Juan José Tamayo Luncurkan Buku “Cristianismo Radical”

Serukan Teologi Pembebasan dan Inklusivitas Kristiani

Madrid, Katolikana.com — Teolog pembebasan kenamaan asal Spanyol, Juan José Tamayo, meluncurkan buku terbarunya berjudul Cristianismo Radical pada Rabu (21/5/2025) di Toko Buku Meta Librería, Madrid.

Buku yang pertama kali terbit pada Februari 2025 itu telah memasuki cetakan ketiga, menandakan respons publik yang luas dan antusias.

Acara peluncuran buku tersebut dimoderasi oleh filsuf politik Spanyol, Reyes Mate, yang telah menjadi sahabat Tamayo sejak 1970-an. Dalam sambutannya, Reyes menyebut karya ini sebagai refleksi mendalam atas krisis zaman dan panggilan spiritual untuk kembali ke akar iman Kristiani.

Dalam prolog buku, Leonardo Boff—tokoh utama teologi pembebasan Amerika Latin—menyebut Juan José Tamayo sebagai “salah satu intelektual publik paling penting dari akar Katolik-ekumenis dalam spektrum kultural Spanyol saat ini.”

Juan José Tamayo (kiri) dan Reyes Mato.

Menjadi Radikal, Kembali ke Akar Injil

Apa yang dimaksud dengan radikal dalam kristianisme? Penulis Otra teología es posible. Pluralismo religioso, interculturalidad y feminismo (Barcelona: Herder) menguraikan radikal, secara semantik, selalu dikaitkan dengan radikalisme, fundamentalisme yang identik dengan kekerasan, dan pembunuhan.

“Radikal secara etimologis berarti esensial, mendasar, dan substansial. Kristianisme radikal berarti kembali ke sumber iman kita: Yesus dari Nazaret sebagaimana ditulis dalam Kitab Suci,” ujar Tamayo dalam presentasinya.

Tamayo menjelaskan bahwa kristianisme radikal bukanlah panggilan menuju fundamentalisme, tetapi sebuah undangan untuk kembali ke akar iman: kehidupan Yesus dari Nazaret.

Menurutnya, Yesus tidak datang untuk mengilahikan manusia, tetapi memanusiakan Allah, menghadirkan wajah Abba—Bapa yang penuh belas kasih.

Teologi Kritis dan Pembebasan

Buku ini menyatukan refleksi teologis dengan kritik sosial-politik. Tamayo menggambarkan dunia saat ini sebagai ladang persoalan global yang saling terkait: kemiskinan struktural, krisis demokrasi, patriarki hegemonik, kapitalisme neoliberal, ekosida, krisis migrasi, hingga kemunculan “kristoneofasisme”—persekutuan antara fundamentalisme Kristen dan ideologi kanan ekstrem yang bertopeng agama.

Sebagai intelektual publik, Tamayo tidak memisahkan iman dari praksis sosial. Ia menggabungkan pendekatan teologi kontekstual dengan pemikiran-pemikiran filsuf seperti Karl Marx, Jürgen Habermas, Elisabeth Schüssler-Fiorenza, hingga Mahatma Gandhi.

Ia juga memadukan pembacaan Kitab Suci dengan analisis kritis atas dinamika kapitalisme global, patriarki, dan kolonialisme kultural.

Buku Cristianismo radical karya Juan Jose Tamayo

Warna-Warna Kristianisme Polikromatik

Salah satu gagasan menonjol dalam buku ini adalah konsep kristianisme polikromatik, yaitu kristianisme yang menyatukan lima semangat universal:

  1. Merah – keadilan sosial dan pembelaan terhadap kaum tertindas.
  2. Hijau – komitmen ekologis.
  3. Ungu – feminisme dan kesetaraan gender.
  4. Putih – perdamaian dan antikekerasan.
  5. Pelangi – penghormatan terhadap keberagaman gender dan orientasi seksual.

“Untuk menjadi Kristen sejati, seseorang harus menjadi kristen radikal. Dan kristen radikal haruslah inklusif, setara, dan menjunjung tinggi persaudaraan,” tegas Tamayo yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Teolog dan Teolog John XXIII serta anggota Forum Dunia tentang Teologi dan Pembebasan.

Juan José Tamayo (kiri), Melki Deni, dan Reyes Mate.

Dialog dengan Paus dan Gereja Global

Dalam bukunya, Tamayo juga menyampaikan harapannya agar Paus Leo XIV menjadi pemimpin Gereja yang terbuka pada kristianisme radikal yang membebaskan.

Ia mengajak seluruh umat Kristiani untuk tidak takut berpihak pada mereka yang tertindas, tidak diam terhadap ketidakadilan, dan membuka diri pada dialog antarbudaya dan antariman yang setara.

Peluncuran buku Cristianismo Radical bukan hanya menjadi momentum intelektual, tetapi juga ajakan moral dan spiritual di tengah gelombang konservatisme global yang semakin keras.

Bagi Tamayo, menjadi radikal berarti kembali kepada cinta Allah yang membebaskan, memeluk sesama tanpa syarat, dan menyuarakan harapan di tengah dunia yang terkoyak. (*)

Kontributor: Melki Deni, Mahasiswa Pascasarjana Teologi, Universidad Pontificia Comillas, Madrid – Alumnus STF Ledalero, NTT

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Cristianismo RadicalJuan José Tamayo
Comments (0)
Add Comment