Katolikana.com—Pemikiran Gus Dur ibarat sumur yang dalam dan airnya tidak akan habis kendati ditimba oleh banyak orang. Waktu satu bulan sepertinya tidak cukup.
Oleh karena itu kedepan aksi untuk mendaratkan gagasan Gus Dur akan didesain dalam format yang beragam sehingga menarik bagi para pengikut dan murid beliau.
Perlu diketahui bahwa aktivitas yang dilakukan bukan untuk mengglorifikasikan Gus Dur tetapi sebagai apresiasi bahwa pemikiran dan keteladanan mantan Presiden RI itu patut untuk kita tiru.
Hal ini disampaikan oleh Aulia Abdurrahman Soleh, penanggung jawab KGP Batch 1 pada acara penutupan Kelas Pemikiran Gus Dur (KGP) yang berlangsung Rabu (12/4/2023) pukul 14.30-16.30 WIB.
Acara KPG diikuti oleh 300 peserta pilihan dari 1.100 orang dan berlangsung selama satu bulan. Peserta hasil seleksi dari 7 batch mengikuti acara secara virtual via platform Zoom meeting.
Jaringan Gus Durian
Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau bisa dikenal sebagai Alissa Wahid sebagai pembicara utama menyampaikan secara singkat tentang latar belakang pelaksanaan KPG dan lahirnya Jaringan GUSDURian.
“Semua berawal dari kegelisahan kaum minoritas pasca wafatnya Gus Dur. Dulu kalau ada apa-apa kami mengadu ke Gus Dur. Sekarang setelah beliau sudah tidak ada, kami mengadu pada siapa?” kata Alissa.
Menurut Alissa, ada yang bersimpati tetapi tidak berani berada pada barisan paling depan.
“Kegelisahan mereka adalah kegelisahan kami juga. Dengan kapasitas yang ada kami mencoba mendesain strategi untuk melanjutkan perjuangan Gus Dur sekaligus panduan bagi kami untuk bergerak,” ujar Alissa.
“Akhirnya saya berkelana dari satu kota ke kota lain untuk bertemu dengan teman-teman dan murid Gus Dur. Proses yang tidak mudah dan cukup panjang itu akhirnya melahirkan jaringan GUS DURian,” tambahnya.
Ketika menyajikan materi tentang Gus Dur dalam keseharian, Alisa menuturkan sejak Gus Dur wafat sampai saat ini makam beliau tidak pernah sepi.
“Selalu ada orang yang berziarah dan berdoa di sana. Bahkan peziarah bukan hanya orang-orang NU atau yang memiliki tautan sejarah dengan NU semata tetapi manusia yang datang dari berbagai latar belakang,” ujar Alissa.
Bertemali dengan hal tersebut Alisa mengutip kalimat bijak yang disampaikan oleh James Russell Miller seorang penulis populer dari Pennsylvania.
“The only think walks back from the tomb with the mourners and refuses to be buried is the character of a man. What a man is survives him. It can never be buried”.
“Orang-orang bijak itu ketika mereka meninggal dunia satu-satunya hal yang ikut pulang bersama para peziarah ketika meninggalkan kuburan adalah karakter. Personalitas watak seorang yang bijak itu melampaui jasadnya.”
Pemimpin yang demikian adalah sosok individu yang berhasil memadukan kerendahan hati yang ekstrem dengan kehendak profesional yang kuat.
Salah satu contohnya adalah Mahatma Gandhi, seorang pemimpin spiritual dan politikus asal India yang melawan tanpa kekerasan dan pengusung gerakan kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai. Sampai saat ini orang masih terus mempelajari pemikiran-pemikirannya.
Mengenang Warisan Gus Dur
Karakter manusia yang istimewa di mana teladan dan pemikirannya itu masih terus dikenang dan menjadi sumber inspirasi terjadi pada Gus Dur.
Kendati masa kepemimpinannya sebagai Presiden Republik Indonesia hanya berlangsung singkat yakni dari 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001, ada tujuh peninggalan berharga yakni:
- Pemisahan militer dan polisi.
- Pembubaran organ negara yang rentan dikooptasi.
- Penyiapan KPK, lembaga Ombudsman, dan komisi yudisial.
- Konsep negara maritim
- Resolusi konflik berbasis martabat kemanusiaan (Papua, Aceh, Timor Leste, konflik Maluku).
- Menutup luka sejarah (G30S/PKI, etnis Tionghoa),
- Inpres No.9 tentang Mainstraming Gender.
Sebagai pemimpin Islam, warisan yang berharga yang ditinggalkan Gus Dur antara lain:
- Islam ramah-Islam Rahmat.
- NU yang kuat dan terbuka.
- Generasi muda NU yang mendunia.
- Hubungan antar iman.
Kepemimpinan Gus Dur
Sementara itu dalam kapasitasnya sebagai pemimpin publik harta berharga yang diwariskan oleh Gus Dur yakni Civil Society yang progresif, LSM dan Organisasi Non-Pemerintah (Ornop), demokrasi dan HAM, serta orientasi kerakyatan.
Warisan-warisan tersebut hingga saat ini masih menjadi penyangga sehingga bangsa ini selalu kokoh dan harmonis.
“Kalau teman-teman melihat ini, kita jadi bertanya: kok bisa ya mengerjakan banyak hal begitu?” tanya Alissa.
“Saya menemukan teori-teori kepemimpian dari John Maxwell dan Steven R Covey yang menyampaikan bahwa setiap orang memiliki pusat atau sumbu kehidupan masing-masing,” ujar Alissa.
Menurut Alissa, jika pusat atau sumbu kehidupannya adalah materi maka dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan materi dan akan menggunakan apapun yang dia miliki untuk mendapatkan materi.
“Begitu juga dengan orang yang meletakkan kekuasaan sebagai pusat atau sumbu kehidupannya maka ketika dia akan melakukan pekerjaan yang bisa mendatangkan kekuasaan,” papar Alissa.
“Kalau dia punya anak maka anaknya digunakan untuk mempertahankan kekuasaan. Kalau dia punya koneksi, maka aflisianya akan digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya,” lanjutnya.
“Ada juga orang yang meletakkan agama bukan spiritualitas atau Tuhan sebagai pusat kehidupannya maka apapun dia lakukan demi agama yang dianut bukan Tuhan yang diimani,“ kata Alisa penuh semangat.
Menurut Alissa, pemimpin besar biasanya meletakkan prinsip-prinsip luhur sebagai pusat kehidupannya.
“Jadi ketika dia menjalankan roda kepemimpinan, yang menjadi pegangan itu adalah prinsip-prinsip mulia seperti menempatkan kemanusiaan sebagai pusat kehidupannya.
Andaikan dia memiliki anak maka ia akan anaknya sebagai manusia bukan sebagai makhluk yang harus dikuasai.
Kalau dia punya uang maka akan memanfaatkannya untuk kepentingan kemanusiaan.
Kalau dia punya kekuasaan ia akan menggunakan otoritas tersebut untuk mengangkat derajat manusia juga.
Jadi, semua yang ada dalam aspek atau dimensi hidupnya sebagai pemimpin akan digunakan untuk kepentingan kemanusiaan.
“Pemimpin yang demikian biasanya akan lebih lebih punya integritas, mereka tidak akan kesulitan untuk mengambil kebijakan dan mengimplementasikannya dalam program-program yang beritegritas pula,” tegas Alissa. (*)
Guru Pendidikan Agama Katolik di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto. Penggagas Gerakan Katakan dengan Buku (GKdB), Anggota Pustaka Bergerak Indonesia, Pendiri Sa’o Pustaka dan beberapa Taman Baca serta pegiat literasi nasional. Lewat GKdB penulis menggerakan masyarakat baik secara pribadi maupun komunitas dalam mendonasikan buku untuk anak-anak di seluruh Indonesia. Guru Motivator Literasi (GML) tahun 2021.