Vatikan, Katolikana.com—Salah satu alasan mengapa Gereja Katolik begitu kokoh adalah peran Magisterium Gereja dalam menjaga keotentikan ajaran iman.
Saat ada teks ajaran yang membingungkan, Magisterium Gereja hadir menjelaskan agar ada kepastian. Ketika ada yang menyalah-pahami ajaran, Magisterium Gereja mengeluarkan Catatan Doktrinal berdasarkan Alkitab dan Tradisi Suci. Magisterium Gereja bertindak bijak: tidak menyalahkan tetapi meluruskan.
Ajaran Gereja Katolik berpijak pada depositum fidei (khazanah iman) yang sama: Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja. Ajaran Gereja Katolik memiliki dimensi kesatuan dan universalitas; tidak saling bertentangan!
Semua ajaran yang terkandung dalam Tradisi Suci, Kitab Suci dan ajaran resmi Magisterium mesti ditaati dengan setia (bdk. KHK Kanon 750).
Atas dasar ini, maka Vatikan mengklarifikasi gelar-gelar yang diberikan kepada Bunda Maria yang rawan disalah-pahami.
Tidak hanya itu, Vatikan juga menyerukan perhatian khusus penggunaan ungkapan “Pengantara segala rahmat” (Mediatrix of all graces)” kepada Bunda Maria.
Catatan Doktrinal
Dalam berita resmi Vatican News yang berjudul “Doctrinal Note on Marian titles: Mother of the faithful, not Co-redemptrix”, dikatakan bahwa Dikasteri untuk Ajaran Iman pada Selasa, 4 November 2025 telah mempublikasikan Mater Populi Fidelis (“Bunda Umat Beriman”).
Dokumen ini merupakan Catatan Doktrinal tentang beberapa gelar Bunda Maria terkait perannya dalam karya keselamatan. Namun, mesti diingat bahwa melalui dokumen ini, Gereja tidak mengubah doktrin tentang Bunda Maria.
Yang diberi catatan penjelasan adalah gelar-gelar Bunda Maria yang justru dapat disalah-pahami peran Bunda Maria dalam karya keselamatan Kristus.
Dokumen Mater Populi Fidelis yang terdiri dari 80 nomor ini ditandatangani oleh Kardinal Víctor Manuel Fernández (Prefek Dikasteri untuk Ajaran Iman) dan Mgr. Armando Matteo (Sekretaris Seksi Doktrinal Dikasteri). Mater Populi Fidelis ini telah disetujui oleh Paus Leo XIV pada tanggal 7 Oktober 2025.
Mater Populi Fidelis (MPF) merupakan hasil dari upaya kolegial yang panjang dan kompleks. Mater Populi Fidelis merupakan catatan doktrinal tentang devosi kepada Bunda Maria, yang berpusat pada figur Bunda Maria sebagai Bunda Umat Beriman, yang dikaitkan dengan karya Kristus.
Catatan Doktrinal ini memberikan landasan biblis yang signifikan untuk devosi kepada Bunda Maria. Bahkan, merangkum berbagai kontribusi dari Bapa-bapa Gereja, para Pujangga Gereja, unsur-unsur tradisi Timur, dan pemikiran para Paus terdahulu.
Dalam kerangka positif ini, teks catatan doktrinal ini menganalisis sejumlah gelar Bunda Maria, mendorong penggunaan beberapa gelar di antaranya dan memperingatkan terhadap penggunaan gelar-gelar lain yang kurang tepat terhadap Bunda Maria.
Gelar-gelar Bunda Maria, seperti “Bunda Umat Percaya”, “Bunda Rohani”, dan “Bunda Umat Beriman” disetujui dalam Catatan Doktrinal ini. Sebaliknya, gelar “Co-Redemptrix” dianggap tidak tepat (inappropriate) dan bermasalah (problematic).
Co-Redemptrix berarti “penebus serta” atau “rekan penebus”. Gelar Co-Redemptrix ini dapat dipahami secara salah peran Bunda Maria, seolah-olah setara dengan Yesus Kristus sebagai Sang Penebus dosa manusia. Padahal, Bunda Maria bukanlah sang penebus. Gereja Katolik mengajarkan secara konsisten bahwa hanyalah Yesus Kristus satu-satunya sang Penebus.
Bunda Maria tentu berperan istimewa dalam karya penebusan Kristus. Akan tetapi, perannya ini tidak pernah setara dengan peran Yesus Kristus. Bunda Maria juga tidak pernah dapat menggantikan peran Yesus Kristus sebagai Penebus.
Peran Bunda Maria selalu berada di bawah kepengantaraan Yesus Kristus. Bahkan, peran Bunda Maria menjadi istimewa oleh karena perannya berasal dari pengantaraan Kristus yang merupakan sumbernya (bdk. Lumen Gentium no. 62).
Sementara gelar “Mediatrix” dianggap tidak dapat diterima jika memiliki makna yang mengesampingkan Yesus Kristus. Namun, gelar tersebut dapat digunakan secara tepat asalkan mengekspresikan kepengantaraan yang inklusif dan partisipatif yang memuliakan kuasa Kristus.
Gelar “Bunda Rahmat (Mother of Grace)” dan “Pengantara segala rahmat (Mediatrix of all Graces)” dianggap dapat diterima jika digunakan dalam arti yang sangat tepat. Namun dokumen ini juga memperingatkan terhadap penjelasan yang terlalu luas mengenai makna istilah-istilah tersebut.
Pada dasarnya, Mater Populi Fidelis ini menegaskan kembali ajaran Katolik, yang selalu menekankan bahwa segala sesuatu dalam diri Bunda Maria diarahkan kepada sentralitas Kristus dan karya penyelamatan Kristus.
Oleh karena itu, meskipun beberapa gelar Bunda Maria dapat diinterpretasikan secara ortodoksi melalui tafsir yang benar, Mater Populi Fidelis menyatakan bahwa lebih baik untuk menghindarinya.
Dalam penjelasannya seputar Catatan Doktrinal ini, Kardinal Fernández mengapresiasi devosi populer terhadap Bunda Maria. Namun memperingatkan terhadap kelompok dan publikasi yang mengusulkan perkembangan doktrinal tertentu dan menimbulkan keraguan di kalangan umat beriman, termasuk melalui media sosial.
Mari kita memperhatikan peringatan ini. Semua umat Katolik yang menyampaikan ajaran Gereja Katolik melalui media sosial, mesti tetap konsisten untuk taat dan setia pada pilar iman Katolik: Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja. Jangan pernah mengklaim pendapat pribadi sebagai ajaran Gereja!
Menurut Kardinal Fernández, masalah utama dalam menafsirkan gelar-gelar yang diberikan kepada Bunda Maria, terkait dengan cara memahami hubungan Bunda Maria dengan karya penebusan Kristus (MPF 3).
Co-Redemptrix
Mari kita bahas lebih dalam terkait gelar Co-Redemptrix ini. Di dalam Mater Populi Fidelis ini, Dikasteri untuk Ajaran Iman mengingatkan bahwa beberapa paus, antara lain: Paus Santo Pius X dan Paus Santo Yohanes Paulus II telah menggunakan gelar tersebut tanpa menjelaskan maknanya secara rinci (MPF 18).
Secara umum, para Paus ini menyajikan gelar tersebut dalam dua cara spesifik. Pertama, merujuk pada keibuan ilahi Maria (sejauh St. Maria sebagai Ibu, memungkinkan Penebusan yang Kristus genapi). Kedua, merujuk pada persatuannya dengan Kristus di Salib Penebusan.
Paus Yohanes Paulus II merujuk pada Maria sebagai ‘Co-Redemptrix’ setidaknya pada tujuh kesempatan, khususnya mengaitkan gelar ini dengan nilai keselamatan dari penderitaan kita ketika penderitaan itu dipersembahkan bersama dengan penderitaan Kristus, yang kepadanya Bunda Maria secara khusus dipersatukan di Salib” (MPF 18).
Namun, Paus Pius X dan Paus Yohanes Paulus II tidak pernah menjadikan gelar Co-Redemptrix dan Mediatrix sebagai Dogma Bunda Maria.
Sekali lagi ditegaskan bahwa dokumen Mater Populi Fidelis ini tidak mengubah doktrin Gereja Katolik tentang Bunda Maria. Bahkan, tidak membatalkan pengajaran para Paus terdahulu.
Mater Populi Fidelis hanya memberikan Catatan Doktrinal untuk lebih memahami secara tepat gelar-gelar Bunda Maria dan menghindari penggunaan gelar yang dapat disalah-pahami atau kurang tepat.
Konsili Vatikan II tidak menggunakan gelar Co-Redemptrix ini karena alasan dogmatis dan pastoral. Dalam Mater Populi Fidelis ini dikutip pembahasan internal Kongregasi untuk Ajaran Iman, yang pada Februari 1996 telah membahas permintaan untuk mengumumkan dogma baru tentang Maria sebagai “Co-Redemptrix” (Rekan Penebus) atau “Mediatrix of all Graces” (Bunda segala Rahmat).
Kardinal Joseph Ratzinger pada saat itu menentang definisi tersebut, dengan alasan, “makna yang tepat dari gelar-gelar ini tidak jelas, dan doktrin yang terkandung di dalamnya belum matang. […] Tidak jelas bagaimana doktrin yang diungkapkan dalam gelar-gelar ini terdapat dalam Kitab Suci dan tradisi apostolik.”
Kemudian, pada tahun 2002, Kardinal Ratzinger, yang kemudian terpilih sebagai Paus Benediktus XVI, mengemukakan pendapatnya secara terbuka dengan cara yang sama.
“Formula ‘Co-Redemptrix’ terlalu jauh dari bahasa Kitab Suci dan ajaran Bapa-Bapa Gereja, sehingga menimbulkan kesalahpahaman…Segala sesuatu berasal dari-Nya [Kristus], khususnya seperti yang dijelaskan dalam Surat Rasul Paulus kepada umat di Efesus dan Surat kepada umat di Kolose. Segala sesuatu yang dimiliki oleh Bunda Maria, dia miliki melalui Kristus. Kata ‘Co-Redemptrix’ akan mengaburkan asal-usul ini.”
Paus Benediktus XVI
Dokumen Mater Populi Fidelis ini menjelaskan bahwa Kardinal Ratzinger tidak menyangkal niat baik di balik usulan tersebut, maupun aspek-aspek berharga yang terkandung di dalamnya. Namun ia tetap berpendapat bahwa hal-hal tersebut “diungkapkan dengan cara yang salah” (MPF 19).
Paus Fransiskus juga secara tegas menentang penggunaan gelar Co-Redemptrix setidaknya pada tiga kesempatan. Ia menegaskan bahwa Bunda Maria “tidak pernah bermaksud untuk mengambil apa pun dari Putranya untuk dirinya sendiri. Bunda Maria tidak pernah menampilkan dirinya sebagai “co-Savior” atau Rekan Juruselamat. Tidak! Dia adalah seorang murid (MPF 21).
Catatan Doktrinal ini menyimpulkan: “Selalu tidak tepat (inappropriate) menggunakan gelar ‘Co-Redemptrix’ untuk mendefinisikan kerja sama Bunda Maria.
Gelar ini berisiko mengaburkan perantaraan penyelamatan yang unik dari Kristus dan dapat menimbulkan kebingungan serta ketidakseimbangan dalam harmoni kebenaran iman Kristiani […].
Ketika suatu ungkapan memerlukan penjelasan berulang-ulang untuk mencegahnya menyimpang dari makna yang benar, ungkapan tersebut tidak bermanfaat bagi iman umat Allah dan menjadi tidak membantu (unhelpful) orang” (MPF 22) untuk memahami kerja sama Bunda Maria dalam karya penebusan Kristus.
Mediatrix
Sebelum membahas gelar Mediatrix, kita perlu memahami landasan doktrinal dan biblis tentang Pengantara atau Mediator. Mater Populi Fidelis menegaskan bahwa ajaran Alkitab tentang perantaraan eksklusif Kristus bersifat final. Kristus adalah satu-satunya Pengantara antara Allah dan manusia (MPF 24).
Dokumen ini merujuk pada 1 Timotius 2: 5-6: “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan”.
Mater Populi Fidelis tentu mengakui fakta bahwa kata ‘mediasi’ (kepengantaraan) sering digunakan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Kata tersebut dipahami secara sederhana sebagai kerja sama (cooperation), bantuan (assistance), atau perantaraan (intercession).
Akibatnya, tidak dapat dihindari bahwa istilah tersebut akan diterapkan pada Bunda Maria dalam arti yang subordinat (berada di bawah) dari Yesus Kristus. Dan, tidak pernah setara dengan Yesus Kristus.
Penggunaan istilah ini tidak bermaksud untuk menambahkan efikasi atau kekuatan apa pun pada pengantaraan unik Yesus Kristus, yang sungguh-sungguh Allah dan sekaligus sungguh-sungguh manusia” (MPF 25).
Dokumen ini mengatakan, “jelaslah bahwa Bunda Maria memiliki peran perantara yang nyata dalam memungkinkan Inkarnasi Putra Allah dalam kemanusiaan kita” (MPF 26).
Dengan kata lain, Bunda Maria dianugerahkan peran istimewa dalam karya penebusan Yesus Kristus. Namun, peran Bunda Maria itu tidak pernah setara dengan peran Yesus Kristus.
Bunda Umat Beriman dan Perantara segala Rahmat
Peran keibuan Santa Maria “sama sekali tidak mengaburkan atau mengurangi” perantaraan unik Kristus, “melainkan justru menunjukkan kuasanya […]. Dipahami dengan cara ini, keibuan Santa Maria tidak berusaha melemahkan penghormatan unik yang hanya layak bagi Kristus, melainkan justru berusaha untuk mengobarkannya.”
Oleh karena itu, Mater Populi Fidelis ini menyatakan bahwa, “Seseorang harus menghindari gelar dan ungkapan yang menggambarkan Santa Maria sebagai semacam ‘penangkal petir’ di hadapan keadilan Tuhan, seolah-olah dia adalah alternatif yang diperlukan di hadapan ketidakcukupan belas kasihan Allah” (MPF 37b).
Dengan demikian, gelar “Bunda Umat Beriman” memungkinkan kita untuk membicarakan peran Bunda Maria dalam hubungan kita dengan kehidupan rahmat kita. Namun, Mater Populi Fidelis mendesak perlunya berhati-hati dalam penggunaan ungkapan yang mungkin menyampaikan “konsep yang kurang dapat diterima” (MPF 45).
“Kardinal Ratzinger telah menegaskan,” misalnya, “bahwa gelar Bunda Maria, Pengantara segala Rahmat’ tidak memiliki dasar yang jelas dalam Kitab Wahyu.”
Oleh karena itu, Mater Populi Fidelis mengajarkan bahwa “sesuai dengan keyakinan ini, kita dapat mengakui kesulitan yang ditimbulkan oleh gelar ini, baik dalam hal refleksi teologis maupun refleksi spiritualitas” (MPF 45).
Faktanya, “tidak ada manusia — bahkan para Rasul atau Bunda Maria yang Terberkati — yang dapat bertindak sebagai pemberi rahmat secara universal. Hanya Allah yang dapat memberikan rahmat, dan Ia melakukannya melalui kemanusiaan Kristus” (MPF 53).
“Beberapa gelar, seperti ‘Mediatrix of All Graces’ (Pengantara segala Rahmat), memiliki batasan yang tidak mendukung pemahaman yang benar tentang tempat unik Bunda Maria. Selain itu, Catatan Doktrinal ini mengatakan bahwa “Sebenarnya, Bunda Maria yang pertama kali ditebus, tidak mungkin menjadi perantara rahmat yang dia sendiri terima” (MPF 67).
Meskipun demikian, Catatan Doktrinal ini mengakui bahwa “istilah ‘rahmat,’ ketika merujuk pada pertolongan keibuan Santa Maria pada berbagai momen dalam hidup kita, dapat memiliki makna yang dapat diterima. Bentuk jamaknya mengungkapkan semua pertolongan — bahkan yang material — yang Tuhan berikan kepada kita ketika Ia mendengarkan permohonan Bunda-Nya” (MPF 68).
Apakah gelar Co-Redemptrix dan Mediatrix dapat dikenakan kepada Bunda Maria?
Ada dua jawaban. Pertama, dari arti tertentu dan terbatas: ya, Bunda Maria secara istimewa turut mendukung karya Penebusan Kristus. Peran Bunda Maria berada di bawah peran Tuhan Yesus dalam karya Penebusan itu.
Kedua, akan tetapi jika penggunaan Co-Redemptrix dan Mediatrix untuk memahami peran Bunda Maria setara dengan peran Kristus dalam Penebusan itu, maka jelas ini bukan ajaran Gereja Katolik.
Oleh karena kedua gelar ini dapat menimbulkan dua jawaban dan kesan yang berbeda, maka Dikasteri untuk Ajaran Iman dengan persetujuan Paus Leo XIV menyatakan bahwa gelar “Co-Redemptrix” (Rekan Penebus) dan “Mediatrix of all graces” (Perantara segala Rahmat) tidaklah tepat (inappropriate), menimbulkan masalah (problematic) dan bahkan tidak membantu (unhelpful) orang beriman untuk memahami peran Bunda Maria dalam karya penebusan Yesus Kristus. (*)
Roma, 29 November 2025
Pst. Postinus Gulö, OSC
Pastor Postinus Gulö, OSC adalah penulis buku: “Kasus-Kasus Aktual Perkawinan: Tinjauan Hukum dan Pastoral” (Penerbit Kanisius, tahun 2022). Kini, mahasiswa Doktoral Hukum Gereja di Pontificia Universitá Gregoriana, Roma, Italia.