Katolikana.com—Lena (79) saat ini menetap di panti Werda Elim Semarang. Selama tinggal di panti, Lena merasa memiliki kehidupan dan kebiasaan baru. Semua hal dia jalani dengan rasa senang.
“Saya setiap hari bangun pagi, mandi, lalu sarapan. Sebelum sarapan kadang olahraga ringan, sisanya mengobrol dengan teman di sela-sela kegiatan,” ujar Lena.
Pengalaman Lena di panti menjadi salah satu upaya untuk mengurangi sakit yang ia derita.
“Saya punya stroke sedangkan kalau di rumah itu malah merepotkan. Jadi saya senang berada di sini,” tuturnya.
Panti Werda Elim seperti rumah kedua baginya. Setiap hari ia melakukan rutinitas yang sama, namun semua tampak berbeda sejak masa pandemi.
Melewati Masa Sulit
Masa pandemi membuat Lena merasakan banyak perubahan dalam kehidupannya.
Para pengunjung yang ingin masuk ke dalam panti harus dibatasi bahkan sempat tidak diperbolehkan sama sekali.
“Memang awalnya ditutup. Komunikasi dan tatap muka tidak boleh sama sekali. Bahkan berpelukan sekarang belum bisa,” jelas Lena.
Kesepian yang mewarnai lingkungan panti sempat membuat dirinya bosan karena pembatasan yang dilakukan bertujuan untuk menjaga kesehatan lansia.
“Bersyukur di sini banyak teman. Memang kita bosan karena rutinitas dahulu sering banyak pekerjaan dan sekarang lebih menganggur, tetapi ya bercanda bersama teman-teman membuat jadi menyenangkan,” tuturnya.
Tentu kesejahteraan lansia menjadi perhatian utama bagi panti Werda Elim Semarang untuk segera diselesaikan.
“Supaya mereka tidak kesepian, kami berupaya menghadirkan psikolog buat tempat oma dan opa bercerita,” kata Slamet Basuki, Ketua Panti Werda Elim Semarang.
Sedikit demi sedikit, Panti Werda Elim mulai membuka kesempatan bagi lansia untuk bisa bertemu dengan orang luar.
Kekuatan untuk Berjuang
Baginya, hidup dengan perasaan dan semangat buruk justru akan mempersusah keadaan dan tidak mengubah apa pun.
Lena selalu memegang prinsip kalau hidup lebih baik dijalani dengan senang hati.
Ia sadar bahwa masa sulit tidak boleh menghambat dirinya dalam menjalani kehidupan. Lena ingin agar orang di luar sana juga tidak mudah menyerah.
“Untuk anak-anak yang masih sekolah, mahasiswa dan juga pekerja, memang ada positif dan negatif dalam mengerjakan sesuatu. Namun, tetap lakukan karena tidak ada yang menyangka siapa tahu hal itu bisa jadi berkat buat kita,” ucap Lena.
Kurangnya perhatian yang menjadi masalah lansia ternyata tidak hanya dialami oleh Lena saja.
Halim (71 tahun) yang baru menetap selama tiga bulan di panti turut mengalami perasaan itu.
Dirinya memiliki pandangan tersendiri dalam merespon keresahannya.
“Sebagai manusia ya wajar kalau sering bosan, tetapi ya inisiatif sendiri buat cari kegiatan,” ucap Halim.
Melihat banyak lansia yang sering mengeluh bahkan meminta pulang kembali ke rumah mereka, Halim terpikirkan untuk membantu mencairkan suasana.
Ia sering mengajak lansia yang terlihat suka menyendiri dan kurang bergaul untuk memiliki kegiatan bersama.
“Ada yang mau meminta belajar menjahit, saya ajari. Kalau menyanyi saya ajak siapa saja, kadang perawat juga saya suruh nyanyi,” katanya.
Terlepas dari semua itu, para lansia memiliki kisah yang ingin mereka ceritakan kepada orang banyak.
Halim menginginkan agar orang di luar juga turut memperhatikan kondisi lansia di panti.
“Kalau bisa, ada orang dari luar yang datang dan melihat keadaan di sini dan memberi solusi-solusi supaya ke depan panti ini bisa lebih baik lagi dan berguna untuk semuanya,” ungkap Halim.
Cerita Lena dan Halim menjadi pesan bagi kita untuk bisa semangat dan menghargai kehidupan yang sedang dijalani.
Kontributor: Hosea Richard S., Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.