Paroki MSF Rukun Solo Rayakan 129 Tahun MSF: Dalami Semangat “Sentire cum Ecclesia”

Dulu seminari membatasi usia maksimal 14 tahun untuk mendaftar ke seminari. MSF memberikan kesempatan bagi orang muda yang berusia di atas 14 tahun untuk bisa masuk seminari. Sehingga mereka dapat menerima perutusan menjadi pelayan Gereja dan misionaris.

Katolikana.com, Salatiga — Senin (30/9/2024), Paroki MSF Rukun Solo menggelar perayaan untuk memperingati 129 tahun Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus (Missionariorum a Sacra Familia/MSF). Paroki Kristus Raja Semesta Alam, Tegalrejo, Salatiga, menjadi tuan rumah dalam perayaan ulang tahun MSF di tingkat Paroki MSF Rukun Solo.

Bertepatan dengan ulang tahun MSF yang jatuh pada tanggal 28 September, Sabtu, (28/9/2024), paroki-paroki yang berada dalam reksa pastoral para romo MSF telah mengadakan perayaan di parokinya masing-masing. Sejumlah paroki menyelenggarakan perayaan bersama antar beberapa paroki yang tergabung dalam Rukun Paroki MSF.

Paroki MSF Rukun Solo terdiri dari Paroki Santo Paulus, Kleco, Surakarta, Paroki Santo Petrus, Purwosari, Surakarta, Paroki Santo Paulus Miki, Salatiga, dan Paroki Kristus Raja Alam Semesta, Tegalrejo, Salatiga. Keempat paroki ini mengadakan perayaan 129 tahun MSF secara bersama-sama.

Umat Paroki Kristus Raja Semesta Alam Tegalrejo Salatiga, perwakilan DPPH Paroki MSF Rukun Solo, kerabat MSF se-Rukun Solo, para bruder, suster, frater, serta para romo turut hadir dalam perayaan ini.

 

Misa dan Keroncong

Romo Simon Petrus Sumargo, MSF, selaku Provinsial MSF Jawa didapuk menjadi selebran utama dalam misa konselebrasi perayaan syukur ulang tahun MSF ini. Romo Simon didampingi oleh para romo dari Rukun Solo serta para romo yang sedang menjalani Pengayaan Rohani Imamat di Biara Nazareth Salatiga, yang bertugas sebagai konselebran.

Dalam homilinya, Romo Simon mengungkapkan bahwa perayaan syukur ini adalah titik tolak untuk mengembangkan karya MSF sebagai perpanjangan tangan Tuhan untuk berbagi berkat dan pengharapan.

“129 tahun berdirinya MSF menjadi tonggak untuk bersyukur, mempertahankan, mengembangkan, dan merawat MSF sebagai perpanjangan Yesus Sang Misionaris Bapa,” ujar Romo Simon.

Tidak hanya menggelar misa syukur saja, puncak perayaan 129 tahun MSF di Paroki MSF Rukun Solo dimeriahkan dengan panggung hiburan. Antara lain, sajian musik keroncong dari Paroki Gereja Kristus Raja Semesta Alam, Tegalrejo, Salatiga, dan penampilan grup vokal para frater Novisiat Biara Nazareth, Salatiga.

 

Membukakan Jalan

Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus sendiri mulanya dirintis oleh Romo Jean Berthier MS. Misionaris yang berasal dari Prancis ini mendirikan MSF pada tanggal 28 September 1895, di kota Grave, Belanda.

Kala itu, Romo Jean Berthier MS melihat bahwa Gereja Katolik membutuhkan tenaga misionaris. Akan tetapi, di masa tersebut seminari mensyaratkan usia maksimal 14 tahun bagi para pemuda yang merasa terpanggil menjadi seminaris. Anak-anak muda yang sudah melewati batas usia itu menghadapi kendala untuk menanggapi panggilan mereka.

Romo Jean Berthier MS pun berikhtiar untuk membukakan jalan bagi mereka. MSF memberikan kesempatan bagi orang muda yang berusia di atas 14 tahun untuk bisa masuk seminari. Sehingga mereka dapat menerima perutusan menjadi pelayan Gereja dan misionaris.

Jadilah ia mendirikan MSF sebagai sebuah kongregasi yang beranggotakan para imam dan bruder misionaris. Sesuai namanya, kongregasi ini menghidupi keutamaan hidup Keluarga Kudus Nazareth.

Sebagai sebuah kongregasi religius, ada dua spiritualitas utama yang dihidupi oleh para anggota MSF. Pertama, mereka adalah para misionaris. Missio berasal dari Bahasa Latin, yang artinya “perutusan”. Artinya, para anggota MSF siap untuk diutus. Menurut Romo Simon, “diutus” bisa berarti menuju ke tempat-tempat yang jauh, tetapi bisa juga diminta menjangkau orang-orang yang “jauh” dari Tuhan.

Kedua mereka menempatkan Keluarga Kudus Nazareth sebagai teladan yang utama. Ciri khas kekeluargaan yang akrab dan saling mengasihi menjadi warna tersendiri yang berusaha dihidupi oleh MSF.

 

Memperkaya Kerohanian Gereja

Romo Simon merefleksikan tindakan Romo Jean Berthier MS adalah bentuk kepekaan dalam melihat apa yang dibutuhkan Gereja. Bahkan, di saat ini pun ia menilai tidak jarang paroki-paroki kesulitan mencari pendamping orang muda. Ia mengungkapkan teladan Romo Jean Berthier MS bisa dipakai untuk belajar mempertajam kepekaan sebagai perwujudan misi.

“Perayaan 129 tahun berdirinya MSF menjadi kesempatan untuk mendalami semangat ‘Sentire cum ecclesia: sehati-sepikir-seperasaan dengan gereja’ dalam karya pelayanan dan pastoral, di dalam komunitas, keluarga, paroki, dan Gereja,” cetusnya.

Adapun keberadaan MSF di Keuskupan Agung Semarang disebutnya merupakan bentuk karya kongregasi MSF untuk melaksanakan tugas-tugas parokial dan memperkenalkan spiritualitas MSF. Juga untuk membagikan kekayaan rohani MSF yang dimiliki Gereja kepada umat.

Kekayaan rohani Keluarga Kudus yakni mewujudkan banyak umat dalam ikatan satu keluarga yang memiliki semangat persaudaraan dan keramahtamahan dalam kerabat MSF. Kemudian, warisan rohani yang ditinggalkan oleh Romo Jean Berthier MS yaitu teladan untuk menjadi misionaris yang tanpa mengenal lelah.

“Apapun yang dikerjakan, pelayanan, perutusan dan karya merupakan upaya meneladan Yesus sebagai Misionaris Bapa. MSF menyediakan diri untuk menanggapi apa yang menjadi persoalan dan upaya Gereja untuk menghadirkan keselamatan,” kata Romo Simon.

 

Terkesan Maria La Salette

Masih ada satu lagi “kekayaan” MSF yang disebut oleh Romo Simon yakni warisan rohani dari Bunda Maria La Salette. Pesan utamanya yaitu semangat bertobat, dan perdamaian atau rekonsiliasi. Hal ini ternyata meninggalkan kesan tersendiri bagi Frater Lino, salah satu frater yang hadir dalam perayaan tersebut.

Frater Lino yang berasal dari Flores dan kini tinggal di Biara Nazareth, Salatiga, mengaku terkesan dengan warisan-warisan rohani yang dihidupi MSF yang disampaikan Provinsial MSF Jawa tersebut. Utamanya yaitu warisan rohani dari Bunda Maria La Salette yakni membawa pesan perdamaian bagi banyak orang.

Warisan dari Bunda Maria La Salette ini meneguhkan Frater Lino untuk berupaya hidup bersama komunitas dan umat yang dilayani dengan penuh sukacita, juga membangun semangat kekeluargaan dan kerukunan.

“Karena semua adalah saudara dalam spiritualitas Keluarga Kudus yang dihidupi oleh Kongregasi MSF,” kata Frater Lino. (*)

 

Penulis: FX Juli Pramanakatekis Paroki Kleco, Surakarta

Editor: Ageng Yudhapratama

Katekis di Paroki Kleco, Surakarta

Comments (0)
Add Comment