Memiliki Kedudukan Khusus

Dua murid Yesus meminta kedudukan khusus. Namun Yesus mengatakan barangsiapa ingin menjadi orang besar haruslah melayani orang lain. Apa maknanya?

Katolikana.com — Para Ibu dan Bapak serta Saudari dan Saudara yang baik, selamat siang. Semoga Anda beserta keluarga, sanak-saudara, serta teman dan sahabat dalam keadaan baik. Salamat menikmati akhir pekan untuk sejenak beristirahat dan mencecap kembali semua anugerah yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada kita selama sepekan.

Hari ini kita merayakan hari Minggu ke-29 tahun B dalam kalender liturgi sekaligus Hari Minggu Misi. Injil (Mrk 10:35-45) yang dibacakan dalam Perayaan Ekaristi berkisah tentang dua orang murid terdekat Yesus (Yohanes dan Yakobus, anak-anak Zebedus), yang meminta kedudukan khusus dalam kemuliaan-Nya. Hal itu menimbulkan kemarahan dalam diri 10 murid lainnya.

Namun Yesus tidak memarahi mereka, melainkan mengatakan kepada semua murid bahwa barangsiapa ingin menjadi orang besar dan terpandang hendaknya menjadi orang yang melayani orang lain.

Apa maknanya bagi kita sekarang? Marilah kita renungkan bersama dengan memperhatikan beberapa catatan berikut.

Pertama, seperti halnya Petrus, Yakobus dan Yohanes adalah murid yang amat dekat dengan Yesus. Mereka adalah murid pertama yang dipilih oleh Yesus (Mrk 1:19), dibawa oleh Yesus ke atas gunung untuk menyaksikan kemuliaan-Nya (Mrk 9:2-8), juga diajak menemani Yesus di taman Getsemani ketika Ia sangat ketakutan menghadapi kematian-Nya (Mrk 14:33-34).

Kedua, konteks terdekat dari Injil yang kita renungkan ini adalah pemberitahuan yang ketiga kalinya tentang diserahkannya Anak Manusia kepada orang-orang bukan Yahudi, dan akan dicerca dan disiksa sampai mati, namun akan bangkit pada hari ketiga (Mrk 10:32-34).

Ketiga, ketidakpahaman para murid akan penderitaan, kematian, dan kebangkitan Yesus (Mrk 9:32) bukan sekedar ketidaktahuan, melainkan lebih sebagai rasa frustrasi dalam menghadapi perkara yang tidak masuk akal seperti itu. Yang tidak bisa mereka pahami adalah mengapa Yesus harus menderita dan mati untuk dapat mencapai kemuliaan-Nya. Selain itu, mereka juga tidak paham mengapa Allah membiarkan utusan-Nya mengalami penderitaan seperti itu.

Keempat, tidak seperti halnya 10 orang murid lain yang memarahi Yakobus dan Yohanes, Yesus tidak memarahi maupun mencela mereka. Yesus hanya bertanya apakah mereka sanggup “minum piala” yang akan diminum oleh Yesus dan “menerima baptisan” yang akan diterima oleh Yesus (ay. 38).

Kelima, dalam pikiran orang zaman itu “cawan” kerap dipahami berisi minuman yang datang dari dunia ilahi. Minuman tersebut dapat berupa “berkat” (Mzm 23:5; 116:13), “hukuman” (Yes 23:31-33), atau “amarah” (Mzm 11:6; 75:9; Yes 51:17. 22; Yer 25:15; 49:12; Hab 2:15-16). Pada periode akhir Perjanjian Lama gagasan “cawan” berisi amarah jauh lebih dikenal.

Keenam, “minum dari cawan” merupakan sebuah idiom untuk menjelaskan bagaimana orang mengalami penderitaan, cemooh, dan murka. “Menerima baptisan” juga merupakan sebuah idiom; maksudnya, mengalami kematian. Gabungan “minum cawan” dan “menerima baptisan” berarti mengalami penderitaan yang membawa maut, seperti yang akan dialami oleh Yesus dan sudah Ia beritahukan kepada para murid-Nya sampai tiga kali (Mrk 8:31; Mrk 9:31; dan Mrk 10:33-34).

Ketujuh, dengan “minum cawan” yang berisi murka Allah terhadap dosa manusia sampai tuntas, Yesus, Sang Anak Manusia, menghapus amarah Allah dan dengan demikian hubungan antara manusia dengan Allah, yang telah hancur karena dosa-dosa manusia, dipulihkan kembali. Bila Yesus tidak meminumnya, amarah tadi akan tertumpah ke seluruh muka bumi.

Kedelapan, Yakobus dan Yohanes memahami cara bicara seperti ini (catatan keenam dan ketujuh), dan jawaban mereka (ay. 39a) mengungkapkan tekad mereka untuk nekat ikut serta dalam penderitaan dan maut yang bakal dialami oleh Yesus, meskipun tidak habis mengerti mengapa harus sejauh itu.

Kesembilan, Yakobus dan Yohanes memang benar-benar “loyalis”; namun loyalitas merka kepada Yesus lebih didorong oleh harapan bakal mendapatkan pahala khusus sesuai dengan kedudukan khusus yang mereka minta (ay. 37).

Kesepuluh, motivasi kedua murid tadi tidak dilewatkan begitu saja oleh Yesus. Ia menegaskan bahwa diri-Nya tidak berhak memberikan kedudukan mulia tersebut, karena Allah sendirilah yang dapat menentukan siapa yang akan menerimanya (ay. 40).

Kesebelas, siapa yang ditentukan oleh Allah akan mendapatkan kedudukan tersebut? Mereka adalah orang-orang, yang dalam istilah Injil, akan “masuk ke dalam Kerajaan Allah” atau “empunya Kerajaan Allah”; yakni, anak-anak yang diberkati Yesus (Mrk 10:13-16; Mat 19:13-15; Luk 18:15-17), orang-orang yang disebut bahagia dalam khotbah di bukit (Mat 5:3-12; Luk 6:20-23), dan mereka yang terbukti sudah dengan sungguh-sungguh memperhatikan orang lain, khususnya yang hidupnya serba kekurangan (Mat 25:35-36).

Keduabelas, Yesus mengajak para murid-Nya untuk menjadi pelayan dan hamba (ay. 43-44). Maksudnya, agar para murid saling menjadi pelayan dan saling mengutamakan kebutuhan sesama. Ajakan Yesus ini ingin merombak pemahaman tentang kekuasaan yang dipraktikkan dalam masyarakat: kebengisan, ketidakadilan, dan perlakuan buruk (terhadap “bawahan”) (ay. 42).

Ketigabelas, ajakan Yesus tersebut (catatan keduabelas) diberi penjelasan: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (ay. 45). “Memberikan nyawa” dalam gaya bicara Semit berarti memberikan diri sepenuhnya, punya komitmen total, dan bila perlu sampai berkurban jiwa.

Keempatbelas, dalam gaya bicara Semit, “banyak orang” berarti semua orang. Istilah “tebusan” berasal dari dunia utang-piutang dan pegadaian. Tebusan adalah ganti rugi, silih, yang diberikan untuk mengembalikan utang yang tidak terbayar dengan cara biasa.

Kelimabelas, umat manusia, semua orang (“banyak orang”) karena dosa-dosanya telah merosot dan tidak lagi menjadi citra Allah. “Kemerosotan” ini merupakan kerugian besar bagi Allah. Allah merasa bahwa keadaan ini perlu “ditebus” dengan secara ikhlas menyerahkan seluruh urusan ini kepada Anak Manusia, Yesus.

Keenambelas, Yesus adalah ciptaan (manusia) baru yang menampakkan wajah Allah yang sejati. Dalam diri Yesus yang rela melayani dan memberikan nyawa-Nya, Allah tampil sebagai yang menganggap manusia itu berharga, yang menganggap kita pantas untuk dirawat dengan cermat dan penuh hormat serta kasih. Allah bertindak bagaikan seorang pelayan dan hamba terhadap tuannya.

Merenungkan Injil ini dan merayakan Hari Minggu Misi, kita diundang untuk pertama-tama berani dibaptis dengan baptisan yang telah diterima oleh Yesus dan minum piala yang telah diminumnya, agar kita dapat melayani sesama. Inilah pahala yang kita terima. Dengan semangat ini kita akan memahami bahwa melaksanakan misi Yesus bukanlah program pemurtadan, melainkan sebuah ikhtiar untuk berbagi cita-cita memulihkan keindahan ciptaan.

Dengan kesadaran seperti ini, kita akan mewartakan Injil, sehingga melalui perkataan dan perbuatan kita akan mengatakan: “Allah melalui ‘Yesus Kristus mencintaimu; Ia menyerahkan hidup-Nya untuk menyelamatkan dirimu; dan sekarang setiap hari Ia tinggal di sampingmu untuk menerangi, menguatkan dan membebaskanmu’.” (Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium 164).

Teriring salam dan doa.

 

Penulis: Romo Ignatius Loyola Madya Utama, SJdosen Seminari Tinggi Santo Petrus, Sinaksak—Pematang Siantar, dan pendiri Gerakan Solidaritas untuk Anak-anak Miskin

Editor: Ageng Yudhapratama

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Renungan Mingguan
Comments (0)
Add Comment