Katolikana.com—Ada satu hal yang sering membuat kita bertanya-tanya dalam hati: “Kenapa ya, aku jatuh di kesalahan yang sama lagi?”
Padahal sudah pernah menyesal. Sudah pernah bilang, “Kapok!” Sudah pernah doa sambil berlinang air mata minta dikuatkan. Tapi kok, besok juga minggu depan, kita jatuh lagi di titik yang sama, dengan dialog batin yang sama, dan kadang dengan ekspresi wajah yang sama pula.
Dan Tuhan, yang penuh belas kasih, mungkin sambil senyum geli berkata, “Nak, ini sudah episode ke-7.401 kamu jatuh di lubang yang sama. Kapan kamu mau pakai peta?”
Seolah hidup ini seperti drama Korea. Alur ceritanya bisa ditebak, karakternya familiar, dan ending-nya… ya ampun, kok gini lagi ya?
Padahal kalau dipikir-pikir, hidup ini ibarat sebuah template. Tuhan tidak menciptakan hidup secara acak. Ada pola. Ada ritme. Ada prinsip. Misalnya: kalau kamu malas, ya hasilnya kurang maksimal.
Kalau kamu terlalu gengsi untuk minta maaf, ya relasimu akan retak. Kalau kamu jauh dari doa, ya hatimu makin resah.
Template kehidupan sudah diberikan sejak awal: Kasihilah sesamamu. Ampunilah. Berdoalah. Rendahkan hatimu. Percayalah.
Tapi manusia (yaitu kita ini), sering menciptakan template baru yang agak nyeleneh: Baperlah. Jangan dulu maafkan. Mending bales aja. Berdoa nanti aja pas udah kepepet. Lucunya, ketika hasil hidup kita berantakan, kita heran.
Padahal kalau kita ulang pola yang sama, ya hasilnya pasti sama juga. Kayak orang yang mau bikin kue tapi tetap pakai resep yang salah, lalu protes, “Kenapa bolunya gagal terus, Tuhan?” Mungkin Tuhan jawab, “Karena kamu masih pakai resep yang itu-itu saja, Nak…”
Tuhan itu Maha Baik, Maha Pengampun, dan syukurlah Maha Sabar. Ia tahu kita butuh waktu. Ia tahu kita kadang keras kepala. Tapi Ia juga menanti kita untuk berani berubah. Berani mengakui: “Ya, ini salahku. Aku perlu ubah polanya.”
Pertobatan sejati bukan soal menangisi kesalahan berulang, tapi mulai mengambil langkah berbeda meskipun kecil. Kalau biasanya kita diam saja saat hati mulai marah, sekarang kita coba tarik napas dan berdoa.
Kalau biasanya kita nyinyir dulu baru sadar salah, sekarang kita coba tunda reaksi dan berpikir ulang. Kalau biasanya kita cuma bilang “maaf” sebagai formalitas, sekarang kita belajar meminta maaf dengan tulus dan berani berubah.
Jangan tunggu sampai kesalahan itu jadi kebiasaan. Jangan tunggu sampai pola lama membentuk identitas. Karena kabar baiknya: template hidup kita bisa diedit.
Tuhan memberi kita kuasa untuk memperbarui hidup bukan dengan kekuatan sendiri, tapi dengan rahmat-Nya. Jadi, jangan cuma hidup seperti naskah fotokopi. Jangan ulang dosa dengan kualitas HD dan subtitle lengkap.
Mari kita belajar, pelan-pelan.
Kalaupun jatuh, semoga bukan di tempat yang sama, dengan alasan yang sama, dan dengan ekspresi yang sama. Kasihan malaikat pencatat. Dia mungkin udah bosan nulis bagian itu terus. (*)
Kontributor Katolikana.com di Nabire, Papua Tengah. Gemar sepedaan dan bermusik. Alumnus FEB Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Bisa disapa via Instagram @reinaldorahawarin