Katolikana.com—Suatu sore, setelah bekerja seharian, seorang dosen senior berujar kepada saya.
“Pak, ada alasan mengapa dahulu Tuhan tidak memanggil saya menjadi imam. Mungkin ia mempunyai rencana menempatkan saya di sekolah ini untuk membimbing dan membantu mahasiswa dengan berbagai keterbatasan ini,” katanya.
Mendengar ucapan itu, saya sedikit tertegun lalu menanggapi dengan tersenyum dan menyemangati.
Dosen ini adalah mantan frater. Sekolah tempat kami mengajar kini pun berkomposisi mahasiswa dengan kemampuan pas-pasan.
Ujaran singkat itu merupakan ungkapan penemuan panggilan seseorang yang menyadari eksistensinya untuk berada di tempat tertentu dan berguna bagi orang tertentu.
Misteri
Panggilan adalah misteri, begitu kira-kira ungkapan Pastor senior, mantan pembina ketika saya masih tinggal di Novisiat.
Panggilan adalah misteri. Tidak ada orang yang tahu dengan pasti apa panggilannya dan ke mana akhirnya hidupnya akan berlabuh.
Orang hanya akan tahu bahwa itu adalah panggilannya ketika ia menyadari alasan mengapa ia berada di tempat dan dengan orang tertentu.
Paulus—dulunya Saulus—pun tidak pernah tahu akan panggilannya. Ia mulai masuk ke jalur panggilan ketika Yesus menjatuhkannya dari kuda dan membuatnya buta.
Kejadian ini merupakan langkah awal untuk menjadi salah satu pewarta Injil yang ulung sampai akhirnya dipenggal di Roma (bdk. Kis 9:1-19).
Fakta ini menunjukkan bahwa Tuhan memanggil orang tanpa disadari orang itu. Manusia hanya bisa menyadarinya ketika manusia sedang berada dalam jalan panggilan atau melalui potongan-potongan peristiwa hidup yang mengantarkannya kepada Tuhan.
Panggilan bukan hanya berlaku pada manusia. Setiap institusi mempunyai tujuan dan penggilan masing-masing.
Dalam konteks ini, sekolah Katolik juga punya panggilan. Contohnya, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat tempat saya bekerja.
Sekolah Tinggi milik Ordo Ursulin Indonesia ini bergerak di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Sekolah ini hadir di tengah masyarakat dan sudah menampakkan wujud panggilannya di tengah masyarakat.
Garam dan Terang
Hal itu kelihatan pada upacara Dies Natalis bulan Maret 2023 lalu, Sekolah Tinggi mengambil tema: Menjadi garam dan terang dunia.
Hal menjadi garam dan terang dunia amatlah penting di masa kini. Dunia semakin dirasuki mental instan dan mental pamer berkat kecanggihan dan salah kaprah digitalisasi. Terlalu banyak tantangan yang dihadapi oleh pranata sosial, termasuk lembaga pendidikan.
Tantangan utama berkaitan dengan bagaimana penanaman nilai-nilai etika dan moral serta semangat humanis berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Tantangan lain seperti persoalan manajemen yang humanis dalam terang semangat cinta kasih untuk mereka yang paling terpinggir dan paling lemah.
Selain itu, persoalan hilangnya orientasi dari peserta didik atau kontekstualitas para tenaga pendidik dan kependidikan yang mesti terus ditingkatkan dan dibenahi di tengah sulitnya situasi dunia akibat krisis dan perang.
Berhadapan dengan situasi ini, lembaga pendidikan penting untuk tetap hadir sebagai garam, yakni memberikan rasa, warna dan nuansa yang berkarakter sesuai nilai-nilai kasih dan cinta yang diajarkan oleh Yesus Sang Guru.
Hal ini berkaitan dengan bagaimana upaya lembaga pendidikan Katolik menuntun dan merangkul benih-benih dalam diri orang muda untuk tidak larut dalam mental pamer dan instan, atau terjebak masalah-masalah seperti penggunaan obat terlarang atau pergaulan bebas.
Selain itu bagaimana peran lembaga pendidikan Katolik untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi peserta didik untuk belajar.
Hal ini menuntut perlunya tindakan untuk menciptakan regulasi pun suasana sehingga tidak ada tindakan negatif seperti perundungan.
Yang ditumbuhkan harusnya semangat untuk saling menolong, terutama untuk yang lemah.
Pancaran karakter dan ciri khas lembaga pendidikan Katolik menjadikan lembaga Katolik mampu bertransformasi menjadi kandil yang memberikan terang di tengah suramnya situasi dunia atau dalam dunia pendidikan.
Peran menjadi garam dan terang dunia menjadi panggilan bagi lembaga pendidikan Katolik.
Refleksi
Menemukan atau menjalankan panggilan bukan hal mudah. Selain panggilan adalah misteri, terdapat sejumlah tantangan dalam jalan panggilan yang dijalani. Tantangan-tantangan itu tidak bisa diatasi jika manusia hanya mengandalkan kemampuan dan diri sendiri.
Rasul Petrus, Sang Batu Karang yang telah dipilih Yesus, pun bisa jatuh dan menyangkal diri sebagai pengikut Yesus ketika berhadapan dengan tantangan.
Namun Petrus menyadari kekurangan dan kembali pada Tuhan. Tindakan refleksi, sikap kembali dan bersandar pada Tuhan dan mencari kehendak Tuhan dalam panggilan menjadi hal yang perlu ditanamkan dan dipupuk dalam sepak terjang lembaga pendidikan Katolik.
Dalam semangat Minggu Panggilan, mari kita menyadari posisi dan panggilan kita. Sebagai manusia, sebagai lembaga pendidikan, atau apa pun peran kita, kita tetap menjadikan panggilan itu sebagai sarana dan bagian dari rencana Tuhan untuk menjadikan kita garam dan terang bagi dunia. (*)
Pengajar STPM St Ursula, Ende