Vatikan, Katolikana.com–—Di tengah suasana Paskah yang khidmat dan sarat harapan, Paus Leo XIV menyambut ribuan umat dari 23 Gereja Katolik Timur sui iuris dalam perayaan Yubileum Gereja-Gereja Timur di Vatikan.
Dalam audiensi yang berlangsung di Aula Paulus VI, Bapa Suci menyampaikan seruan yang menggugah hati: “Gereja membutuhkan kalian!”
Salam khas liturgi Timur membuka pertemuan tersebut, “Kristus telah bangkit! Ia sungguh bangkit!” Sebuah sapaan yang bukan sekadar ritual, melainkan gema iman yang telah diwariskan selama berabad-abad oleh Gereja Timur — sebuah warisan yang hidup dalam liturgi, spiritualitas, penderitaan, dan kesetiaan yang tak tergoyahkan.
Kekayaan Tradisi dalam Persekutuan
Paus Leo XIV menatap wajah-wajah umat Katolik Timur yang mewakili keragaman asal-usul, ritus, dan kisah panjang penganiayaan. Ia menyebut mereka sebagai “permata berharga di mata Tuhan,” yang membawa sejarah gemilang sekaligus luka-luka panjang akibat konflik dan diaspora.
Gereja Katolik Timur sui iuris adalah 23 Gereja partikular yang berada dalam persekutuan penuh dengan Tahta Suci Roma, namun mempertahankan liturgi, hukum, dan tradisi mereka sendiri.
Seperti ditegaskan dalam dokumen Orientalium Ecclesiarum Konsili Vatikan II, Gereja-Gereja ini bukan sekadar ‘tambahan eksotis’, melainkan kekayaan asli dalam tubuh Gereja universal.
Dilansir dari Vatican News, Paus menegaskan pentingnya melestarikan ritus-ritus Timur yang sarat akan keindahan teologis, kedalaman mistagogi, dan spiritualitas kontemplatif. Bahkan, beberapa ritus masih menggunakan bahasa Aram—bahasa yang dipakai Yesus—yang menyambungkan umat masa kini secara langsung dengan akar kehidupan para Rasul.
Obat untuk Dunia
“Gereja saat ini,” ujar Paus Leo XIV, “membutuhkan pemulihan makna misteri yang diungkapkan dalam liturgi Timur, penghayatan atas keutamaan Tuhan, dan nilai pertobatan.” Di tengah dunia modern yang makin terobsesi pada efisiensi dan sensasi, Gereja Timur menjadi saksi akan nilai-nilai suci yang nyaris terlupakan: doa syafaat, puasa, tangisan atas dosa, dan kerinduan akan rahmat.
Dengan semangat lembut namun tegas, Paus Leo XIV mengingatkan: “Siapa lagi selain kalian yang bisa menyanyikan lagu harapan di tengah jurang kekerasan?”
Ia mengutip Santo Efrem dari Siria: “Kemuliaan bagi-Mu yang menjadikan salib sebagai jembatan atas kematian,” sebagai contoh kekayaan rohani Timur yang berakar pada penderitaan, tetapi bermuara pada cinta kasih ilahi.
Harapan dari Timur
Paus Leo XIV menyebut umat Katolik Timur sebagai “Gereja-Gereja Martir.” Dari Tanah Suci, Ukraina, Tigray, Timur Tengah, hingga Kaukasus, mereka telah menjadi saksi penderitaan namun tetap menyalakan nyala harapan.
“Damai sejahtera bagimu!” ujar Paus, menggemakan suara Kristus di tengah dunia yang berdarah dan retak. Ia menyerukan perdamaian sejati, bukan melalui kekuatan militer, melainkan melalui rekonsiliasi, keberanian untuk memulai langkah baru, dan pertobatan sejati.
“Mari kita bertemu, mari kita bicara, mari kita berunding,” serunya. Pesan ini sejalan dengan semangat Fratelli Tutti Paus Fransiskus: dialog sebagai jalan menuju persaudaraan dan damai abadi.
Paus juga menyatakan keprihatinan atas umat Katolik Timur yang tercerabut dari tanah air mereka. Ia menegaskan pentingnya umat ini diberi kesempatan nyata—bukan sekadar retorika—untuk tetap tinggal dan berkembang di tanah kelahiran mereka.
“Sebab Yesus, Sang Putra Keadilan, lahir di tanah kalian,” katanya penuh empati.
Paus Leo XIV memohon kepada Gereja Latin di wilayah-wilayah diaspora untuk tidak mengasimilasi umat Timur, tetapi menolong mereka melestarikan tradisi. Kepada para gembala Gereja Timur, ia mengajak untuk membangun komunitas yang berintegritas, sinodal, dan penuh tanggung jawab—tempat kasih persaudaraan dan kesaksian injili menjadi terang yang tak padam.
Jembatan Spiritual
Paus Leo XIV mengakhiri pesannya dengan sebuah permohonan tulus: “Doakan Gereja. Dan angkatlah doa syafaatmu yang penuh kuasa untuk pelayananku.”
Dalam kata-katanya, mengalir keyakinan bahwa Gereja Timur adalah “jembatan spiritual” antara masa lalu dan masa depan Gereja universal. Dalam tradisinya, kita semua diingatkan bahwa kesetiaan kepada Kristus bukan soal ritus semata, melainkan cara hidup—dalam doa, dalam penderitaan, dan dalam harapan.
Seruan “Gereja membutuhkan kalian!” bukanlah sapaan simbolik, melainkan panggilan bagi kita semua—dari Timur dan Barat—untuk menjaga nyala iman dalam dunia yang letih dan terluka.
Karena dalam liturgi mereka, dalam darah para martir mereka, dan dalam nyanyian syafaat mereka, Gereja Timur menjadi cahaya yang menyala—bahkan di tengah kegelapan terdalam. (*)
Kontributor: Febriola Sitinjak, mahasiswa STP St. Bonaventura KAM
Katekis di Paroki Kleco, Surakarta