Tanjung Selor, Katolikana.com—Dalam lanjutan kunjungan pastoralnya ke wilayah Kalimantan Utara dan Keuskupan Tanjung Selor (KTS), Ignatius Kardinal Suharyo—Uskup Ordinariat Militer Indonesia (OCI)—memimpin langsung upacara peletakan batu pertama pembangunan Klinik St. Monika, Selasa (10/6/2025) sore.
Klinik ini direncanakan menjadi pusat pelayanan kesehatan milik Gereja Katolik di bawah Keuskupan Tanjung Selor, sebagai bentuk konkret pelayanan gerejani kepada masyarakat.
Kedatangan rombongan Kardinal Suharyo di Tanjung Selor sekitar pukul 16.00 WITA disambut meriah setelah menempuh perjalanan laut kurang lebih satu jam dari Tarakan menggunakan speedboat.
Disambut langsung oleh Kapolda Kaltara Irjen. Pol. Hary Sudwijanto, jajaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, dan tokoh adat Bulungan di dermaga VIP Sungai Kayan, penyambutan tersebut menandai dimulainya satu hari penuh kegiatan bermakna bagi umat Katolik di wilayah perbatasan ini.
Ritual Adat dan Tanda Persaudaraan
Setelah rehat singkat dan santap sore, rombongan menuju Wisma Emaus Keuskupan Tanjung Selor, lokasi yang juga menjadi pusat kegiatan pastoral Keuskupan. Di sana, suasana lokal begitu terasa. Tarian adat Dayak Agabag Mansalong dan kreasi seni dari siswa-siswi SLB Yayasan Karya Murni KTS menjadi bagian dari penyambutan penuh kehangatan.
Dengan penuh hormat, Ignatius Kardinal Suharyo disambut dalam tata cara adat Dayak Kayan Mapan Desa Antutan.
Beras kuning ditaburkan sebagai lambang berkat dan keselamatan. Kardinal kemudian menggigit Mandau, pedang tradisional khas Dayak, sebagai tanda penerimaan dan persaudaraan.
Puncak dari prosesi adat adalah Ginum Pengasih—minuman fermentasi khas Dayak yang diminum secara bersama dari bambu, menjadi simbol keterbukaan dan saling menghargai.
Klinik Sebagai Cermin Iman yang Hidup
Usai prosesi budaya, rombongan melangkah ke lokasi pembangunan Klinik St. Monika yang terletak tidak jauh dari kompleks Wisma Emaus. Di sinilah puncak dari kegiatan hari itu berlangsung: Ibadat dan peletakan batu pertama, dipimpin langsung oleh Kardinal Suharyo dan Uskup KTS, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF.
Dalam renungan singkatnya, Kardinal menegaskan bahwa pelayanan kesehatan bukan sekadar tugas sosial, melainkan bagian dari warisan rohani Gereja yang bersumber langsung dari tindakan Yesus sendiri.
“Yesus tidak menyembuhkan orang dalam ruangan tertutup seperti dokter modern. Ia hadir di ruang-ruang publik, menyentuh, menyapa, dan menyembuhkan dengan penuh belas kasih,” tegas Kardinal.
Ia menggarisbawahi bahwa Klinik St. Monika bukan didirikan untuk kepentingan ekonomis atau politis, tetapi murni sebagai perwujudan belas kasih Allah di tengah masyarakat.
“Kita sebagai murid Kristus terbentuk dari tubuh, jiwa, dan roh. Kesehatan tubuh dibutuhkan untuk menjawab panggilan hidup, namun tanpa motivasi dan inspirasi dari Roh Kudus, kita hanya akan berjalan dalam semangat duniawi,” lanjutnya.
Menurut Kardinal, perbedaan utama pelayanan kesehatan gerejani terletak pada sumber inspirasi.
“Motivasi boleh sama dengan lembaga lainnya, tetapi inspirasi kita datang dari Sabda dan teladan Kristus. Maka karya penyembuhan ini haruslah menjadi cermin dari kasih Allah yang hadir nyata,” ujarnya penuh semangat.
Awal dari Sebuah Harapan
Usai renungan, Kardinal Suharyo memberkati lubang pondasi dengan air suci, lalu secara simbolis meletakkan batu pertama. Aksi itu diikuti oleh Mgr. Paulinus Yan Olla, Kapolda Kaltara, perwakilan PUKAT (Profesional dan Usahawan Katolik), panitia, serta sejumlah tokoh umat.
Peletakan batu bukan sekadar seremoni, tetapi menandai langkah awal sebuah komitmen besar: menghadirkan Gereja yang hadir dan solider dengan masyarakat, khususnya dalam pelayanan kesehatan yang menyentuh langsung kebutuhan dasar manusia.
Kegiatan hari itu ditutup dengan suasana hangat kebersamaan. Rombongan kembali ke Wisma Emaus untuk beristirahat sejenak sebelum bergabung dalam makan malam bersama di aula utama. Hadir dalam jamuan tersebut panitia Yubileum Polda Kaltara, para imam, biarawan-biarawati, serta tamu undangan dari berbagai lapisan masyarakat.
Suasana penuh sukacita, namun juga sarat makna. Klinik St. Monika tidak hanya akan menjadi tempat pengobatan, tetapi juga simbol pelayanan Gereja yang nyata, terbuka, dan menjangkau mereka yang paling membutuhkan. (*)
Komsos Keuskupan Tanjung Selor