Berdopo dan Lempeng Juruh, Kuliner Jadul Khas Yogyakarta

Berdopo adalah makanan khas Bantul. Lempeng juruh adalah makanan khas Imogiri.

Katolikana.com—Berdopo dan lempeng juruh adalah makanan jadul yang mulai tergeser oleh aneka makanan modern. Meski begitu, Anda bisa mencicipi berdopo dan lempeng juruh di beberapa event di Yogyakarta.

Karyawan pedagang berdopo dan lempeng juruh Ubai menjelaskan berdopo merupakan versi asli dari dadar gulung. Perbedaannya terletak pada bahan utamanya.

“Berdopo sebenarnya versi lama dari dadar gulung. Dadar gulung versi sekarang kulitnya dibuat dari tepung. Kalau berdopo dibuat dari singkong. Jadi singkong diparut, tanpa diperas, hanya dicampur garam dan vanili,” papar Ubai.

Pemilik dagangan berdopo dan lempeng juruh Pandu menambahkan warna asli berdopo adalah putih gading. Namun, ia memberikan variasi warna hijau.

“Warna asli berdopo itu putih gading. Hijau supaya ada variasinya. Warna hijau itu dari daun suji dan daun pandan,” tambah Pandu.

Bahan dasar lempeng juruh juga singkong dengan keunikan rasa gurih manisnya.

“Lempeng juruh sama bahannya dari singkong juga. Tapi, uniknya dia itu nanti ditaburi gula Jawa. Jadi gurih manis rasanya,” lanjut Ubai.

Pandu (kiri) dan Ubai (kanan). Foto: Istimewa

Proses Pembuatan

Cara pembuatan berdopo tergolong unik karena memakai uap air. Adonan yang ada ditempel ditutup ketel yang digunakan untuk memasak air hingga matang. Adonan ditempel di tutup ketel hingga matang sekitar 10-15 detik.  Setelah adonan matang, maka akan diberi isian enten-enten.

“Kalau sudah matang dicampur atau diberi isian berupa enten-enten, yaitu campuran dari kelapa parut, gula jawa dan nangka. Kalau sudah selesai dibaluri kelapa,” sambung Ubai.

Cara pembuatan lempeng juruh cukup sederhana, hanya digoreng tidak dengan api besar, lalu ditaburi gula jawa. “Gorengnya dengan api kecil atau sedang. Biasanya penggorengannya cepat karena tipis,” ujar Pandu.

Menggoreng Lempeng Juruh

Khas Bantul

Pandu mengatakan dagangannya menjadi satu-satunya berdopo yang dijual di Yogyakarta. “Berdopo ini makanan lama khas Bantul. Di pasar pun sudah tidak ada. Ini satu-satunya,” kata Pandu.

Namun sayangnya, dagangan berdopo dan lempeng juruh belum memiliki merek dan toko offline. Pembeli hanya bisa menemukan berdopo dan lempeng juruh di acara-acara tertentu di Yogyakarta.

“Kami belum memiliki toko offline karena anak muda belum terlalu suka. Jadi kita baru buka dan jualnya itu pas ada event, seperti Pasar Kangen, Festival Kebudayaan Yogyakarta, dan sebagainya,” papar Ubai.

Memiliki toko menjadi salah satu keinginan yang ingin dicapai di masa mendatang. “Yogyakarta masih ada banyak event, tapi tentu ada keinginan juga untuk ada store,” tambah Pandu.

Anak Muda

Kesadaran akan minimnya pengetahuan orang muda terhadap berdopo dan lempeng juruh menjadi motivasi Ubai untuk menjual makanan ini.

“Jajanan lama seperti ini memang sudah jarang banget. Kita cari jajanan yang otentik biar bisa mengenalkan ke khalayak muda kalau ada loh jajanan zaman dulu yang sama enaknya dan gak kalah sama jajanan kekinian,” papar Ubai.

Ubai berdagang lempeng juruh sejak 2008 dan berdopo mulai 2019.

“Berdagang ini dimulai dari orang tua lalu turun ke kedua anaknya, salah satunya saya. Kami sudah menjual lempeng juruh sejak 14 tahun lalu dan berdopo sebelum COVID-19,” ucap Pandu.

Tanggapan Pembeli

Nade, pembeli Berdopo, tidak menyangka kalau yang dia beli adalah berdopo karena mirip dadar gulung.

“Saya kira ini dadar gulung, ternyata ini berdopo,” ucap Nade.

Menurutnya, berdopo memiliki perbedaan dengan dadar gulung dari segi bahan, porsi dan ketebalan.

“Menurut saya berdopo jauh lebih tipis, kenyal dan isi lebih sedikit dibandingkan dadar gulung. Dadar gulung lebih tebal dan padat,” papar Nade.

Berdopo. Foto: campaniarestaurant.com

“Kalau tidak ada yang jual, saya tidak pernah tahu ada makanan berdopo. Menjual makanan ini bagus juga, jadi banyak yang bisa mengenal makanan ini,” tutur Nade.

Weda, yang membeli lempeng juruh, mengaku gembira ketika menemukan lempeng juruh. Menurutnya, lempeng juruh ini mirip dengan Opak di tempat asalnya, Bali.

“Senang bisa menemukan makanan ini. Lempeng juruh ini mengingatkan saya pada jajanan di masa kecil. Kalau di Bali namanya Opak,” papar Weda.

Perbedaan lempeng juruh dengan opak adalah dari bentuk dan gula merah.

“Opak dua bentuk, persegi dan bulat. Kalau bulat lebih kecil tapi gula merahnya banyak. Kalau persegi mirip seperti lempeng juruh, hanya beda bentuk dan ukuran saja,” sambung Weda. (*)

Kontributor: Dessy Franly, Albertus Handy Widodo, Bernadetha Christy Herdantia, Cokorda Agung Istri Wedawati

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

BerdopoLempeng Juruh
Comments (0)
Add Comment