Berjuang untuk Orang Miskin yang Tinggal di Pembuangan Sampah, Pastor Opeka Dinominasikan Nobel Perdamaian

Pastor Pedro Pablo Opeka, tiga dekade hidup dan berjuang untuk orang-orang miskin di pembuangan sampah di Madagaskar.

Katolikana.com – Perdana Menteri Slovenia Janez Jansa menominasikan misionaris asal Argentina, Pedro Pablo Opeka (72) untuk menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun ini.

Pedro Pablo Opeka, kerap disapa Pastor Opeka, berkarya bagi orang-orang miskin yang tinggal di tempat pembuangan sampah di Madagaskar, tepatnya di ibukota Atananarivo.

Di pinggiran Atananarivo itu, pada tahun 1998 ia mendirikan asosiasi kemanusiaan Akamasoa, sebuah gerakan solidaritas untuk membantu ‘orang-orang termiskin dari yang miskin.’ Kegiatan sosial ini sudah dijalaninya lebih dari tiga dekade.

Akamasoa – yang berarti teman baik, seperti dilansir oleh laman Chatolic News Agency, telah mendirikan 4.000 rumah bagi mantan tunawisma dan keluarganya. Organisasis ini juga telah membantu pendidikan bagi hampir 13.000 anak dan remaja di wilayah itu.

Gerakan Akamasoa ini telah menarik perhatian bagi Paus Fransiskus. Pada bulan September 2019 ketika melakukan lawatan apostoliknya ke Madagaskar, ia menyempatkan untuk mengunjungi Akamasoa.

Lalu, bagaimana Pedro Pablo Opeka berkarya di Madagaskar? Pedro Pablo Opeka lahir di Buenos Aires, Argentina, pada tahun 1948. Orangtuanya adalah pengungsi dari Slovenia yang harus keluar dari wilayahnya karena kemelut politik rezim komunis di Yugoslavia.

Pada usia 18 tahun, Opeka masuk seminari Kongregasi untuk Misi St. Vincent de Paul di San Miguel, Argentina. Dua tahun kemudian, ia pergi ke Eropa tepatnya di Slovenia untuk belajar filsafat. Ia juga belajar teologi di Prancis. Kemudian, ia menghabiskan dua tahun sebagai misionaris di Madagaskar.

Pada tahun 1975, Opeka ditahbiskan sebagai pastor di Basilika Lujan. Sejak tahun 1976 hingga hari ini, Opeka berkarya di Madagaskar.

 

Paus Fransiskus menemui Pastor Opeka saat lawatannya di Madagaskar. (Foto: Asianews)

 

Gerakan Akamasoa

Jiwa kemanuisaan sebagai seorang pastor muncul ketika ia menyaksikan orang-orang yang tinggal di tempat pembuangan sampah di pinggiran kota besar Antananarivo. Mereka tinggal di barak-barak berdinding karton sebagai rumah.

Di tempat itu, ia menyaksikan anak-anak yang mengais-ngais makanan bersama dengan babi. Situasi ini yang menggerakan hatinya untuk melakukan aksi pelayanan bagi orang-orang tersebut.

Ia pun mulai mendapatkan bantuan dan dukungan baik dari masyarakat Madagaskar maupun dari berbagai kalangan dari luar negeri. Berlahan, ia mulai mendirikan desa, sekolah, bank makanan, usaha kecil, bahkan rumah sakit untuk melayani orang miskin. Semua karya ini dilakukan melalui asosiasi Akamasoa.

Bahkan, selama pandemi virus Corona, Opeka telah bekerja untuk membantu keluarga yang semakin jatuh miskin.

“Keadaan sulit bagi keluarga, bagi masyarakat miskin yang memiliki banyak anak. Kami tidak punya beras. Kami tidak punya air. Kami membutuhkan air dan sabun,” kata Opeka kepada Radio Vatikan pada April 2020 lalu.

“Itu diperlukan jika kita ingin hidup bermartabat,” ujar Opeka.

Untuk diketahui Madagaskar adalah salah satu negara termiskin di dunia. Opeka mengucapkan terima kasih kepada Paus Fransiskus atas seruannya kepada negara-negara kaya untuk membatalkan hutang negara-negara miskin sehubungan dengan pandemi tersebut.

Ini bukan pertama kalinya Opeka dinominasikan untuk hadiah perdamaian. Perwakilan Parlemen Slovenia juga mencalonkan Opeka pada 2012. Tahun 2021 ini Opeka harus bersaing dengan nominator lain, seperti gerakan Black Lives Matter, Organisasi Kesehatan Dunia, Greta Thunberg, Donald Trump, Stacey Abrams, Jared Kushner, pembangkang Rusia Alexei Navalny, dan pemimpin oposisi Belarusia Sviatlana Tsikhanouskaya.

Editor: Basilius Triharyanto

Wartawan Katolikana.com

Noberl PerdamaianPaus FransiskusPedro Pablo Opeka
Comments (0)
Add Comment