Katolikana.com—Coffee Break, band wedding di Yogyakarta, kini telah bertahan empat tahun. Pandemi Covid-19 menyadarkan mereka akan adanya perubahan.
Suci Ari Tomi, salah satu pengelola mengatakan, nama Coffee Break berawal dari susunan acara seminar dan kegiatan kampus, yang memiliki jeda antara acara dan sesi santai.
“Coffee Break dibentuk sebagai sarana melepas lelah. Senin sampai Jumat kita sudah kerja atau kuliah. Hari Sabtu dan Minggu kita ambil break dengan bermain musik,” ujar Tomi.
Staf di kampus Universitas Negeri Yogyakarta ini mengatakan, band ini diurus bersama karena formatnya pertemanan dan kekeluargaan.
“Kalau band-band lain ada management, kalau kita tidak,” ungkap Tomi.
Tomi menceritakan bagaimana ia menemukan pemain musik dan singer yang dapat mengisi acara band wedding di Yogyakarta.
“Biasanya saya bertemu mereka karena rekomendasi dari teman-teman saya. Lalu, saya hubungi. Kalau dari orangnya mau membantu, bisa berjalan hingga sekarang,” ujar Tomi.
Menurut Tomi, sebagai pemusik, dia lebih mudah mendapatkan teman baru, khususnya pemain musik.
Target Milenial
Coffee Break menargetkan milenial yang akan menikah. Karena itu, Tomi mempromosikan Coffee Break melalui akun media sosial, Instagram (@coffeebreak_yk), Tik Tok (@coffeebreakband), dan Facebook (@Coffee Break Yogya).
“Biasanya klien kalau mau cari vendor menggunakan hastag, misalnya #bandweddingjogja, atau #bandmurahjoga”, ujar Tomi.
“Kalau mereka menemukan akun media sosial Coffee Break, biasanya langsung menghubungi saya,” ungkapnya.
Ada juga yang mendapatkan kontak dari pemain musik Coffee Break. Mereka akan menghubungi dan menanyakan detail konsepnya mau bagaimana,” ujar Tomi.
Sebanyak 85 persen klien berasal dari Yogyakarta, namun ada beberapa yang berasal dari luar Jogja, seperti Magelang dan Solo.
Perubahan
Situasi pandemi Covid-19 menyadarkan Tomi akan adanya perubahan. Salah satunya, adanya batasan tamu dalam suatu acara, khususnya acara wedding.
“Selama pandemi, saya dan semua pemain band sudah melakukan dua kali vaksin,” ungkap Tomi.
Sebelum pandemi biasanya maksimal 6 orang yang bertugas mengisi acara wedding.
“Karena pandemi kami ringkas saja menjadi tiga orang. Kami mengalah. Sisa kuota kami berikan untuk tamu acara saja,” ungkapnya.
Treatment Khusus
Tomi melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan Coffee Break.
“Kita punya treatment tersendiri. Segala permintaan klien akan dipenuhi, mulai dari konsep, pemusik, isi lagu, dan dress code,” ujar Tomi.
“Kita akan memfasilitasi keinginan klien, baik itu wedding non kristiani ataupun kristiani,” ungkapnya.
Tomi selalu menjalin komunikasi yang sopan dan menghargai klien.
“Biasanya saya selalu tegur sapa melalui via WhatsApp terkait acara, baik seminggu bahkan dua minggu sebelum acara,” ujar Tomi.
“Kami berusaha tetap membangun ikatan batin, tak hanya sekedar band dengan klien, bahkan setelah selesai acara kami tetap say hello,” ujar Tomi.
Positif dan Negatif
Melalui kerja keras sejak sebelum pandemi hingga saat ini, Tomi menyadari pasti ada hal positif dan hal negatif yang ia dapatkan.
“Pendapatan yang kami dapatkan dari Coffee Break ini menjadi hal positif. Dulu hari Sabtu dan Minggu kami kosong, tetapi sekarang malah punya pendapatan tambahan,” ungkapnya.
Namun, ada sesuatu yang harus dikorbankan. Misalnya, berkurangnya waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan teman.
“Sabtu dan Minggu itu waktu berharga untuk berkumpul dengan orang-orang tercinta, seperti keluarga dan teman-teman. Mau tidak mau waktu kita jadi berkurang untuk mereka,” ujar Tomi.
Kontributor: Brigitta Raras, Brigittha Pricilya, Candhik Ayu, Christian Patience (Universitas Atma Jaya Yogyakarta).
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.