Nafas “Keuskupan” Katolik di Jazirah Arab

Sebagai kawasan yang dikenal identik dengan identitas Islam, kekatolikan tetap mampu menghela nafas di Jazirah Arab.

Katolikana.com — Keberadaan umat Katolik di Semenanjung Arab sebenarnya sudah ditemukan sejak ratusan tahun silam, setidaknya sejak abad ke-4. Sebab sedari dulu semenanjung ini memang terkenal sebagai simpul bertemunya lalu-lalang manusia lintas benua dari Asia, Eropa, dan Afrika.

Namun dewasa ini, eksistensi umat Katolik di kawasan tersebut memang tengah memasuki babak yang baru. Fenomena oil boom membuat perekonomian sebagian negara di Jazirah Arab meroket secara eksponensial selama separuh abad terakhir. Mereka pun memanfaatkan momentum ini dengan berlomba-lomba menggenjot pembangunan di negaranya secara masif.

Hal ini membawa dampak ramainya arus masuk para ekspatriat dan tenaga terampil, terutama dari Eropa, Asia Selatan, dan Asia Tenggara, yang ikut mencari peruntungan dengan bekerja di negara-negara itu. Lantas sebagian ekspatriat dari berbagai negara ini kebetulan beragama Katolik.

Bersama dengan penduduk Katolik setempat yang jumlahnya minoritas, mereka inilah yang kini mengembuskan nafas kekatolikan di kawasan tersebut.

 

Vikariat Apostolik Aden, Hierarki Awal Gereja Katolik di Tanah Arab

Gereja Katolik tentunya menyadari betul fenomena ini. Untuk itu, walaupun belum dapat membentuk sebuah keuskupan yang mandiri, Takhta Suci Vatikan telah mendirikan Vikariat Apostolik Aden sejak tahun 1888. Hierarki ini berpusat di Aden, Yaman.

Hanya setahun berselang, Vikariat Apostolik Aden berkembang menjadi Vikariat Apostolik Arab dan menaungi seluruh wilayah Jazirah Arab. Mulai dari Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Qatar, hingga Arab Saudi.

Vikariat apostolik sendiri merupakan hierarki Gereja Katolik yang fungsinya hampir mirip dengan fungsi sebuah keuskupan. Pun demikian, statusnya masih sebagai wilayah misi dan levelnya setingkat di bawah keuskupan. Sebuah vikariat apostolik dipimpin oleh vikaris apostolik dengan gelar monsinyur (Mgr.)—sama dengan gelar yang dimiliki uskup.

 

Takhta Episkopal Baru dan Nama Baru

Seiring berjalan waktu, Takhta Suci Vatikan berhasil menjalin hubungan yang kian erat dengan Kuwait dan memandang sudah saatnya Gereja Katolik di Kuwait memiliki hierarki tersendiri. Maka lahirlah Prefektur Apostolik Kuwait yang terpisah dari Vikariat Apostolik Arab di tahun 1953. Prefektur Apostolik Kuwait kemudian naik status menjadi Vikariat Apostolik Kuwait setahun kemudian.

Takhta Vikaris Apostolik Kuwait terdapat di Katedral Keluarga Kudus, Kuwait. Gereja ini dibangun pada tahun 1956 di atas tanah hibah dari Pemerintah Kuwait dan sampai saat ini merupakan gereja terbesar di negara monarki tersebut.

Lantas pada tahun 2011, kedua vikariat apostolik di tanah Arab kembali bersalin wajah. Vikariat Apostolik Kuwait memakai nama baru yaitu menjadi Vikariat Apostolik Arab Utara (Apostolic Vicariate of Northern Arabia/AVONA). Sedangkan Vikariat Apostolik Arab berganti nama menjadi Vikariat Apostolik Arab Selatan (Apostolic Vicariate of Southern Arabia/AVOSA).

Seiring nama yang berganti, wilayah AVONA juga diperluas, tak lagi sebatas Kuwait. AVONA ikut mencakup beberapa negara yang sebelumnya masuk dalam Vikariat Apostolik Arab, yakni Bahrain, Qatar, dan Arab Saudi. Sementara itu, AVOSA melingkupi tiga negara, yakni Uni Emirat Arab, Oman, dan Yaman.

Lambang Vikariat Apostolik Arab Utara/AVONA (kiri) dan Vikariat Apostolik Arab Selatan/AVOSA (kanan), dua vikariat apostolik yang melayani umat Katolik di Jazirah Arab. Foto: Istimewa.

 

AVONA, Hadapi Restriksi Arab Saudi dan Punya Dua Katedral

Meskipun secara resmi AVONA melayani empat negara kaya di Semenanjung Arab, tetapi secara teknis AVONA hanya dapat berfungsi “aktif” di tiga negara. AVONA membawahi dua gereja paroki di Bahrain, empat gereja paroki di Kuwait, dan satu gereja paroki di Qatar.

Sementara itu, AVONA tidak memiliki satu pun gereja paroki di Arab Saudi. Sebab hingga saat ini Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Takhta Suci Vatikan. Tambahan lagi, aturan di negara tersebut merestriksi adanya tempat ibadat, aktivitas peribadatan, ekpresi keagamaan, dan kegiatan penyebaran agama selain Islam.

Dalam keterangan di situs resminya, AVONA menghargai sensitivitas tersebut dengan sikap rendah hati. Situasi ini diibaratkan tidak berbeda jauh dengan situasi yang dihadapi jemaat perdana. AVONA juga mengaku tetap dapat menjaga hubungan baik dengan otoritas lokal.

Dengan adanya hubungan baik ini, para ekspatriat beragama Katolik tetap diizinkan untuk masuk ke Arab Saudi dan bekerja secara temporer di negara tersebut. Meskipun untuk keperluan ibadat, mereka tetap harus menempuh perjalanan jauh ke Bahrain, Kuwait, atau Qatar.

Namun situasi di Arab Saudi tidak menjadi wajah tunggal AVONA. Sebab di luar Arab Saudi, justru AVONA menyimpan satu keunikan yang khas. Vikariat apostolik ini memiliki dua katedral yang terletak di dua negara berbeda.

Pada awalnya, saat Vikariat Apostolik Kuwait didirikan hingga kemudian berubah menjadi AVONA, vikaris apostolik berkedudukan di Katedral Keluarga Kudus di Kuwait. Katedral ini dibangun pada tahun 1957 di atas tanah hibah dari Emir Kuwait dan selesai pada tahun 1961.

Kelak pada tahun 2013, Raja Bahrain Syaikh Hamad bin Isa al-Khalifah berinisiatif memberikan hibah tanah seluas 9.000 m2. Dalam audiensi dengan Paus Fransiskus, Syaikh Hamad bin Isa al-Khalifah mempunyai visi untuk membangun gereja terbesar di Jazirah Arab sebagai simbol toleransi.

Inisiatif baik ini lantas ditindaklanjuti dengan pembangunan sebuah gereja yang diberi nama Katedral Bunda Maria dari Arabia. Gereja ini selesai dibangun pada tahun 2021 dan resmi menjadi gereja terbesar di Jazirah Arab.

AVONA pun lantas memindahkan kedudukannya ke katedral baru ini. Dengan demikian, AVONA resmi memiliki dua katedral, yaitu Katedral Bunda Maria dari Arabia, Bahrain, dan Kon-katedral Keluarga Kudus, Kuwait.

Katedral Santa Maria Bunda Arabia (kiri) dan Kon-katedral Keluarga Kudus (kanan). Dua katedral yang dimiliki oleh Vikariat Apostolik Arab Utara/AVONA. Foto: Istimewa.

 

AVOSA, Hijrah dari Aden menuju Abu Dhabi yang Toleran

Mulanya—semenjak masih bernama Vikariat Apostolik Arab, wilayah misi ini berpusat di Katedral Santo Fransiskus Xaverius, Aden, Yaman. Sayangnya, situasi politik yang tak menentu di Yaman di tahun 1973 membuat Aden tak lagi kondusif bagi takhta episkopal. Saat itu, terjadi perebutan kekuasaan yang intens diantara berbagai kekuatan politik di Yaman pasca Inggris meninggalkan negara itu.

Oleh karenanya, Vikariat Apostolik Arab memutuskan untuk “hijrah” meninggalkan Katedral Santo Fransiskus Xaverius, Aden, Yaman. Katedral Santo Yosep, di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pun menjadi pilihan.

Hingga kini berubah nama menjadi AVOSA, vikaris apostolik tetap berkedudukan di Abu Dhabi. Saat ini, AVOSA membawahi sembilan gereja paroki di Uni Emirat Arab, empat gereja paroki di Oman, dan satu gereja paroki di Yaman.

Di kemudian hari, pemindahan ini rasanya tepat belaka. Abu Dhabi menjadi tempat yang dipilih Paus Fransiskus dalam kunjungan monumentalnya di tahun 2019. Kunjungan kepausan ini membuat Paus Fransiskus mencatatkan sejarah sebagai Paus pertama yang pernah menginjakkan kaki di Jazirah Arab.

Kunjungan ini lantas mendapatkan eksposur yang semakin luas dari publik saat Paus Fransiskus dapat menandatangi Human Fraternity Document bersama dengan Imam Besar Al-Azhar, Syeih Ahmad al-Tayeb.

Dokumen ini dianggap sebagai salah satu tonggak terpenting di abad modern dalam mewujudkan persaudaraan antarumat beragama. Terkhusus, bagi dunia Islam dan Kristen.

Keistimewaan Abu Dhabi tak berhenti sampai di situ. Lokasi Katedral Santo Yosep juga tepat bertetangga dengan Masjid Maria Bunda Yesus (Masjid Maryam Umm Isa). Sebuah keunikan yang mengandung makna toleransi mendalam ketika gereja dan masjid sama-sama mengambil nama dari tokoh Keluarga Kudus Nazaret.

Meski demikian, pada awalnya, masjid tersebut diberi nama sesuai dengan nama Putra Mahkota Emirat Abu Dhabi kala itu, yakni Masjid Mohamed bin Zayed al Nahyan (MBZ). Akan tetapi, sang pangeran—kini Emir Abu Dhabi sekaligus Presiden Uni Emirat Arab, mengubah nama masjid tersebut menjadi Masjid Maria Bunda Yesus di tahun 2017.

Pangeran MBZ beralasan nama baru itu lebih mencerminkan semangat persaudaraan dan penghargaan akan keberagaman. Sebab Masjid Maria Bunda Yesus memang bertetangga dengan beberapa gereja dari berbagai denominasi Kristen di dalam satu area yang sama, termasuk diantaranya Katedral Santo Yosep.

Masjid Maria Bunda Yesus, Abu Dhabi. Foto: Istimewa.

 

***

Saat ini, melalui karya AVONA dan AVOSA, selalu ada misionaris-misionaris yang diberi tugas untuk melayani para penganut Katolik di kawasan ini. Gereja Katolik paham terdapat sejumlah komunitas kecil umat lokal, juga kelompok-kelompok imigran dari berbagai bangsa, yang membutuhkan pendampingan iman serta pelayanan pastoral.

Dapat dilihat banyak pula negara di Jazirah Arab yang tak menutup mata terhadap minoritas Katolik di negara mereka. Mereka menjalin hubungan baik dengan Gereja Katolik, menghibahkan tanah untuk pembangunan gereja—bahkan beberapa diantaranya memiliki ukuran sangat besar, hingga memberikan ruang bagi para misionaris untuk menjalankan karya sosial Katolik di negara mereka.

Dengan segala dinamikanya yang teramat khas, nyatanya Gereja Katolik tetap dapat mempertahankan nafas kekatolikannya di tanah Arab. (*)

 

Sumber: AVONA | AVOSA

Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha

Comments (0)
Add Comment