Ekaristi: Cinta yang Tak Pernah Letih Menyapa Hati yang Lelah

Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani
Petrus Gian Pratama Putra

Katolikana.com — Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus (Corpus Christi) adalah momen istimewa yang mengundang seluruh umat Katolik untuk kembali merenungkan inti terdalam dari iman kita: kehadiran nyata Yesus Kristus dalam rupa roti dan anggur.

Dalam setiap perayaan Ekaristi, Tuhan tidak hanya mengingatkan kita tentang kasih-Nya, tetapi sungguh hadir, hidup, dan menyapa hati kita yang lelah.

Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus tidak mewariskan dokumen, wasiat, atau pesan panjang. Ia memberikan sesuatu yang jauh lebih besar: diri-Nya sendiri.

“Inilah Tubuh-Ku… Inilah Darah-Ku…” (bdk. Mat 26:26-28).

Di dalam Ekaristi, kasih Allah mencapai puncaknya. Ia tidak mencintai dari kejauhan, tetapi masuk dalam hidup kita, menyentuh luka-luka kita, dan tinggal di hati kita.

Lebih dari Sekadar Simbol

Ekaristi bukan sekadar simbol atau ritus liturgi. Ia adalah peristiwa cinta yang hidup, tempat kita mengalami kehadiran Kristus yang sejati. Dalam setiap Misa, roti dan anggur diubah oleh kuasa Roh Kudus menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Dan ketika kita menyambut-Nya dalam Komuni Kudus, kita tidak hanya ‘menerima’, tetapi bersatu dengan-Nya dalam kasih yang mendalam.

Namun, menyambut Ekaristi bukan hanya soal devosi pribadi. Tubuh Kristus yang kita terima adalah undangan untuk menjadi pribadi baru: menjadi roti yang dipecah dan dibagikan bagi sesama, menjadi anggur yang dituangkan untuk membawa penghiburan, pengharapan, dan cinta bagi mereka yang haus akan kasih.

Menjadi Tubuh Kristus yang Hidup

Setiap kali kita menyambut Hosti Kudus, Kristus berbisik di hati kita: “Jadilah seperti Aku.” Ekaristi adalah panggilan untuk berubah, untuk bertransformasi. Ia bukan hanya menyentuh individu, tetapi membentuk komunitas, menyatukan yang berbeda, menyembuhkan luka, dan menguatkan harapan.

Dalam dunia yang sering kali sibuk, gaduh, dan penuh ketakutan, Ekaristi menjadi oase yang mengalirkan ketenangan dan kekuatan. Ia mengajarkan bahwa kasih sejati bukan tentang menguasai, tetapi memberi diri. Kebahagiaan sejati tidak datang dari memiliki lebih, tetapi dari membagikan lebih.

Banyak dari kita datang ke gereja dengan hati yang letih, beban yang berat, dan iman yang nyaris padam. Namun dalam keheningan altar, dalam sakramen Komuni, kita menemukan pelukan lembut dari Kristus yang bersabda: “Datanglah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat…” (Mat 11:28).

Ekaristi menyentuh sisi terdalam dari kerinduan manusia akan kehadiran, akan cinta yang tidak menuntut, akan setia yang tak berpamrih. Ia mengundang kita untuk menanggapi kasih-Nya bukan hanya dengan kata, tetapi dengan hidup yang berubah dan berbuah.

Hari Raya Corpus Christi bukan hanya selebrasi liturgis. Ia adalah panggilan untuk membawa Kristus keluar dari altar menuju dunia: menjadi sabar di tengah kemarahan, menjadi pengampun di tengah luka, menjadi sahabat bagi yang terpinggirkan.

Yesus berkata, “Akulah roti hidup. Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi…” (Yoh 6:35). Di tengah dunia yang lapar akan makna, gersang akan harapan, dan haus akan kasih, Ekaristi adalah jawaban yang tak tergantikan: cinta yang setia, tak bersuara, tapi selalu ada.

Sumber dan Puncak Kehidupan Kristiani

Tak heran jika Gereja menyebut Ekaristi sebagai “sumber dan puncak seluruh kehidupan Kristiani”. Dari altar, kita diutus bukan sebagai orang-orang suci yang sempurna, tetapi sebagai pribadi rapuh yang telah disentuh oleh kasih Allah. Kita dipanggil untuk menjadi terang dalam gelap, harapan dalam putus asa, dan kasih dalam dunia yang dingin.

Kristus tetap hadir, bahkan ketika kita merasa jauh. Ia tetap menanti, dalam sunyi dan sederhana, tak pernah lelah menyapa hati kita yang letih. Ia tidak menuntut kesempurnaan, hanya kesiapsediaan untuk diubah oleh kasih-Nya.

Terima kasih, Tuhan, karena Engkau tidak hanya mengajar kami, tetapi juga memberikan Diri-Mu—Tubuh dan Darah-Mu—sebagai santapan kasih dan sumber keselamatan. Ajarlah kami untuk menyambut-Mu bukan hanya dengan bibir, tetapi dengan hidup yang penuh kasih, pengampunan, dan harapan.

Dalam setiap Misa, dalam setiap hosti, dalam setiap langkah kecil menuju altar, kita menemukan Dia yang tak pernah lelah mencintai. Dan dari sana, kita pun belajar untuk mencintai dengan cara yang sama. (*)

Penulis: Petrus Gian Pratama Putra, Ketua Bidang Pewartaan Paroki St. Paulus Kleca Surakarta

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Corpus ChristiHari Raya Tubuh dan Darah Kristus
Comments (0)
Add Comment