Oleh Regina Pramesti Nareswari
Katolikana.com—Di tengah kekayaan budaya dan keragaman agama yang mewarnai Indonesia, ungkapan “Katolik itu Indonesia” bukanlah sekadar semboyan seremonial.
Ia adalah sebuah panggilan iman yang mengajak umat Katolik untuk menghayati bahwa identitas sebagai orang beriman tidak pernah terpisah dari kenyataan bahwa kita adalah warga bangsa.
Iman dan kebangsaan bukan dua hal yang berlawanan, melainkan dua dimensi yang saling memperkaya dan menguatkan kehidupan bersama.
Gereja Katolik di Indonesia, sejak awal perjumpaannya dengan bangsa ini, telah berusaha membumikan iman dalam kehidupan sosial, pendidikan, budaya, dan kemanusiaan.
Jejak Pelayanan Bangsa
Meskipun jumlah umat Katolik secara statistik hanya sekitar tiga persen dari total penduduk Indonesia, kehadirannya memiliki peran yang signifikan.
Di beberapa daerah, seperti Nusa Tenggara Timur, umat Katolik bahkan menjadi mayoritas dan sangat berperan dalam memajukan pendidikan serta pelayanan kesehatan.
Banyak sekolah, rumah sakit, panti sosial, dan lembaga kemasyarakatan Katolik yang melayani bukan hanya umatnya sendiri, tetapi seluruh warga tanpa membedakan latar belakang agama.
Jejak pelayanan ini menjadi bukti konkrit bahwa Gereja hadir sebagai bagian integral dari kehidupan bangsa, bukan berdiri di luar atau terpisah darinya.
Merawat Iman yang Kontekstual
Fondasi dari pelayanan ini adalah iman yang terus dirawat. Merawat iman berarti meneguhkan kehidupan rohani yang hidup dan berdaya.
Ekaristi, sakramen, doa, dan liturgi bukan sekadar rutinitas, melainkan sumber kekuatan batin yang membentuk karakter, moral, dan sikap sosial umat beriman.
Iman yang dirawat dengan baik akan memancarkan buah dalam tindakan: kepedulian, kerendahan hati, keberanian bersaksi, serta kepekaan terhadap sesama.
Dalam konteks Indonesia, Gereja mengupayakan pembinaan iman yang kontekstual—iman yang berakar dalam budaya lokal, bahasa, dan sejarah masyarakat.
Semangat “100% Katolik, 100% Indonesia” yang diwariskan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata adalah pengingat abadi bahwa menjadi Katolik bukan berarti kehilangan keindonesiaan. Justru sebaliknya, iman memperkaya keterikatan kita pada tanah air.
Tantangan Zaman
Namun, perjalanan merawat iman tidak lepas dari tantangan. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul penurunan jumlah panggilan hidup membiara dan imamat di sejumlah wilayah.
Di tengah arus globalisasi dan budaya digital, sebagian umat muda menghadapi kebingungan identitas, pencarian makna, serta godaan gaya hidup yang instan.
Gereja dipanggil untuk semakin kreatif mendampingi generasi muda agar mereka menemukan kembali bahwa iman adalah jalan kedewasaan dan panggilan hidup yang relevan di tengah dunia modern.
Merajut Kebangsaan
Iman yang terawat harus berbuah dalam tindakan merajut kebangsaan. Umat Katolik tidak dipanggil untuk hidup eksklusif bagi dirinya sendiri.
Gereja dipanggil untuk terlibat aktif dalam pendidikan, kesehatan, advokasi kemanusiaan, dialog antaragama, dan berbagai bentuk pelayanan publik lainnya.
Dalam kehidupan plural Indonesia, Gereja menunjukkan keterbukaan melalui dialog, kerja sama lintas agama, dan sikap saling menghormati.
Ketika umat Katolik turut menghadiri silaturahmi Idul Fitri, menghormati waktu ibadah agama lain, atau bekerja bersama dalam kegiatan sosial, saat itulah Gereja sedang menghidupi prinsip Bhinneka Tunggal Ika secara nyata.
Iman Katolik mendorong kita menjadi warga negara yang aktif membangun keadilan sosial, merawat lingkungan, memperjuangkan martabat manusia, dan menjaga kesejahteraan bersama.
Nilai-nilai Pancasila, terutama sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sangat sejalan dengan Ajaran Sosial Gereja yang menempatkan manusia sebagai gambar Allah dan saudara satu sama lain.
Dari Paroki untuk Negeri
Panggilan ini dapat diterjemahkan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Guru dan katekis dapat menanamkan pemahaman kepada siswa bahwa hidup beriman tampak dalam tanggung jawab terhadap bangsa.
Lingkungan paroki dapat mengadakan kegiatan bakti sosial bersama warga lintas agama, kampanye ekologis sesuai semangat Laudato Si’, atau pertemuan dialog untuk memperkuat persaudaraan.
Setiap umat secara pribadi dipanggil untuk menunjukkan kasih dalam tindakan sederhana di keluarga, komunitas, dan tempat kerja.
Oleh karena itu, seruan “Katolik itu Indonesia! Merawat Iman, Merajut Kebangsaan” bukan hanya slogan inspiratif, melainkan sebuah panggilan hidup. Kita dipanggil untuk menghidupi iman dengan kesetiaan dan kedalaman.
Kita juga dipanggil untuk terlibat dalam kehidupan bangsa dengan sikap hormat, cinta, pelayanan, dan komitmen terhadap kebaikan bersama.
Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, Gereja Katolik di Indonesia dipanggil menjadi jembatan persaudaraan dan tanda harapan bagi kehidupan bangsa.
Menjadi Katolik adalah menjadi pembawa terang, dan menjadi Indonesia adalah menjadi bagian dari karya besar Allah dalam sejarah bangsa ini. (*)
Penulis: Regina Pramesti Nareswari, Mahasiswa STKIP Widya Yuwana Madiun
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.