Silaen, Katolikana.com– Suasana duka bercampur harapan iman mewarnai halaman Gereja Katolik Stasi Natolutali pada Kamis pagi (4/9/2025).
Ratusan umat bersama para ketua Dewan Pastoral Stasi (DPS) se-rayon Silaen hadir untuk memberikan penghormatan terakhir bagi mantan Ketua Dewan Stasi Natolutali Dison Maradian Raden Situmorang yang berpulang ke hadapan Allah.
Kehadiran begitu banyak umat dan pemimpin stasi menjadi tanda nyata betapa almarhum dicintai dan dihargai karena pengabdian serta teladan hidupnya dalam pelayanan Gereja.
Injil sebagai Penghiburan
Ibadat penguburan dipimpin oleh RP Cypriano Barasa, OFMCap. Dalam khotbahnya, Romo Cypriano mengajak umat untuk merenungkan Injil Yohanes 11:20–27 tentang kebangkitan Lazarus. Firman Yesus kepada Marta menjadi sumber penghiburan bagi keluarga dan seluruh umat:
“Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.”
Pesan ini mengingatkan bahwa iman Katolik memandang kematian bukan sebagai akhir, tetapi sebagai pintu gerbang menuju hidup kekal.
Makna Kematian dalam Kristus
Bagi almarhum, perjalanan peziarahan di dunia telah usai. Selama hidup, ia telah memberi diri, melayani umat, dan menabur kasih bagi keluarga serta komunitas Gereja. Kini, waktunya beristirahat dalam damai Kristus.
Namun bagi umat yang ditinggalkan, kepergian ini menjadi peringatan iman: hidup di dunia fana dan setiap hari adalah kesempatan untuk memperbarui diri. Santo Paulus mengingatkan:
“Jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan; dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi, baik hidup maupun mati, kita adalah milik Tuhan.” (Roma 14:8).
Panggilan untuk Pertobatan
Dalam refleksinya, Romo Cypriano menekankan bahwa kematian seorang pemimpin umat adalah undangan bagi setiap orang untuk menilai hidupnya sendiri.
Apakah kita sudah sungguh menjalani hidup dengan penuh kasih dan pelayanan? Apakah kita sudah siap bila sewaktu-waktu Tuhan memanggil kita pulang?
“Jangan menunda pertobatan, jangan menunda perbuatan baik. Kita tidak pernah tahu kapan panggilan itu datang,” tegasnya.
Doa dan Pengharapan
Umat mendoakan agar almarhum diterima dalam kedamaian abadi di surga. Teladan pengabdian dan pelayanannya diharapkan menjadi warisan rohani yang menginspirasi generasi penerus.
Air mata tentu tak terhindarkan dalam perpisahan, namun iman akan Kristus yang bangkit meneguhkan harapan: perpisahan ini bukan selamanya. Kelak, semua orang yang percaya akan dipersatukan kembali dalam rumah Bapa yang kekal.
Kitab Wahyu menegaskan: “Berbahagialah orang yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini.” (Why. 14:13).
Kematian seorang pelayan Gereja adalah panggilan untuk hidup lebih baik. Seperti benih yang jatuh ke tanah dan mati, ia menumbuhkan harapan baru bagi banyak orang.
Mari kita menyiapkan hati, agar kelak ketika panggilan Tuhan tiba, kita pun dapat menghadap-Nya dengan damai bersama mereka yang telah mendahului kita dalam iman. (*)
Kontributor: Rikha Emyya Gurusinga
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.