat ibadah yang meminjami modal, namun pasar ini tak hanya untuk orang Muslim saja.

“Sisi toleransinya muncul. Banyak perubahan-perubahan yang membuat masyarakat lebih terbuka, guyub, dan mau gotong royong,” jelas Dharma.

Masyarakat Yosomulyo juga melakukan gotong royong setiap Sabtu baik pagi dan sore hari untuk membersihkan daerah yang digunakan untuk membuka pagelaran.

Setiap hari Minggu pagi, mereka bersiap-siap. “Sebelum pukul 06.00, mereka wajib sudah siap di tempat masing-masing. Pukul 06.00, kendaraan tidak boleh masuk lagi dan kita akan membuka pasar,” jelas Tsauban.

Gotong royong dan solidaritas juga diwujudkan oleh tim dengan mengadakan undian untuk letak jualan.

Suasana Pasar Payungi. Foto: Immanuella Devina

“Kita selalu mengundi letak jualan. Dengan undian, rasa memiliki pasar ini tumbuh karena dia tidak tahu dapat di mana. Jadi, kalau diajak gotong royong bersih-bersih dari ujung ke ujung tidak akan berat,” tutur Tsauban.

Selain itu, setiap Minggu pagi mereka juga memiliki gerakan “sedekah sarapan.” Setiap pedagang akan menyiapkan satu bungkus nasi untuk membantu pengurus, tukang parkir, dan tim kreatif.

Saat pandemi Covid-19,  Payungi  tetap menaati aturan pemerintah dan menerapkan protokol kesehatan baik untuk pedagang maupun pengunjung.

“Saat PPKM, kita diminta untuk tutup. Kalau diminta ya tentu kita taati,” jelas Dharma.

Belajar praktik media sosial di Payungi University.

Aktif dan Kreatif

Aktivitas lain yang dilakukan warga Yosomulyo adalah kampung bahasa. Kampung bahasa ini diinisiasi oleh mereka yang pernah mengajar di Kampung Bahasa Pare.

Selain itu, ada Payungi University. “Payungi University adalah sekolah desa, sekolah penggerak pariwisata, dan sekolah media. Di sini sudah banyak yang belajar dari dinas-dinas, BUMN, terutama kepala desa,” jelas Dharma.

Payungi juga mendampingi desa-desa yang ingin maju dengan mengembangkan ekonomi kreatif. Melalui sekolah desa, peserta akan menginap dua hari satu malam dan mengikuti enam pertemuan, yaitu social meeting, teknologi pembangunan desa, community approach, ekonomi desa, media digital desa, dan geopolitik desa.

Anak muda yang sedang mengobrol dan menikmati kopi di Payungi.

Setiap malam  di dekat pasar Payungi terdapat kedai  Kampung Kopi Payungi. Kedai ini bertujuan sebagai ruang berkumpul dan merekatkan anak muda.

“Harapan besarnya, kami bisa memberikan edukasi secara tidak langsung,” sahut Dharma.

Selain kedua kegiatan itu, Payungi juga memiliki Women and Environment Studies (WES). Kegiatan ini dilakukan setiap Sabtu pukul 09.00. Mereka akan membahas persoalan gender, kekerasan seksual, hingga pemberdayaan perempuan.

“Sekarang mereka sedang mengerjakan laporan buku. Mereka juga menyelenggarakan pelatihan menulis, pelatihan desain grafis, produksi video dan berbicara di depan publik,” tutur Dharma.

WES hadir melihat pentingnya perempuan memiliki daya untuk melakukan perubahan-perubahan kecil.

Diskusi Komunitas Mengupas Buku Menyelami Telaga Kebahagiaan oleh WES Payungi, bekerja sama dengan PSGA IAIN Metro.

Dampak bagi Masyarakat

“Pasar ini tujuannya untuk social entrepreneurship, menyelesaikan persoalan sosial dengan pendekatan ekonomi. Namun akhirnya, pemberdayaan ini memaksa kita untuk memberikan pendidikan juga di tengah masyarakat,” jelas Dharma.

Pemberdayaan masyarakat melalui Payungi menumbuhkan kesadaran kolektif agar tiap orang menjadi penggerak.

Memasuki usia tiga tahun, Payungi telah memiliki catatan transaksi atau omset lima miliar. “Tujuan awalnya bukan ekonomi, tetapi akhirnya kita juga merasakan manfaatnya,” lanjut Dharma.

Kalau kita guyub, ada banyak ide lain akan tumbuh. Kalau guyub saja belum, pasti ide-ide lain belum muncul. Di tempat seperti ini ide-ide apa pun bisa kita kerjakan, asalkan semua sudah tersampaikan.” Dharma Setyawan

Hal ini juga disetujui oleh Tri Asih dan Bahrun, warga Yosomulyo yang turut berdagang di Payungi.

“Ada Payungi ini senang banget karena ada kegiatan, dari pada di rumah bengong. Di sini juga bisa ketemu kawan-kawan,” ujar Bahrun. “Penghasilan yang didapat di sini juga lumayan,” ujar Tri Asih.

Konsistensi adalah Kunci

Menuju tiga tahun Payungi, kini yang perlu diperhatikan adalah mempertahankan konsistensi dan sinergi di Payungi.

“Kita mengerjakan dan mengunggah hal-hal baik di Instagram, Facebook, Youtube. Kita membuat desain grafis yang baik. Saya kerjakan secara kolektif. Alhamdulilah perubahannya banyak. Di sini, orang tak hanya mendapatkan uang tapi juga ruang belajar,” jelas Dharma.

Payungi sudah dikenal tak hanya di Kota Metro, tetapi juga daerah lain. Lea (23), mahasiswa asal Kabupaten Tulang Bawang dan tinggal di Metro mengatakan sering ke Payungi.

“Biasanya, hari Minggu pagi enak jalan-jalan, jadi kami ke sini. Payungi sangat membantu untuk anak-anak kos refreshing,” ujarnya.

Ida Septriana, warga Kelurahan Ganjar Asri memberi apresiasi keberadaan Payungi. “Luar biasa, dari dulu ingin ke sini dan ternyata ramai. Luar biasa ini pengelolanya. Semoga pasar-pasar tradisional seperti ini bisa memberikan masukan untuk masyarakat sekitar. Kelurahan-kelurahan lain bisa ikut dan belajar dari sini,” ujarnya.

Dari Payungi untuk Indonesia

Payungi memiliki slogan ‘Payungi untuk Indonesia’. Banyak anak muda dari berbagai daerah belajar ke Payungi, ada yang dari Malang, Bandung, Jambi.

“Kalau perguruan tinggi seperti UIN Bandung, Universitas Muhammadiyah Malang, Polinela, Darmajaya, IAIN, UIN dan kampus-kampus swasta lainnya,” sebut Dharma.

Payungi berharap kehadirannya dapat memberikan inspirasi masyarakat di daerah lain.  Payungi terus menginspirasi dan Lampung terus berkembang.**

Kontributor: Immanuella Devina Florentina Sihaloho, Fiona Troyandi, Devina Meliani, Verryn Priscilla Limbert, Charles Durand (Universitas Atma Jaya Yogyakarta).

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Pasar Yosomulyo PelangiPayungi
Comments (0)
Add Comment