Katolikana.com—Romo, mau tanya. Saya mau ikut kursus perkawinan tapi status liber dan surat permandian belum ada karena sempat orang tua saya pisah dari kecil. Saya coba minta bantu sama keluarga untuk memintakan status liber dan surat permandian saya, katanya tidak bisa diwakilkan. Mohon sarannya Romo. Salam, Lorens
Saudara Lorens, terima kasih atas “curhatan hati” yang sedang dihadapi ini. Hal yang sangat penting dari kisah Anda di atas adalah perjuangan Anda untuk mempersiapkan perkawinan, termasuk usaha memastikan tiada halangan dalam perayaan perkawinan Anda nantinya.
Namun, dari kisah ini, tidak ada informasi apakah Anda sedang berada di wilayah perantauan atau di wilayah paroki Anda sendiri. Keadaan seperti ini menjadi pertimbangan dalam memastikan “status liber”.
Kadang terjadi, umat Katolik di perantauan kurang dikenali oleh pastor paroki dan ketua lingkungan/kring/wilayah/ketua Gereja stasi, mungkin karena yang bersangkutan kurang aktif dalam kegiatan kegerejaan dan bahkan jarang ikut Misa.
Jika seseorang kurang dikenali, maka memang perlu dipastikan dengan hati-hati terkait “status liber”nya.
Apa itu “Status Liber”?
Istilah “status liber” berasal dari Bahasa Latin, yang berarti: keadaan bebas atau memiliki status bebas. Istilah ini terutama dipakai dalam konteks hukum perkawinan Gereja Katolik.
Seseorang yang memiliki status liber berarti bebas dari ikatan perkawinan sebelumnya dan dari segala halangan kanonik lain yang membuatnya tidak mampu atau terhalang secara hukum untuk melangsungkan perkawinan yang sah.
Pastor paroki atau pastor yang ikut mendampingi calon pasutri wajib memastikan bahwa sebelum perkawinan dirayakan tidak ada satu hal pun yang menghalangi perayaan perkawinan yang sah (ad validitatem) dan pantas (ad liceitatem). Hal ini ditegaskan dalam kanon 1066 dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK).
Penyelidikan Status Liber
Ada baiknya kita pahami beberapa cara menyelidiki status liber calon pasangan suami-istri (pasutri).
Pertama, Surat Baptis terbaru. Salah satu cara memverifikasi “status liber” seorang Katolik adalah memeriksa “notanda” atau cacatan khusus dalam Surat Baptis yang bersangkutan. Oleh karena itu, pihak paroki selalu meminta salinan Surat Baptis terbaru dari calon pasutri jika keduanya Katolik.
Di dalam “notanda” Surat Baptis, dicatat perubahan status setiap umat Katolik. Notanda atau catatan khusus itu, antara lain: keterangan ‘sudah menikah’ atau ‘sudah menerima tahbisan suci’ atau ‘sudah menerima kaul kekal’.
Jika seorang Katolik tidak memiliki status hidup semacam ini, maka dalam notanda Surat Baptisnya tidak tertulis apa-apa sebagai indikasi bahwa yang bersangkutan memiliki “status liber”. Oleh karena itu, Saudara Lorens mesti meminta salinan terbaru dari Surat Baptis Anda di Sekretariat Paroki di mana Anda dibaptis.
Dalam kisah Anda di atas, penyebab kesulitan Anda mendapatkan Surat Baptis adalah keadaan orangtua yang pisah sejak Anda masih kecil.
Menurut saya, seharusnya ini tidak menjadi alasan kesulitan mendapatkan Surat Baptis. Sebab, data-data pembaptisan di paroki pasti tercatat di Sekretariat Paroki di mana Anda dibaptis. Oleh karena itu, silakan datang ke Sekretariat Paroki dan minta salinan surat Baptis Anda.
Kedua, pastor bertemu langsung calon pasutri dan mengeluarkan Surat Keterangan Status Liber. Jika Pastor Paroki atau pastor yang mendampingi calon pasutri, kurang mengenal calon pasutri, maka perlu dipastikan “status liber” mereka.
Salah satu cara menyelidikinya, yakni calon pasutri bertemu langsung dengan pastor paroki atau pastor yang mendampingi calon pasutri, sehingga melalui “wawancara langsung” bisa disimpulkan bahwa calon pasutri memang memiliki status liber.
Dalam beberapa kasus, pihak paroki perlu meminta keterangan “status liber” dari calon pasutri dengan disaksikan dan ditanda-tangani oleh minimal 2 orang saksi.
Dalam keterangan “status liber” ini, calon pasutri menyatakan dengan jelas bahwa mereka tidak terikat perkawinan sebelumnya atau tidak pernah menerima tahbisan suci atau kaul kekal dalam tarekat religius.
Ketiga, penyelidikan kanonik. Kitab Hukum Kanonik Kanon 1067 menegaskan agar sebelum perkawinan dirayakan, ada dua hal yang mesti dilakukan untuk memastikan “status liber” calon pasutri.
(a). Pastor melakukan penyelidikan kanonik kepada calon pasutri. Penyelidikan ini harus dihadiri langsung oleh calon pasutri, tidak bisa diwakilkan atau tidak bisa hanya melalui “pertemuan online”. Penyelidikan kanonik itu pertama-tama dilaksanakan oleh pastor paroki atau pastor vikaris paroki dari calon mempelai.
Namun, jika ada kesulitan tertentu yang wajar, maka penyelidikan kanonik dapat didelegasikan kepada pastor lain (bdk. Kanon 1070). Hanya saja, pastor lain yang diberi delegasi melakukan penyelidikan kanonik wajib memberitahukan hasil penyelidikan kanonik yang telah ia lakukan dengan dokumen otentik kepada pastor paroki.
(b) Pengumuman perkawinan. Umumnya di Indonesia, sebelum merayakan perkawinan, diumumkan rencana perkawinan calon pasutri sebanyak 3 kali (3 minggu berturut-turut).
Tujuannya adalah agar umat beriman wajib melaporkan kepada pastor paroki atau kepada Bapa Uskup atau Romo Vikaris Jenderal atas halangan-halangan perkawinan dari calon pasutri yang mereka ketahui.
Berbagai penyelidikan “status liber” calon pasutri ini sangat penting untuk membantu calon pasutri agar dapat merayakan perkawinan sesuai aturan hukum Gereja Katolik.
Dengan kata lain, penyelidikan atas status liber ini semata-mata bantuan nyata dari Gereja untuk memastikan bahwa umat Katolik yang akan merayakan perkawinan memiliki disposisi batin (keadaan rohani) yang bebas, benar dan penuh.
Demikian jawaban kami. Semoga jawaban kami ini membantu Anda dan juga umat lainnya. Salam dari Roma, Italia.
Roma, 30 September 2025
Pastor Postinus Gulö, OSC adalah penulis buku: “Kasus-Kasus Aktual Perkawinan: Tinjauan Hukum dan Pastoral” (Penerbit Kanisius, tahun 2022). Kini, mahasiswa Doktoral Hukum Gereja di Pontificia Universitá Gregoriana, Roma, Italia.