ISI Surakarta Gelar Festival Pasca Penciptaan #2

Surakarta, Katolikana.com – Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta kembali menggelar Festival Pasca Penciptaan edisi kedua.

Festival yang didukung Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia ini, digelar tiga hari, 7-9 September 2025 bertempat di Teater Besar, Teater Kecil, Teater Kapal dan Pendapa ISI Surakarta.

Festival ini menjadi ruang apresiasi, refleksi, dan diseminasi, bagi karya-karya unggulan mahasiswa Program Magister dan Doktoral Pascasarjana ISI Surakarta, ISI Bali, dan ISI Yogyakarta.

Festival menampilkan 16 karya terbaik lintas disiplin, mulai dari seni pertunjukan (tari, teater, musik), seni rupa, fotografi, seni media, film, hingga fashion. Festival Pasca Penciptaan #2 2025 berakar pada riset artistik dan refleksi kritis atas budaya Nusantara.

Hal ini disampaikan Panitia Festival Penciptaan #2 2025 pada Konferensi Pers yang dihadiri oleh Dr. Wahyu Novianto, M. Sn. (CP Tim Kreatif), Dr. Aris Setiawan, M. Sn. (CP Show Brain), Dr. Budi Setiyono, M. Si (Wakil Direktur Pascasarjana ISI Solo), dan Eko Supendi, M. Sn. (CP Tim Kreatif), Kamis (4/9/2025), di Lobby Teater Besar Kampus I ISI Surakarta.

Festival ini hendak menegaskan bahwa seni bukan hanya ekspresi estetis, melainkan juga pengetahuan yang lahir dari pengalaman tubuh, pikiran, dan imajinasi.

Inovator budaya

Terkait gelaran Festival Pasca Penciptaan #2 2025, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon menegaskan bahwa Festival Pasca Penciptaan adalah bukti bahwa pendidikan tinggi seni di Indonesia tidak hanya melahirkan seniman, tetapi juga pemikir dan inovator budaya.

“Melalui seni, kita membangun diplomasi budaya, menguatkan identitas, sekaligus membuka ruang pengetahuan global yang berakar dari Nusantara,” ujar Fadli Zon.

Undangan bagi masyarakat untuk hadir pada Festival Pasca Penciptaan #2 2025 yang digelar ISI Surakarta

Festival Pasca Penciptaan #2 2025 menghadirkan empat format utama:

  1. Seni Pertunjukan menampilkan karya teater dari seniman Dwi Suryanto S.Sn., M.Sn, Luna Kharisma, S.Sn., M.Sn (ISI Surakarta), dan Dr. I Gusti Putu Sudarta, SSP., M.Sn (ISI Bali). Karya musik dari seniman Dr. Otto Sidharta (IKJ) dan Yenny Arama, S.Sn., M.Sn (ISI Surakarta). Karya tari dari seniman Dr. Sukrin Suhardi S,Pi., M.Pd (ISBI Tanah Papua), Dr. Darmawan Dadijono M.Sn (ISI Yogyakarta), M. Safrizal S.Sn., M.Sn dan Dr. M. Wasi Bantolo, S.Sn., M.Sn (ISI Surakarta).
  2.  Seni Rupa menghadirkan karya dari perupa Dr. Aries Budi Marwanto, S.Sn., M.Sn dan Vivian Aprida Syafira, S.Sn., M.Sn (ISI Surakarta).
  3. Seni Media Rekam menyajikan karya film dari sineas Dr. Nur Hidayat, S.Sn., M.Sn (IKJ), Alif Septian Raksono Putra, S.Sn., M.Sn, dan Fanny Chotimah, S.Si., M.Sn (ISI Surakarta); juga karya-karya fotografi dari fotografer Nova Wulan Priyandani, S.Sn., M.Sn (ISI Surakarta) dan Dr. Sn. Muhammad Fajar Apriyanto, M.Sn (ISI Yogyakarta).
  4. Show Brain menyajikan orasi performatif proses penciptaan sebagai bentuk pertanggungjawaban akademik dan artistik, menghadirkan narasumber Sri Paduka Mangkoenagoro X, Sardono W. Kusumo, Prof. Dr. Dra. Sunarmi, M.Hum., Dr. Susas Rita Loravianti, S.Sn., M.Sn., dan Syaifullah Agam, SE., M.Ec., Ph.D.

Momen penting dalam festival tahun ini adalah Launching An Artistic Innovation Sanctuary, sebuah inisiatif strategis yang diresmikan oleh Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Ahmad Mahendra.

“Segala yang Agung lahir dari sunyi. Dari gelap. Kami mendengar serpih kaca. Bayangan gelap. Narsisme memudar untuk bernapas” (Foto Ist.)

Perayaan kawasan ke-artistikan

Festival Pasca Penciptaan #2 ISI Surakarta merupakan An Artistic Innovation Sanctuary (AIS) yakni festival sebagai perayaan kawasan ke-artistikan yang menyatukan aspek artistik (indrawi), inovasi (akal), dan jiwa (sanctuary) melalui arsip dan praktik artistik lintas disiplin seni dan karya-karya S2 dan S3 Pasca Penciptaan.

Selain itu ISI Surakarta sebagai kawasan ke-artistikan juga akan mensinergikan seni, teknologi dan sains.

Harapannya An Artistic Innovation Sanctuary dapat menjadi simpul strategis bagi Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia bahwa seni Nusantara bukan hanya warisan, tetapi juga masa depan.

Diplomasi budaya

Ketua Panitia Dr. Eko Supriyanto, MFA menegaskan bahwa Festival Pasca Penciptaan bukan hanya ajang apresiasi karya seni, melainkan juga bentuk kontribusi nyata pendidikan tinggi seni terhadap pembangunan kebudayaan nasional.

Melalui festival ini, seni diposisikan sebagai medium strategis, sebagai diplomasi budaya, penguatan identitas, dan sarana pemberdayaan masyarakat.

Dengan dukungan berbagai pihak, Festival Pasca Penciptaan #2 2025 diharapkan mampu menjadi momentum penting dalam reposisi seni Nusantara di kancah global: “Dari arsip tubuh Nusantara menuju ruang pengetahuan global”.

Seni bukan milik panggung. Dia lahir diantara napas dan mimpi. Ia menempel pada kulit, pada bumi, pada jejak yang tertinggal” (Foto Ist.)

Berikut ini beberapa karya yang akan ditampilkan dalam festival di antaranya:

  1. Karya Musik “Gender”
  2. Fashion
  3. Karya tari “ Molulo Halu Oleo”
  4. Karya Tari “ Laras Loka Lampah : Membongkar Bugar “
  5. Karya Tari “Archiving Ancient Body #2”
  6. Lounching “An Artistic Innovation Sanctuary
  7. “ Sudut Hati Terpercik Api”
  8. Karya Teater “Hanoman”
  9. Karya : “Laksita Jati”
  10. Film Dokumenter Dengan Pendekatan Creative Documentary Alih Wahana ” Pendekar Daster Rombeng Dan Pendongeng Sakti “ (Film)
  11. Pemutaran Film Eksplorasi Sinematografi False Color Dalam Film Kalabendhu (Film)
  12. Karya “Mimpi ” (Musik)
  13. Pemutaran Film Karya “Ramo Bucco” : Intermedia Film Fiksi Dan Kejhungan Madura

Seni cermin kehidupan

Festival ini juga menjadi langkah untuk mewariskan budaya seni bagi kaum muda, membangun jejaring dengan kaum muda sekaligus juga mengangkat brand ISI Surakarta dengan menggali ketokohan para pendiri ISI Surakarta yang telah menghidupi karya seni sebagai bagian dari hidupnya, misalnya seperti Gendhon Humardani dan Rahayu Supanggah.

“Seni adalah cermin kehidupan. Melalui seni, kita dapat melihat diri sendiri dan dunia sekitar dengan lebih jelas,” kata Sedijono Djojokartiko Humardani atau dikenal dengan nama Gendhon Humardani, seniman, pembina tari gaya Surakarta, pemimpin ASKI (sekarang Institut Seni Indonesia atau ISI) Surakarta pada tahun 1971.

“Kami sedang tidak mempertontonkan, kami sedang menyampaikan gagasan. Luka. Rindu. Akar. Bentuk. Semua menyatu dalam ruang penciptaan. Ini bukan sebuah kelahiran. Ini adalah saat membaca ulang” (Foto Ist.)

Katekis di Paroki Kleco, Surakarta

Comments (0)
Add Comment