Jakarta, Katolikana.com — Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025 resmi ditutup dalam sebuah perayaan Ekaristi yang khidmat dan penuh harapan di Krakatau Ballroom, Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta, Jumat (7/11/2025).
Selama sepekan penuh (3-7 November), sekitar 375 peserta dari 38 keuskupan dan satu keuskupan TNI/Polri telah “berjalan bersama” untuk merumuskan arah pastoral Gereja Katolik Indonesia lima tahun ke depan.
Mengusung tema ‘Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan: Menjadi Gereja Sinodal yang Misioner untuk Perdamaian’, SAGKI 2025 menghasilkan komitmen dan rekomendasi konkret yang berfokus pada inklusivitas, keadilan ekologis, kerukunan, dan kesehatan mental umat.
Misa Penutupan: Puzzle Perdamaian dan Pengharapan
Misa Penutupan dipimpin oleh Selebran Utama Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta, didampingi Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, serta para uskup dan imam perwakilan dari seluruh Indonesia.
Misa diawali dengan prosesi simbolik “Puzzle Perdamaian”. Para peserta yang mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah membawa potongan puzzle ke depan altar. Satu per satu, mereka menyatukan kepingan itu hingga membentuk satu gambar utuh, melambangkan komitmen untuk saling mengisi, menyembuhkan luka, dan menyalakan harapan.
“Dalam setiap luka manusia, kita menemukan wajah Tuhan yang penuh kasih,” ungkap narator dalam prosesi tersebut.
Dalam homilinya, Kardinal Suharyo menegaskan bahwa seluruh proses SAGKI adalah penegasan bersama yang dibimbing oleh Roh Kudus.
“Roh Kudus turun dengan cara demikian, bukan dengan cara lain,” ujarnya, meyakini bahwa rumusan yang telah dihasilkan dapat dilaksanakan dan akan berbuah pada waktunya.
Kardinal Suharyo menutup homilinya dengan mengutip 1 Korintus 15:58, mengajak seluruh umat untuk teguh, tidak goyah, dan giat dalam pekerjaan Tuhan.
“Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia,” katanya, memotivasi peserta untuk terus mewujudkan tanda-tanda pengharapan.
Upacara Penutupan: Gendang, Lilin, dan Pesan Kebangsaan
Sebelum berkat penutup, panitia menyajikan Closing Ceremony yang menyentuh. Anak-anak yang mengenakan kostum Luce, maskot Yubelium, hadir diiringi penyalaan lilin-lilin misionaris dari empat penjuru, menandakan harapan di tengah ketidakpastian.
Sebagai tanda resmi penutupan SAGKI 2025, para Uskup perwakilan dari 6 Regio secara serempak memukul gendang yang disambut gemuruh tepuk tangan. Suasana haru semakin terasa ketika paduan suara dari Panti Asuhan Prima Unggul melantunkan lagu “Peziarah Pengharapan”.
Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, dalam sambutan penutupnya, menegaskan agar hasil sidang ini dapat memberi perubahan tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia. Ia mengingatkan pentingnya memperkuat budaya perjumpaan.
“Sehingga terwujud 100% Pancasilais. 100% Katolik, 100% Indonesia. Jadilah Peziarah Pengharapan,” tukas Ketua KWI tersebut.
Rekomendasi dan Komitmen Nyata SAGKI 2025
SAGKI 2025 tidak berhenti pada seremoni, tetapi menghasilkan rumusan dan rekomendasi konkret yang dirumuskan oleh Tim Perumus, yakni Mgr. Antonius Bunjamin OSC, Mgr. Pascalis Bruno OFM, Romo Aristanto MSF, dan Ibu Karlina Supeli.
Gereja Katolik Indonesia berkomitmen untuk terus membarui diri, bertransformasi, dan menjadi komunitas profetis yang berani menyuarakan kebenaran serta membawa damai di tengah konflik.
Beberapa komitmen utama yang dihasilkan adalah:
- Inklusivitas (KLMTD): Komitmen tertinggi adalah untuk memperhatikan mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir (KLMTD). Secara khusus, Gereja akan memprioritaskan penyandang disabilitas, memberi mereka ruang partisipasi penuh dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat. Perhatian juga diberikan kepada orang lanjut usia.
- Kerukunan Lintas Iman: Gereja akan aktif membangun perjumpaan lintas agama dan budaya untuk melawan pengabaian martabat manusia. Umat Katolik didorong untuk menjadi agen toleransi dan berdampingan dalam kerukunan.
- Peran Orang Muda dan Perempuan: Gereja menyadari bahwa anak muda adalah masa depan Gereja. Selain itu, Gereja berkomitmen memberi ruang partisipasi lebih besar bagi perempuan dan secara tegas melindungi mereka dari segala bentuk pelecehan.
- Keadilan Ekologis: Gereja dipanggil mengembangkan eklesiologi pengharapan dengan menjadi pelaku aktif dalam membangun habitus ekologis. Ini termasuk komitmen menjaga lingkungan hidup agar anak cucu dapat menikmati alam ciptaan Tuhan, serta berani menentang praktik perusakan alam seperti tambang ilegal.
- Formasi Integral: Gereja diharapkan menjalankan formatio (pembinaan) yang integral untuk membentuk pribadi-pribadi yang baik dalam iman, hati, dan budi, agar mampu menghadirkan wajah Kristus secara nyata.
Tindak Lanjut: Konseling Kesehatan Mental di Tiap Paroki
Lebih lanjut, Mgr. Antonius Bunjamin OSC dalam sesi press conference mengumumkan salah satu tindak lanjut yang sangat konkret dan relevan dengan tantangan zaman: kesehatan mental.
Menyadari beratnya tantangan hidup umat, KWI mendorong agar setiap paroki dapat menyediakan layanan bimbingan konseling.
“Ini bisa membantu umat agar umat bisa terjaga kesehatan mentalnya. Selain itu juga, ini salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah bunuh diri pada umat,” jelas Mgr. Antonius.
Konferensi Waligereja Indonesia juga berkomitmen tidak akan tinggal diam jika terjadi konflik antara pemerintah dan masyarakat di suatu daerah, dan akan siap berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk mencari solusi damai.
Rangkaian SAGKI 2025 telah berakhir, namun prosesnya tidak berhenti. Sesuai Filipi 1:6, “Ia yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu akan meneruskannya sampai pada hari Kristus Yesus.”
Umat Katolik Indonesia kini diutus untuk menghidupi, melanjutkan, dan mempraktikkan hasil sidang ini di tempat mereka masing-masing sebagai peziarah pengharapan. (*)
Penyiar Radio Katolikana