Katolikana.com—Indonesia memiliki keanekaragaman budaya. Setiap daerahnya memiliki keunikan, salah satunya lagu daerah.
Lagu daerah biasanya identik dengan bahasa daerah dan mengandung makna mendalam.
Umumnya, warga lokal daerah tertentu hafal dan mengetahui lagu daerahnya. Namun, lagu daerah ternyata mulai luntur di telinga masyarakat.
“Aku tahu lagu daerahku karena di Bali banyak lagu daerah. Favoritku lagu Dadong Dauh,” ujar Made Gangga Narendra Uma Dewi, mahasiswi dari Bali.
Agnes Amalia Rosa, mahasiswi asal Magelang mengaku kurang tahu lagu daerahnya.
“Lagu daerah Magelang, aku kurang tahu. Setahuku tidak ada. Yang kutahu lagu dari Jawa Tengah, misalnya Gambang Suling dan Gundul-Gundul Pacul,” ungkap Agnes.
Budaya Modern
Budaya modernisasi yang makin masif di kalangan generasi muda menjadikan mereka jarang mendengarkan lagu daerah.
“Saya lupa kapan terakhir kali mendengarkan lagu daerah. Saya jarang saya punya keinginan dan memiliki kebutuhan untuk mendengarkan lagu daerah,” ungkap Made.
Lintang, mahasiswi asal Kota Gudeg juga mengaku hal yang sama.
“Sudah lama saya tidak mendengarkan lagu daerah. Sepertinya, terakhir waktu SMP atau bahkan SD, saya tidak ingat,” ujarnya.
Tidak ada Dorongan
Lunturnya lagu daerah di kalangan generasi muda perlu menjadi perhatian kita. Generasi muda zaman now lebih memilih mendengarkan lagu pop daripada mendengarkan lagu daerah.
“Saya tidak mendengarkan lagu daerah karena tidak ada dorongan atau kebutuhan untuk mendengarkannya,” ujar Lintang.
Menurut Agnes lagu daerah cenderung membuat mengantuk sehingga dianggap tidak bisa membangkitkan semangat.
“Lagi senang mengdengarkan lagu yang bisa membangkitkan semangat mengerjakan skripsi. Jujur saja, setiap dengar lagu daerah malah jadi mengantuk,” jelas Agnes.
Upaya Minim
Menurut pemerhati budaya dan pustakawan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Yohanes Siyamta, permasalahannya tidak sekadar lagu yang luntur di telinga masyarakat, tetapi juga minimnya upaya untuk melestarikan lagu daerah.
Siyamta menambahkan, lunturnya lagu daerah di telinga generasi muda disebabkan karena modernisasi yang berkembang cepat. Generasi muda cenderung merasa tidak populer dengan lagu berbahasa daerah.
“Ini berbeda pada tahun 1970-an saat saya usia anak-anak. Permainan dengan lagu daerah masih kerap dilakukan. Ada Jamuran, Cublak-Cublak Suweng, itu semua menggunakan bahasa daerah dan semua orang suka mendengarkan karena belum ada hiburan lain,” ujar Siyamta.
“Zaman sekarang, anak-anak sudah kenal teknologi modern dan digital sehingga tidak tertarik lagi dengan hal-hal yang menurut mereka tidak sesuai dengan zaman,” tambahnya.
Menurut Siyamta, kebiasaan di keluarga juga menjadi faktor pendorong lunturnya lagu daerah. Saat anaknya kecil, orang tua ingin anaknya fasih berbahasa asing, sehingga sudah memberikan tayangan berbahasa Inggris.
“Di keluarga, orang tua tidak pernah menyanyikan lagu daerah dalam suasana kebersamaan. Tidak ada usaha untuk ‘ayo coba menyanyikan lagu ini’. Tidak pernah,” jelas Siyamta.
Di sisi lain, desakan budaya populer ini tak hanya melunturkan lagu daerah namun juga lagu anak-anak. Media massa dan media digital pun jarang menyiarkan acara kebudayaan. Biasanya, hanya dilantunkan saat ada acara-acara besar seperti konferensi dengan warga asing.
Kuasai Budaya Daerah
Siyamta berpesan untuk melestarikan lagu daerah dan kebudayaan di Indonesia dengan memperkenalkan dan melestarikan di ranah keluarga dan pendidikan serta menggunakan teknologi sebagai alat melestarikan budaya.
“Pertama, keluarga menjadi dasar untuk menjaga norma dan kebudayaan. Boleh belajar budaya lain dan mengacu pada dunia modern, namun sebelum menguasai hal modern tersebut, kuasai dahulu budaya daerah termasuk lagu daerah. Saya berharap pemerintah juga berusaha menjaga kebudayaan dengan memanfaatkan teknologi modern,” pungkasnya. (*)
Kontributor: Nathania Valentine (Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta)
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.