RD Robertus Bellarminus Aditya Wahyu Nugraha: Bangga Menjadi Gembala di Rumah Sendiri

Semua keluarga besar ibu dan ayahnya menganut agama Islam sedangkan yang beragama Katolik hanya sang ibu dan RD. Aditya.

Katolikana.com—Umat lingkungan Santo Stanislaus Paroki Mojokerto bersyukur dan berbangga karena RD Robertus Bellarminus Aditya Wahyu Nugraha, salah satu putra terbaiknya, menerima tahbisan imamat pada Kamis, (23/6/ 2022). Romo Adit adalah Imam kedua dari lingkungan Santo Stanislaus Paroki Mojokerto.

Romo Adit lahir di Mojokerto, 14 Februari 1995. Beliau adalah anak tunggal dari Agustinus Dwidjo Djarinto (alm) dan Lydia Christiana Nunuk Kustantinah.

Motto tahbisannya adalah “Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Filipi 1:21)

Pendidikan

Romo Adit menempuh pendidikan di TKK Wijana Sejati, Mojokerto (1999-2001); SDK Wijana Sejati, Mojokerto (2001-2007) dan SMPK St. Yusup, Mojokerto (2007-2010). Romo Adit tamat dari SMAK Seminari Garum, Blitar (2010-2013).

Romo Adit menyelesaikan studi sarjana strata satu di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) (2015-2019) dan menjalani Studi Teologi Institutum Theologicum Ioannis Mariae Vianney Surabaya (IMAVI) (2019-2021)

Sambutan Ketua Panitia John Lobo pada Misa Perdana RD Aditya. Foto: Istimewa

Formasi Panggilan

Romo Adit menjalani formasi di Seminari Menengah St. Vincentius a Paulo Garum, Blitar (2010-2014); Seminari Tahun Orientasi Rohani Yohanes Maria Vianney, Sasana Krida Jatijejer, Trawas, Mojokerto (2014-2015); dan Seminari Tinggi Providentia Dei, Surabaya (2015-2021).

Lalu dilanjutkan dengan pelantikan Lektor (9 Agustus 2018), Akolit (16 Agustus 2019), dan  Tahbisan Diakon (20 Juni 2021). Tahun Diakonat dijalani di Paroki Hati Kudus Yesus Katedral Surabaya (20 Juni 2021-15 Mei 2022).

Bening panggilan mulai tumbuh sejak duduk di bangku sekolah dasar. Ketika itu sang ibu memperlihatkan sosok seorang uskup yang sedang merayakan Ekaristi di paroki.

Dengan busana yang megah dan senyum ramah, ia merasa kagum atas wibawa dan karisma uskup sebagai lambang kehadiran Yesus Kristus, Sang Gembala Agung. Keterpesonaan itulah yang menuntun perjalanan panggilannya.

Perjalanan panggilannya memang tak mudah. Saat kelas XII di Seminari Garum, Adit harus dihantam berbagai cobaan. Sang ayah sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia. Berikutnya ia masuk rumah sakit karena mengidap demam berdarah. Kisah pilu lainnya adalah mengalami kecelakaan sepeda motor.

Di balik kepiluan tadi, ternyata Tuhan masih mencintai dia dengan memberikan sukacita untuk mengimbangi kesedihan yang dialami.

Ia merasa bersuka cita karena sembuh dari sakit dan sang ayah telah lepas dari penderitaannya dan bahagia di surga. Walau tidak menyaksikan secara fisik, ia yakin sang ayah menyaksikan karya imamatnya kelak dari surga.

Kendati dihantam berbagai cobaan, Romo Adit tetap menjatuhkan pilihan untuk menjadi imam diosesan.

“Saya ingin membaktikan diri bagi Keuskupan Surabaya karena di sinilah saya dibesarkan dan berproses. Berbagai pengalaman dalam proses pembinaan di Seminari Garum, Tahun Rohani, dan Seminari Tinggi Providentia Dei, serta kisah sejumlah umat yang begitu merindukan sosok imam, saya makin tergerak hati untuk menjadi seorang imam,” ujarnya.

Setelah menerima tahbisan imamat, Romo Adit perayaan misa perdana pada Minggu (26/6/2022) dan misa keluarga pada Kamis (30/6/2022).

Tahbisan imamat RD Aditya. Foto: Istimewa

Moderasi Beragama

Misa keluarga malam itu menggambarkan kisah tentang moderasi beragama. Semua keluarga besar ibu dan ayahnya menganut agama Islam sedangkan yang beragama Katolik hanya sang ibu dan Romo Adit.

Keluarga besar Romo Adit terlarut dalam kebahagiaan dan kebanggaan hal ini terungkap dalam setiap sambutan melalui senyuman dan eratnya genggaman tangan kala menyambut tamu undangan yang hadir.

Hal ini juga terlihat dengan jelas ketika beberapa anggota keluarga berpose bareng Romo Adit.

“Melihat segala dinamika yang ada, saya berpikir untuk lebih peduli dengan memprioritaskan penggembalaan di ‘rumah sendiri’ dan menjadikan Kristus nomor satu di hati umat beriman serta hati saya sendiri,“ ujarnya.

“Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Flp 1:21). Dengan menjadi imam, saya dapat hidup untuk Kristus dan mati pun tak apa karena saya sudah mempersembahkan diri saya kepada-Nya sebagai ganti nyawa saya,” tambah Romo Adit.

Romo Adit menjalani tugas Imamat sebagai pendidik di SMA Seminari Garum, Blitar. Di sana masih tersimpan berbagai kenangan tentang kisah masa lalu ketika Romo masih berseragam putih abu-abu.***

Guru Pendidikan Agama Katolik di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto. Penggagas Gerakan Katakan dengan Buku (GKdB), Anggota Pustaka Bergerak Indonesia, Pendiri Sa’o Pustaka dan beberapa Taman Baca serta pegiat literasi nasional. Lewat GKdB penulis menggerakan masyarakat baik secara pribadi maupun komunitas dalam mendonasikan buku untuk anak-anak di seluruh Indonesia. Guru Motivator Literasi (GML) tahun 2021.

MojokertoPentahbisan ImamTahbisan
Comments (0)
Add Comment