Bukan di Yerusalem, Bukan Juga di Vatikan

Umat Kristen tidak perlu memihak kepada Palestina ataupun Israel, atau berfokus pada 'teritorial mundane'.

Katolikana.com—Pada waktu Yesus Kristus hidup di muka bumi ini, 2000 tahun yang lalu, kepedulian akan hidup di dunia ini telah dipatahkan.

Umat Kristiani tidak perlu kiblat lagi. Tidak perlu ziarah saban tahun ke Yerusalem. Tidak butuh titel “Haji” dengan cara memenuhi perintah ke-sekian untuk menunaikan Ibadat yang berkiblat, Mengapa”

Di dalam Yohanes 4:21-26, dikisahkan, kata Yesus kepadanya:

“Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.”

“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”

Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami.”

Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.”

Disebut Zionisme atau kaum Zionist, karena orientasi mondial, jasmani, duniawi, politis, adalah bukit Zion, di mana Yerusalam dulu sampai sekarang terletak di atas bukit Zion.

Meskipun kita bernyanyi, “Ku mendaki ke bukit sion; Ku jalani bersama – sama; Ku mendaki ke bukit Sion; Ku jalani bergandeng tangan – Halleluya, o Halleluya; Ku jalani bersama – sama; Halleluya, o Halleluya; Ku jalani bergandeng tangan.”

Namun, bagi yang di dalam hidup ini mau berelasi dengan Dia yang adalah Roh & Kebenaran, oih, tidaklah perlu membuang-buang duit dan keterarahan kita dengan melambungkan Holly Pilgrimage atawa Ziarah Kudus ke Tanah Kanaan, yang menjadi obyek sengketa antara Israel dengan Palestina, plus sekutu-sekutunya.

Benar bahwa kita ini badan-jiwa, dan bukan hanya roh. Benar, benar dan benar!

Bagi yang mampu mentransendensi, yaitu melewati aspek-aspek empiris yang ditandai oleh kemampuan indera bin panca-indera, kita memasuki medan “wireless”, yakni gelombag keabadian, yang masuk di dalam Roh dan Kebenaran.

Patung, patung Yesus, Maria & Yosep, dan bahkan sebutan YOSHUA atau YESUS pun sudah tidak mencukupi. Kita masuk di dalam relasi yang mengatawi unsur-unsur jasmani, lokalitas, material, politik, dlsb.

Yerusalemnya menjadi “Yerusalem Baru”.

Maka, Yesus pun dengan meyakinkan para pengikutNya dan para pendengarnya menantang, “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh. 2:19).

Lalu? Di dalam iklim sekularisme, orang akan mengecoh kita bahwa “Allah mati” (God is dead).

Pengaruh Vatikan, yang sering ditandai oleh feodalisme klerikalis, pada abad ke-16 pernah ditusuk dari belakang oleh protestantisme, agar semangat Roh dan Kebenaran tetap meraja di tengah-tengah Umat Allah dan bukan dikuasai oleh kaum klerus. Waaaoooo, bukan?

Pesta dan peringatan Santo Fillipo Romulo Neri mengingatkan kita akan kekudusan kerakyatan dari seorang Imam yang suka blusukan turba di antara rakyat kota Roma di abad ke-16.

“Tuhan, biarkanlah kami menemukan Dikau di dalam Roh dan Kebenaran, dan bukan di dalam kedagingan kami yang bisa mengecoh dan membawa kepada kesesatan.” (*)

Berkarya pada Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus, SCJ, Provinsi Indonesia.

YerusalemZionismeZionist
Comments (0)
Add Comment