Oleh Rifaldo B. Mote
“Sebab hukum Roh, yang memberi hidup dalam Kristus Yesus, telah memerdekakan kamu dari hukum dosa dan hukum maut.” (Roma 8:2)
Katolikana.com—Apa artinya menjadi seorang Kristen hari ini? Apakah cukup hanya percaya pada Yesus, lalu hidup seperti biasa? Apakah kekristenan hanyalah tentang ibadah hari Minggu, ritual liturgis, dan sesekali memberi sedekah?
Dalam surat-suratnya, terutama kepada jemaat di Roma dan Galatia, Rasul Paulus menjawab pertanyaan itu dengan sangat tajam sekaligus membebaskan.
Ia mengajarkan bahwa menjadi Kristen adalah hidup dalam Roh dan hidup dalam kasih—bukan sekadar mematuhi aturan-aturan kaku, melainkan menjadikan hidup sebagai ekspresi iman, dipimpin oleh Roh, dan digerakkan oleh kasih Kristus.
Dari Taurat ke Roh
Rasul Paulus tidak anti-hukum. Sebagai seorang Yahudi Farisi, ia dibesarkan dalam tradisi yang sangat menghargai hukum Taurat. Tapi setelah mengalami perjumpaan transformatif dengan Kristus, ia menyadari sesuatu yang lebih mendalam: bahwa hukum, tanpa kasih dan Roh, hanya akan melahirkan legalisme dan kematian rohani.
Dalam Roma 8, Paulus menyatakan dengan tegas: hukum Taurat telah lemah karena “daging”—yaitu sifat manusia yang rusak oleh dosa. Maka dibutuhkan hukum yang baru: hukum iman, hukum Roh, dan hukum Kristus.
Ketiga hukum ini bukan sistem legal baru yang menggantikan Taurat, melainkan cara hidup yang bersumber dari relasi dengan Kristus. Hukum iman mengarahkan orang percaya untuk mempercayai karya keselamatan Allah.
Hukum Roh menuntun kehidupan ke arah kesalehan yang dibentuk oleh kuasa Roh Kudus. Dan hukum Kristus merangkum segalanya dalam satu kata: kasih.
Iman sebagai Jalan Hidup
Iman, bagi Paulus, bukanlah sekadar pernyataan teologis. Iman adalah respons eksistensial terhadap kasih karunia Allah. Iman melampaui ritual. Iman menuntut kepatuhan—bukan kepatuhan karena takut, melainkan karena percaya.
Paulus menyebutnya sebagai obedience of faith (ketaatan iman) dalam Roma 1:5. Artinya, iman sejati bukan hanya menerima Kristus sebagai Tuhan, tetapi juga menjadikan sabda-Nya sebagai kompas hidup.
Iman tidak diam. Ia bekerja. Dalam Galatia 5:6, Paulus menulis, “Yang penting ialah iman yang bekerja oleh kasih.” Jadi iman bukan jalan pintas menuju keselamatan, tapi perjalanan panjang yang ditandai oleh ketaatan, kesetiaan, dan pengorbanan. Iman memurnikan motivasi, mengubah sikap, dan membentuk karakter Kristiani yang sejati.
Hidup yang Dipimpin oleh Roh Kudus
Hidup dalam Roh adalah tema besar dalam Roma 8. Paulus menyatakan bahwa hanya orang yang dipimpin oleh Roh-lah yang disebut anak-anak Allah (Rm 8:14). Apa artinya ini?
Hidup dalam Roh bukanlah hidup dalam ekstase atau kekuatan supranatural semata. Hidup dalam Roh berarti menyerahkan hidup sepenuhnya untuk dibimbing oleh nilai-nilai ilahi: kerendahan hati, kelembutan, pengampunan, kesetiaan, dan penguasaan diri. Roh Kudus membebaskan kita dari ego, dari kedagingan, dari hidup yang hanya memikirkan diri sendiri.
Dalam Galatia 5, Paulus memperjelas ini dengan menyebutkan “buah-buah Roh”—kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Inilah etika Kristen yang sejati. Roh tidak hanya membimbing dari luar, tetapi memperbaharui dari dalam.
Hukum Kristus
Jika iman adalah akar, dan Roh adalah tenaga penggerak, maka kasih adalah buah dari kehidupan Kristiani. Kasih adalah hukum Kristus.
Paulus menulis dalam Galatia 6:2, “Tanggunglah bebanmu seorang akan yang lain, dan dengan demikian kamu memenuhi hukum Kristus.” Ini bukan sembarang kasih. Ini kasih yang aktif, yang berani memikul salib bersama, kasih yang konkret dalam tindakan solidaritas.
Yesus sendiri telah memberikan hukum kasih: kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat 22:37-40).
Paulus tidak hanya menggemakan ajaran ini, tapi juga menekankan bahwa kasih adalah inti dari semua hukum. Tanpa kasih, iman jadi kosong dan Roh tidak bekerja.
Transformasi Etis
Paulus bukan sekadar berbicara tentang konsep. Ia mengajak setiap orang percaya untuk menghidupi iman mereka. Dalam Roma 12, ia menulis tentang “pembaruan budi” dan hidup yang menjadi “persembahan yang hidup.”
Hidup Kristiani bukan hanya tentang menjadi orang baik, tetapi menjadi pribadi yang dibentuk oleh Roh dan yang hidup dalam kasih, sekalipun dunia tidak selalu menghargainya.
Hidup dalam Roh dan kasih bukan hanya bagi para kudus dan imam. Ini panggilan semua orang Kristen. Seorang ibu rumah tangga yang dengan sabar mengasuh anak-anaknya, seorang pemuda yang menjaga integritas di tempat kerja, atau seorang lansia yang tetap setia dalam doa—semuanya adalah bentuk konkret hidup dalam Roh dan kasih.
Kesatuan dalam Kristus
Iman, Roh, dan kasih bukanlah tiga jalan yang berbeda, melainkan satu jalur yang saling melengkapi dalam kehidupan Kristen. Iman membuka pintu untuk menerima kasih karunia. Roh Kudus memberi kekuatan untuk hidup sesuai kehendak Allah. Dan kasih menjadi ekspresi tertinggi dari iman yang hidup.
Semua ini berpuncak pada Kristus. Kristus bukan hanya teladan, tapi sumber dan tujuan hidup kita. Ia adalah jalan, kebenaran, dan hidup (Yoh 14:6). Hukum Kristus, yang berakar dalam kasih, adalah jalan yang menyelamatkan, membebaskan, dan memanusiakan sepenuhnya.
Di tengah dunia yang semakin bising oleh tuntutan, egoisme, dan kekerasan, suara Paulus tetap relevan: “Jangan kamu hidup menurut daging, tetapi hiduplah oleh Roh” (Rm 8:4). Ini adalah panggilan untuk kembali ke esensi hidup Kristiani: percaya, dibimbing Roh, dan mengasihi tanpa syarat.
Semoga kita, umat Katolik masa kini, sungguh menghidupi iman kita dengan membiarkan Roh bekerja dalam kita, dan menjadikan kasih sebagai hukum tertinggi dalam setiap keputusan dan tindakan kita. (*)
Penulis: Rifaldo B. Mote adalah teolog muda dan penulis yang aktif menulis refleksi spiritual dan pastoral.
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.