Menyalakan Terang Kristus dari Ruang Kelas

Pembekalan Makro Teaching STP St. Bonaventura KAM

Medan, Katolikana.com—Menjadi guru Katolik bukanlah sekadar profesi, tetapi panggilan untuk menjadi terang Kristus di tengah dunia pendidikan.

Semangat inilah yang mewarnai kegiatan Pembekalan Makro Teaching yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Pastoral (STP) Santo Bonaventura Keuskupan Agung Medan, yang berlangsung selama tiga hari, 9–11 Juni 2025.

Sebanyak 74 mahasiswa semester IV mengikuti pembekalan ini sebagai persiapan untuk menjalani praktik mengajar di sekolah.

Lebih dari sekadar pelatihan teknis, kegiatan ini dirancang untuk membekali para calon guru dengan integrasi utuh antara ilmu pengetahuan, spiritualitas, dan nilai-nilai kemanusiaan.

Mengajar sebagai Panggilan Iman

Dalam pembukaan kegiatan, Ermina Waruwu, M.Pd., M.Th. menegaskan bahwa menjadi guru bukan sekadar menyampaikan materi, tetapi juga membimbing murid menuju kebenaran dengan kasih.

“Profesi guru adalah bagian dari karya Kristus. Ia bukan hanya pendidik, tetapi juga pewarta, gembala, dan pelayan,” ujarnya.

Ajaran Konsili Vatikan II dalam Gravissimum Educationis juga menegaskan peran penting guru Katolik dalam membentuk pribadi manusia seutuhnya—secara rohani, moral, dan sosial—sehingga kehadiran guru menjadi sarana pewartaan iman yang hidup.

Materi tentang Etika Profesi Guru Agama Katolik yang disampaikan oleh Charles A. Manullang, S.Ag. menyoroti peran guru sebagai teladan dalam kasih, sebagaimana disampaikan dalam Efesus 4:15 dan Matius 28:19–20. Guru bukan sekadar sumber informasi, tetapi menjadi saksi hidup kasih Allah.

Setiap murid dipandang sebagai Imago Dei, ciptaan Allah yang layak dihargai dan dicintai. Maka, ruang kelas seharusnya menjadi tempat di mana iman dan keadilan bertumbuh bersama dalam suasana penuh kasih dan penghargaan.

Dr. Din Oloan Sihotang, M.Pd. dalam sesi Deep Learning mengajak para peserta untuk menerapkan pendekatan yang menyentuh seluruh aspek siswa—pikiran, emosi, dan spiritualitas. Pendidikan yang efektif adalah yang membawa perubahan hidup, bukan sekadar hafalan.

“Belajar harus membuat murid berpikir, merasa, dan bergerak. Guru adalah fasilitator pertumbuhan manusia seutuhnya,” ungkapnya.

Dalam sesi Self Compassion, Elisa Br. Ginting mengajak peserta untuk menyadari pentingnya mencintai dan menerima diri sendiri. Guru yang mampu berdamai dengan dirinya, akan lebih mudah mencintai dan memahami murid-muridnya. Kegagalan bukan akhir, tetapi kesempatan untuk bertumbuh.

“Cinta yang tidak dimulai dari dalam diri sendiri akan sulit diwujudkan dalam interaksi dengan sesama. Guru adalah sahabat jiwa murid-muridnya,” jelasnya.

Sesi Joyful Learning oleh Valentinus Tarigan menekankan bahwa kebahagiaan adalah unsur mendasar dalam pendidikan iman. Guru diajak untuk menciptakan suasana belajar yang kreatif, menyenangkan, dan membangun hubungan yang hangat.

Dengan metode seperti edutainment, permainan edukatif, dan pemanfaatan media yang menarik, proses belajar menjadi sarana pewartaan yang hidup dan relevan.

Pada hari ketiga, para peserta bersama Mariani M. Lumbangaol dan Elisa Br. Ginting menyusun laporan Makro Teaching dan PKM dengan pendekatan reflektif. Mereka diperkenalkan pada model SAVI (Somatik, Auditori, Visual, Intelektual) dan analisis SWOT untuk merancang pembelajaran yang kontekstual dan berdampak nyata.

Laporan bukan sekadar administrasi akademik, tetapi menjadi sarana pertumbuhan spiritual dan pedagogis yang menyatu.

Guru bukan sekadar sumber informasi, tetapi menjadi saksi hidup kasih Allah.

Mendidik dalam Terang Iman

Menutup rangkaian kegiatan, Ermina Waruwu memberikan materi tentang Profil Pelajar Pancasila, menekankan enam dimensi karakter: iman dan akhlak mulia, bernalar kritis, mandiri, kreatif, gotong royong, dan berkebhinekaan global.

Ia menegaskan bahwa guru Katolik memiliki peran strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kuat secara iman dan peduli terhadap sesama serta bangsa.

Kegiatan ditutup dengan momen refleksi mendalam. Mahasiswa diajak untuk bertanya: “Apakah muridku melihat Kristus dalam diriku? Apakah ruang kelasku menjadi tempat kasih Tuhan bertumbuh?”

Menggemakan kata-kata Santo Yohanes Paulus II, “Mengajar adalah bentuk kasih.” Maka, Makro Teaching bukan sekadar tugas akademik, tetapi juga pelayanan yang menghidupkan terang Kristus dalam dunia pendidikan.

Dengan semangat Ad Veritatem per Caritatem—menuju kebenaran melalui kasih—para calon guru STP Bonaventura KAM kini diperlengkapi untuk menjadi pelita bagi generasi masa depan. (*)

Kontributor: Febriola Sitinjak, Mahasiswa STP St. Bonaventura KAM

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Makro TeachingSekolah Tinggi Pastoral Santo Bonaventura
Comments (0)
Add Comment