Nabire, Katolikana.com — Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Timika menggelar Misa Syukur Lintas Sektoral untuk merayakan terpilihnya sejumlah anggota Katolik sebagai perwakilan di Majelis Rakyat Papua (MRP), DPD RI, DPR Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Tengah, Sabtu (29/3/2025) di Aula St. Yosep, Paroki Kristus Sahabat Kita (KSK) Meriam, Nabire.
Acara ini juga menjadi momentum untuk merefleksikan kembali tiga misi utama Gereja perdana di tanah Papua, yakni pelayanan keutamaan, pendidikan, dan kesehatan.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan KERAWAM dari berbagai dekenat, tokoh umat, serta anggota legislatif yang terpilih melalui jalur Otonomi Khusus (Otsus).
Kegiatan berlangsung dalam tiga sesi: misa syukur, seminar, dan diskusi terbuka. Dalam diskusi tersebut, para peserta membahas harapan dan tantangan masa depan Gereja di Keuskupan Timika, khususnya dari perspektif kerasulan awam.
Tiga topik utama yang menjadi fokus diskusi adalah:
- Perlindungan terhadap imam dan situasi kekerasan di wilayah konflik.
- Pendidikan Katolik dan wacana pendirian perguruan tinggi di Papua Tengah.
- Kesehatan masyarakat, khususnya penanganan HIV/AIDS dan peran keluarga dalam pendidikan moral.
Perlindungan Imam di Wilayah Konflik
Topik pertama menyoroti kekerasan terhadap para imam di wilayah Keuskupan Timika, terutama kasus di Paroki Komopa (Dekenat Paniai) dan Dekenat Moni Puncak.
Bartol Mirip, peserta Kerawam dari Dekenat Moni Puncak, dengan nada tegas mengungkapkan kekhawatirannya atas dua kasus kekerasan yang menimpa imam di wilayah tersebut, yaitu di Paroki Komopa, Dekenat Paniai, dan yang menimpa Pastor Yance Yogi di Moni Puncak.
Menurutnya, umat memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan rasa aman dan dukungan penuh kepada para imam yang melayani di tengah situasi sulit.
“Jika imam saja tidak kita lindungi, siapa lagi yang dapat dipercaya? Imam adalah garda terdepan di wilayah konflik. Kami, umat, wajib menjaga mereka,” tegas Bartol.
“Di wilayah Keuskupan tercinta kami, konflik belum juga reda. Maka sebagai umat, wajib bagi kami memberikan kenyamanan dan keamanan kepada para imam. Mereka adalah garda terdepan pembawa kabar keselamatan dan damai. Jika para imam saja tidak kita lindungi, siapa lagi yang bisa kita percaya?” ujar Bartol.
Para peserta juga berbagi pengalaman tentang budaya melayani dan menjaga keselamatan imam di paroki masing-masing.
Pendidikan Katolik
Topik kedua mengangkat kondisi pendidikan Katolik yang makin terpuruk.
Marselus Gobai, Ketua Kerawam Katolik Dekenat Teluk Cenderawasih, menyampaikan keprihatinannya terhadap penurunan mutu pendidikan. Ia menekankan perlunya membangun kembali mimpi bersama untuk menghadirkan lembaga pendidikan Katolik yang kuat di wilayah ini, termasuk wacana pendirian perguruan tinggi.
“Melalui diskusi ini kami menjaring aspirasi dari seluruh Kerawam. Kami yakin pendidikan adalah jalan utama untuk mempersiapkan masa depan generasi muda Papua. Kami berharap, dari forum seperti ini, bisa lahir inisiatif konkret seperti perguruan tinggi Katolik,” katanya.
Marselus Gobai juga menyoroti pentingnya wacana pendirian perguruan tinggi Katolik untuk menjawab tantangan sumber daya manusia di wilayah DOB (Daerah Otonomi Baru) Papua Tengah.
“Melalui forum ini, kami ingin menggugah semangat kolektif membangun pendidikan formal yang bermutu dari umat Katolik sendiri,” ujar Marselus.
Pastor Yuvensius Auki Tekege, Pr, yang menjadi moderator Kerawam Teluk Cenderawasih, turut menegaskan bahwa wacana pendirian perguruan tinggi Katolik sebenarnya telah digagas sejak masa kepemimpinan almarhum Uskup John Philip Gaiyabi, Pr.
“Beliau sudah sangat serius mempersiapkan yayasan untuk mewujudkannya, tetapi Tuhan berkehendak lain. Kini tanggung jawab itu menjadi warisan moral bagi kita semua,” ujar Pater Yuven.
Ia juga menyampaikan bahwa niat tersebut mendapat dukungan dari Administrator Diosesan Keuskupan Timika, RD Marthen Ekobaibi Kuayo, Pr.
Namun, ia mengakui bahwa saat ini perjuangan tersebut masih dihadapkan pada kendala besar, terutama pada persoalan permodalan dan ketersediaan lahan. Ia pun mengajak seluruh umat dan kaum awam Katolik untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita tersebut.
“Jika ada komitmen bersama, mari hibahkan tanah atau dukung modal. Supaya apa yang kita cita-citakan ini bisa benar-benar berdiri dan memberi manfaat besar bagi SDM Papua,” ungkapnya.
Isu Kesehatan dan Peran Keluarga
Topik ketiga yang dibahas dalam diskusi adalah soal kesehatan masyarakat, khususnya peningkatan kasus HIV/AIDS di Papua Tengah. Beberapa peserta menyuarakan perlunya sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada masyarakat, termasuk kampanye pemeriksaan rutin ke puskesmas serta pendidikan moral yang lebih kuat di lingkungan keluarga.
Disorot pula kondisi pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Nabire yang dinilai terus menurun. Para peserta menyampaikan kekhawatiran mereka atas pelayanan publik yang tidak maksimal, serta keterlibatan anak-anak muda dalam pergaulan bebas, mabuk-mabukan, dan narkoba.
Menurut para peserta, keluarga tetap menjadi tempat pembinaan pertama yang paling penting. Anak-anak perlu didampingi sejak dini untuk aktif dalam kegiatan rohani dan sosial di lingkungan gereja, agar mereka tidak terseret ke dalam perilaku menyimpang yang merusak masa depan.
Peserta diskusi menegaskan perlunya:
- Edukasi dan sosialisasi di masyarakat,
- Pemeriksaan kesehatan berkala di puskesmas,
- Pembinaan moral sejak dini di lingkungan keluarga,
- Keterlibatan aktif anak dalam kegiatan gereja untuk menghindari pergaulan negatif.
Melanjutkan Misi Gereja di Tanah Papua
Rekoleksi ini ditutup dengan seruan agar kaum awam tidak hanya menjadi penonton, tetapi benar-benar terlibat aktif dalam pelayanan dan pembangunan masyarakat Papua secara holistik.
Semangat pelayanan Gereja perdana di Papua yang membawa nilai keutamaan, pendidikan, dan kesehatan diharapkan terus hidup dan menjadi landasan gerak awam Katolik di Keuskupan Timika.
Syukuran dan diskusi yang difasilitasi Kerawam ini menunjukkan semangat umat Katolik di Keuskupan Timika untuk terus terlibat aktif dalam kehidupan sosial, pendidikan, dan pelayanan kesehatan.
Melalui dialog dan refleksi, umat diajak meneguhkan kembali panggilan Gereja perdana di Papua: menjadi terang dan harapan bagi masyarakat yang dilayani. (*)
Kontributor Katolikana.com di Paniai, Papua. Lahir di Ibumaida, Paniai, tahun 1989. Penulis bekerja di Komisi Keadilan dan Perdamaian Keutuhan Ciptaan Paroki Kristus Sang Gembala (KSG) Wedaumamo, Keuskupan Timika. Ia juga aktif di organisasi Pemuda Katolik Komisariat Cabang di Kabupaten Paniai.