Katolikana.com, Semarang — Civitas akademika Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata merilis sebuah dokumen pernyataan sikap untuk menanggapi dinamika politik di DPR pasca putusan MK. Sebanyak 83 civitas akademika, termasuk Rektor Unika Soegijapranata, Dr. Ferdinandus Hindiarto, S.Psi., M.Si., ikut ambil bagian dalam menandatangani pernyataan sikap ini.
Melalui dokumen yang dikeluarkan pada Kamis (22/8/2024) tersebut, Unika Soegijapranata menegaskan adanya dinamika dan tindakan politik yang terjadi menjelang Pilkada 2024 menunjukkan krisis demokrasi dan krisis konstitusi di Indonesia. “Kami civitas akademika Universitas Katolik Soegijapranata menilai saat ini telah terjadi krisis demokrasi substantif dan krisis konstitusi di negara yang kita cintai ini.”
Unika Soegijapranata menganggap DPR telah secara sadar mematikan aspirasi masyarakat untuk membangun demokrasi di tingkat lokal serta secara sengaja melakukan pembangkangan terhadap putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan No. 70/PUU-XXII/2024 demi kepentingan politik praktis elite dan oligarki.
Mengutip Diktum 32 dalam Konstitusi Apostolik “Ex Corde Ecclesiae” (Dalam Hati Gereja) yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, mereka menulis, “Bilamana diperlukan, pendidikan tinggi Katolik harus berani berbicara tentang kebenaran yang tidak mengenakkan, yang tidak menyenangkan opini publik, tetapi diperlukan untuk menjaga kebaikan masyarakat yang sesungguhnya.”
Civitas akademika Unika Soegijapranata juga menegaskan bahwa pernyataan sikap ini dikeluarkan sebagai ungkapan kecintaan mereka terhadap bangsa dan negara ini ketika tengah melenceng dari konstitusi dan prinsip-prinsip keadilan dan demokrasi.
Adapun empat poin yang dinyatakan oleh civitas akademika Unika Soegijapranata dalam rilis tersebut adalah sebagai berikut:
- Seluruh komponen bangsa harus tunduk pada konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Meminta kepada Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan menghentikan proses revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tetnang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang bertentangan dengan putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan No. 70/PUU-XXII/2024.
- DPR RI wajib menjunjung tinggi konstitusi dengan mendengarkan aspirasi masyarakat.
- Meminta Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) agar bertindak independen dan tidak mau dikooptasi pihak mana pun sehingga segera melaksanakan putusan MK No. 60 dan No. 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila. (*)
Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha