Oleh Pastor Stefanus Wolo Itu, Warga Indonesia, tinggal di Eiken AG Swiss
Katolikana.com—Malam tadi saya mengunjungi keluarga Israel-Swiss di Stein. Ya, kunjungan orang Indonesia ditengah pro kontra kehadiran team sepak bola Israel U-20 di Indonesia.
Saya mengenal keluarga ini sejak Desember 2014, melalui puteri mereka Dynia salah satu puteri altar paroki.
Karena baru tiba dari Jerman, saya berusaha mengenal umat, termasuk putera puteri Altar. Saya menanyakan nama, tempat tinggal dan asal usul orang tua.
Mereka datang dari pelbagai bangsa: Swiss, Jerman, Italia, Austria, Polandia, negara-negara eks Jugoslavia, Amerika Latin, Afrika dan Thailand.
Saya juga menanyakan asal usul Dynia. Dynia menjawab: “Ibu saya Lydia orang Swiss dan ayah saya Tanja dari Israel. Mama saya katolik. Ayah saya penganut Yahudi. Tapi keluarga kami rukun. Bapak mendukung saya dibabtis katolik, menerima komunio pertama dan menjadi puteri altar”.
Tahun 2015 saya mengunjungi mereka. Rumah mereka letaknya di pinggir sungai Rhein, tak jauh dari industri farmasi Novartis.
Kami menikmati kopi sore sambil berkisah tentang negara Israel dan Indonesia.
Waktu terus berlalu. Karena kesibukan kami jarang bertemu. Dynia juga sudah tidak aktif lagi sebagai puteri altar karena harus lanjut studi kedokteran di Universitas Zürich.
Hari Jumat (31/3/2023) malam kami bertemu lagi. Kami menikmati makanan khas Israel seperti kacang almond, kurma, ikan salmon dan sayur.
Setelah makan mereka mereka menunjukan alat musik piano, biola dan perangkat musik lainnya. Mereka juga menunjukan kaset-kaset lagu klasik. Dan tak kalah menarik mereka menunjukan buku-buku dan perangkat belajar Matematika.
Mereka menggunakannya saat sang istri mengandung dan saat Dynia masih kecil. Mereka berceritera tentang kebiasaan keluarga-keluarga Yahudi, situasi Israel, Palestina dan timur tengah umumnya.
Setiap tahun mereka selalu berlibur ke Israel. Mereka mengunjungi tanah tumpah darah dan saudara saudari sebangsanya. Nasionalisme dan kerinduannya kembali ke kota Sion, Jerusalem tidak pernah pudar meski sudah lama tinggal di Swiss.
Dua Kali Pulau Flores
Tanja berceritera bahwa Israel adalah satu-satunya negara bangsa Yahudi. Negara kecil ini luasnya 22,145 km persegi. Ya, hampir dua kali luas pulau Flores.
Israel berbatasan dengan laut Tengah, Libanon, Suriah, Palestina, Yordania dan Mesir. Sesuai data 2021 jumlah penduduknya 9,364 juta jiwa.
Israel menjunjung tinggi kebebasan beragama. Penganut agama terbesar adalah Yahudi 6.820 juta jiwa atau sekitar 74,2 %.
Urutan kedua Muslim 17,8 %. Agama kristen menempati urutan ketiga yaitu 2 % dan terakhir agama Druze atau Daraziyah 1,6.
Keempat agama ini hidup berdampingan secara damai. Dalam urusan agama tidak ada kecemasan akan diktator agama mayoritas atau tirani agama minoritas.
Bila berziarah ke Israel kita menjumpai warga keempat agama itu di semua obyek wisata suci.
Tanja seorang Doktor Bioteknologi dan bekerja di perusahaan farmasi terkenal Novartis.
Dia mengenal dan menyebut hampir semua ilmuwan terkemuka keturunan Yahudi.
Albert Einstein, penemu teori Relativitas yang studi di Universitas Zürich dan tinggal di Swiss.
Thomas Alva Edison, penemu bola lampu listrik. Leonard Kleinrock penemu Internet dan Lary Page penemu mesin pencari Google.
Ada Mark Zuckerberg, penemu aplikasi Facebook, Bill Gates penemu Microsoft dan Andy Rubin, pencipta sistem operasi Android.
Mayoritas penerima Nobel adalah orang-orang keturunan Yahudi. Dari 170 an peraih Nobel ilmu pengatahuan, 102 penerimanya berkebangsaan Yahudi.
Ada begitu banyak perusahaan multinasional yang menguasai dunia dewasa ini. Mungkin juga ada di Indonesia.
Sebut saja Carrefour, Barric Gold, Baskin Robbins, Danone, Dell, Delta Galil, Hagen Dazs Ice Cream, Intel Corporation, Philip Moris, Revlon, Starbucks Cooperation, Star TV dan masih banyak lagi. Semuanya dikelola oleh para pebisnis keturunan Yahudi.
Ketekunan Ibu
Saya begitu kagum dan penasaran. Saya bertanya pada Tanja: Mengapa kualitas intelektual orang Israel dan orang Yahudi umumnya begitu hebat?
Dia menjawab tegas: “Orang Yahudi cerdas karena ketekunan para ibu!”
Mereka memperhatikan pendidikan sejak bayi dalam kandungan. Bahkan mereka meyakini bahwa sejak terjadi pembuahan antara sel telur dan sel sperma, otak janin sudah mulai terbentuk.
Wanita Israel yang sedang hamil harus banyak mendaraskan doa dalam lagu. Menyanyi yang rutin merangsang perkembangan kecerdasan emosional.
Wanita hamil juga bermain Piano dan mendengar musik klasik. Anak-anak diwajibkan melatih Piano dan Biola. Kedua alat musik ini dipercaya sangat efektif meningkatkan kecerdasan IQ. Irama musik, terutama musik klasik karangan Mozart bisa merangsang sel otak.
Wanita hamil Israel juga harus mempelajari dan mengerjakan soal-soal Matematika dengan sukacita.
Anak-anak Israel juga wajib belajar Matematika dan konsep-konsep yang berkaitan dengan bisnis dan perdagangan. Itulah sebabnya orang Yahudi menguasai perdagangan dunia.
Ibu-ibu yang sedang menyusui harus banyak makan kacang almond, kurma dan minum susu. Siang hari sang ibu makan salad, roti dan daging ikan. Menu makanan mereka didominasi ikan.
Daging ikan dianggap bagus untuk otak. Tapi kepala ikan harus dihindari karena mengandung sat yang mengganggu pertumbuhan anak. Wanita hamil juga harus banyak mengkonsumsi minyak ikan.
Mereka mengajarkan anak-anak agar tidak makan daging lain dan ikan pada waktu yang sama. Hal itu akan mengganggu pertumbuhan.
Mereka juga menyiapkan pil ikan untuk anak-anak. Mereka duluan makan buah, baru roti dan nasi. Makan buah setelah nasi atau roti membuat ngantuk dan malas kerja.
Israel termasuk negara penghasil rokok. Tapi kebanyakan mereka tidak merokok. Mereka tahu bahwa nikotin akan merusak sel utama dalam otak.
Merokok tidak saja berdampak pada perokok, tapi juga keturunannya. Keturunan menjadi bodoh karena merokok.
Anak-anak Israel harus belajar dan menguasai tiga bahasa yaitu Ibrani, Arab dan Inggris. Sejak kecil mereka harus aktif berolah raga.
Olah raga terkenal adalah menembak, memanah dan lari. Menembak dan memanah akan membuat otak anak cemerlang dan mudah terfokus pada aktivitas berpikir.
Bangsa Kecil
Saya terkagum-kagum mendengar ceritera pengalaman itu. Kehebatan mereka karena pendidikan dalam keluarga.
Lebih lanjut Tanja katakan: “Stefan, bangsa kami kecil, tapi banyak dimusuhi. Kami memiliki banyak kehebatan. Karenanya kami ditakuti semua negara tetangga dan disegani dunia”.
Saya menimpalinya: “Tanja, bangsa kami besar, luasnya 5.180.053 km persegi dan berpenduduk 275 jutaan jiwa. Letaknya juga jauh di Asia Tenggara sana. Kami takut Israel! Bangsa kami paling pengecut. Kami begitu takut kepada 20 an pemain sepak bola Israel U-20 yang hendak berlaga di Indonesia. Beberapa hari ini kami ricuh. Presiden FIFA, Gianni Infantino sudah membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20”.
Sambil tertawa, Tanja menyodorkan Sportschau dari kantor FIFA di Zürich Swiss.
“Gianni Infantino involviert Israelfeindlichkeit – FIFA entzieht Indonesien die U20-Weltmeisterschaft. Die FIFA hat Indonesien die Ausrichtung der U20-WM entzogen, die im Mai beginnen soll. Einen Grund nannte der Weltverband nicht, aber es dürfte die Israelfeindlichkeiten im muslimischen Staat ein”.
Ya, Federasi Sepak Bola Internasional di bawah pimpinan Gianni Infantino membatalkan penyelenggaraan kejuaraan sepak bola dunia usia 20. Penyebabnya adalah rasa benci, ketakutan dan permusuhan terhadap Israel.
Saya malu dan geleng-geleng kepala. Katanya politik luar negeri Indonesia bebas aktif dan cinta damai.
Tapi kog tidak turut serta menciptakan perdamaian dunia, termasuk menjadikan bola kaki sebagai langkah-langkah kecil proses perdamaian Israel dan Palestina.
Tidak Perlu Kecewa
Tanja dan istrinya lalu menghibur saya: “Stefan, semuanya sudah selesai. Tidak perlu kecewa. Lapangan yang ada dijadikan tempat olah raga anak-anak Indonesia.”
“Mereka bisa berlari, latihan memanah dan menembak diiringi musik-musik khas Indonesia. Jangan musik klasik ya. Nanti telinga orang Indonesia sakit. Musik klasik banyak ditulis musikus terkenal turunan Yahudi.”
“Indonesia kaya ikan. Tapi jangan terlalu sering makan kepala ikan. Nanti kamu jadi penakut. Ada uang beli saja banyak ikan untuk ibu-ibu hamil di sana. Biarkan bayi-bayi mereka sehat dan cerdas seperti bayi-bayi Yahudi.”
“Hari minggu kita rayakan Palmsonntag. Kita akan mengenangkan Yesus masuk kota Sion, Yerusalem. Yerusalem akan dipenuhi anak-anak Israel dan Palestina. Anak-anak yang yang cerdas, berkualitas dan hidup berdamai”.
Dalam hati saya bilang, “Ngemi Kau he he”. Saya pamit dan langsung kembali ke pastoran, tidur nyenyak sampai pagi.
Bangun pagi sambil minum kopi saya menulis kembali kisah kami semalam.
Kita belajar dari orang Israel dan Yahudi. Pendidikan anak adalah kekuatan mereka. (*)
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.