Oleh Josep Sianturi
Katolikana.com – Di tengah budaya instan, media sosial, dan dunia yang serba cepat, seruan untuk hidup kudus mungkin terdengar asing, bahkan usang bagi banyak orang muda. Kekudusan sering diasosiasikan dengan hidup membosankan, hanya untuk biarawan atau orang suci zaman dahulu.
Namun, Christus Vivit, seruan apostolik dari Paus Fransiskus kepada kaum muda, hadir sebagai suara kenabian yang membalikkan anggapan itu. Di dalamnya, Paus menyatakan dengan lantang: “Kristus hidup dan Dia ingin kamu hidup!” (Christus Vivit, 1).
Dokumen yang ditulis setelah Sinode Para Uskup tahun 2018 ini adalah sapaan hangat Gereja kepada anak-anak mudanya. Lebih dari sekadar teks gerejawi, Christus Vivit adalah ajakan untuk menjalani kehidupan dengan penuh gairah, keberanian, dan cinta, dalam terang Injil yang hidup.
Dalam realitas yang berubah cepat, seruan ini menegaskan satu hal penting: kekudusan bukan milik masa lalu. Kekudusan adalah panggilan universal, termasuk bagi generasi milenial dan Gen Z hari ini.
Tak Harus Jadi Imam atau Suster
Paus Fransiskus dalam Christus Vivit menegaskan bahwa kekudusan tidak memerlukan tindakan luar biasa atau mukjizat setiap hari. Kekudusan adalah hidup dalam kasih, setia dalam tugas kecil, dan terbuka kepada karya Allah di tengah keseharian.
“Jangan menunggu menjadi tua untuk menyerahkan diri kepada Tuhan,” tulis Paus dalam dokumen ini.
Pesan ini menggema kuat dalam kisah hidup Beato Carlo Acutis, remaja Katolik dari Italia yang wafat pada usia 15 tahun. Ia hidup seperti remaja pada umumnya—menyukai komputer, bermain bola, bersosialisasi.
Namun, yang membedakannya adalah cinta radikal kepada Ekaristi dan kemampuan luar biasa untuk menjadikan teknologi sebagai alat pewartaan iman.
Melalui situs yang ia bangun, ia mendokumentasikan mukjizat Ekaristi dari seluruh dunia. Carlo membuktikan bahwa “jalan tol menuju surga” tak harus diwarnai dengan pengasingan diri, melainkan bisa ditempuh dari balik layar komputer dan koneksi internet.
Teladan Kekudusan
Carlo Acutis adalah wajah baru kekudusan: muda, kreatif, dan digital. Ia adalah bukti hidup bahwa iman dan teknologi bukan dua kutub yang berlawanan, melainkan bisa berkolaborasi untuk menghadirkan kasih Allah di tengah dunia.
Dalam Christus Vivit nomor 104, Paus menyebutnya sebagai teladan anak muda yang tahu cara menggunakan teknologi untuk pewartaan.
Carlo tidak sekadar membicarakan Tuhan, ia menunjukkan Tuhan dalam cara hidupnya—dalam kasih kepada orang miskin, dalam ketaatan kepada orang tua, dalam kesetiaan pada doa, dan dalam semangat kreatif menjangkau sesama melalui internet.
Ia tidak menunggu dewasa untuk menjadi kudus. Ia menjalani hidup kudus sebagai remaja, sebagai pelajar, sebagai pemuda digital.
Undangan untuk Semua Orang Muda
Christus Vivit menegaskan bahwa semua orang muda dipanggil untuk menemukan dan menjalani panggilannya dengan semangat dan keberanian. Dokumen ini mengajak kaum muda untuk tidak puas menjadi pengamat pasif dunia, tetapi menjadi pelaku perubahan.
Kekudusan bukan soal kesempurnaan, melainkan soal kesetiaan pada jalan Tuhan di tengah dinamika hidup sehari-hari.
Tiga kebenaran yang menjadi inti Christus Vivit adalah: Allah mengasihimu, Kristus menyelamatkanmu, dan Dia hidup bersamamu. Ini bukan doktrin kering, melainkan pengalaman nyata yang diundang untuk dialami semua orang muda.
Carlo Acutis adalah saksi bahwa pesan ini bukan omong kosong. Ia tidak hanya mendengar, tetapi hidup di dalamnya.
Carlo Acutis bukan satu-satunya, tetapi ia menjadi ikon paling mencolok dari generasi muda yang menanggapi panggilan kekudusan dengan cara yang membumi.
Kekudusan tidak berarti meninggalkan dunia, tetapi menghadirkan Tuhan di dalam dunia. Tidak harus menjadi imam atau suster untuk menjadi kudus; siapa pun bisa, selama hidupnya menjadi saksi kasih, pengampunan, dan sukacita.
Dalam dunia yang terobsesi dengan pencapaian, viralitas, dan pencitraan, Carlo menunjukkan bahwa kekudusan adalah perkara keaslian.
Ia tidak menjadi kudus karena dipuji orang, tetapi karena ia hidup total bagi Tuhan. Dunia modern memerlukan lebih banyak Carlo Acutis—mereka yang hidup kudus di tengah dunia, bukan di pinggirannya.
Menjadi Kudus Itu Mungkin, Sekarang Juga
Christus Vivit bukan hanya dokumen; ia adalah sapaan dan panggilan. Carlo Acutis bukan hanya remaja suci; ia adalah inspirasi dan teladan. Dunia memerlukan kekudusan yang relevan, bukan yang eksklusif. Dunia menanti generasi muda yang mau bersinar, bukan untuk dirinya, tetapi untuk Kristus.
Jadi, apakah kamu masih berpikir bahwa kekudusan adalah milik masa lalu? Atau kamu siap menjawab panggilan: “Kristus hidup dan Dia ingin kamu hidup!”
Jika Carlo bisa melakukannya di usia 15, kita semua juga bisa. Hari ini. Di sini. Sekarang juga. (*)
Penulis: Josep Sianturi, mahasiswa STP St. Bonaventura KAM.
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.