Iman yang Kuat dan Pengabdian: Merayakan Pemberkatan Basilika St. Petrus dan St. Paulus
Katolikana.com — Setiap tanggal 18 November, Gereja Katolik merayakan Pemberkatan Basilika St. Petrus dan St. Paulus di Roma. Kedua basilika ini bukan hanya bangunan megah, tetapi simbol iman yang kuat, ketekunan, dan pengabdian dua rasul besar yang memberikan hidup mereka bagi Kristus.
Basilika St. Petrus, yang terletak di Vatikan, berdiri di atas makam St. Petrus, sang “batu karang” Gereja. Sementara itu, Basilika St. Paulus di luar tembok kota Roma dibangun di tempat St. Paulus dimakamkan setelah wafat sebagai martir.
Perayaan ini mengingatkan kita akan panggilan untuk hidup dengan iman yang kokoh dan pengabdian yang tak tergoyahkan, sebagaimana St. Petrus dan St. Paulus menjalani hidup mereka. Bacaan hari ini dari Wahyu 1:1-4; 2:1-5a, Mazmur 1, dan Lukas 18:35-43 mengajak kita merenungkan pentingnya cinta yang pertama, ketekunan dalam doa, dan akar iman yang kuat.
Dalam bacaan pertama dari Wahyu 1:1-4; 2:1-5a, Rasul Yohanes menyampaikan pesan Yesus kepada jemaat di Efesus yang dipuji karena ketekunannya, namun juga ditegur karena kehilangan cinta yang pertama. Pesan ini sangat relevan dengan perayaan Pemberkatan Basilika St. Petrus dan St. Paulus.
St. Petrus, meski pernah menyangkal Yesus, kembali kepada cinta yang pertama dan menjadi pemimpin Gereja yang berani. St. Paulus, seorang mantan penganiaya umat Kristen, bertobat dan hidup sepenuhnya untuk Kristus setelah perjumpaannya dengan-Nya di jalan menuju Damaskus.
Pesan ini mengingatkan kita bahwa iman yang sejati harus terus berakar pada cinta kepada Kristus. Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih memiliki cinta yang pertama kepada Tuhan, ataukah cinta itu mulai redup karena rutinitas dan kesibukan dunia?
Mazmur 1 menekankan pentingnya hidup yang berakar dalam firman Tuhan. “Orang yang kesukaannya adalah Taurat Tuhan, ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air,” kata Mazmur ini. St. Petrus dan St. Paulus adalah contoh dari pohon iman yang berakar kuat dan menghasilkan buah berlimpah. Mereka tidak hanya mengenal firman Tuhan, tetapi hidup di dalamnya.
Kehidupan dan karya kedua rasul ini mengingatkan kita bahwa iman tidak sekadar soal pengetahuan, tetapi juga tentang hidup yang berakar dalam hubungan dengan Tuhan. Apakah kita seperti pohon yang berakar kuat di tepi aliran air, atau justru mudah goyah oleh badai dunia?
Injil Lukas 18:35-43 menceritakan kisah seorang pengemis buta di Jerikho yang mendapatkan penglihatan setelah memohon dengan tekun kepada Yesus. Ketika mendengar bahwa Yesus sedang lewat, ia berteriak, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Meskipun banyak orang mencoba menyuruhnya diam, ia terus berteriak hingga Yesus berhenti dan memulihkan penglihatannya. Kisah ini adalah gambaran iman yang tak kenal menyerah, meski dihadang oleh banyak hambatan.
Iman seperti inilah yang dimiliki St. Petrus dan St. Paulus. Petrus yang awalnya merasa takut, akhirnya menguatkan hatinya dan memberikan nyawanya sebagai martir di Roma. Sementara Paulus, yang sering dipenjara dan dipukul, tetap setia memberitakan Injil hingga akhirnya wafat sebagai martir. Apakah kita juga memiliki iman yang tidak mudah menyerah? Apakah kita terus berdoa dan berharap kepada Tuhan, bahkan ketika jawaban tampak tertunda?
Pemberkatan Gereja Basilika St. Petrus dan St. Paulus adalah lebih dari sekadar peringatan akan keindahan arsitektur. Mereka adalah tanda nyata dari pengabdian yang tulus dan pengorbanan besar yang diberikan untuk Kristus dan Gereja. Kedua rasul ini mengajarkan bahwa hidup dalam Kristus berarti hidup dalam keberanian, ketekunan, dan kasih yang tak terhingga.
St. Petrus, seorang nelayan sederhana yang dipanggil menjadi “batu karang” Gereja, dan St. Paulus, mantan penganiaya yang berubah menjadi pemberita Injil yang paling berani, menunjukkan bahwa Tuhan bisa mengubah kelemahan manusia menjadi kekuatan besar untuk kemuliaan-Nya.
Bagaimana kita bisa meneladani St. Petrus dan St. Paulus dalam kehidupan sehari-hari? Pertama, kita dipanggil untuk memiliki iman yang kokoh dan tidak tergoyahkan, seperti mereka. Ini berarti tetap setia kepada Tuhan, meskipun kita menghadapi tantangan atau keraguan. Misalnya, ketika kita merasa putus asa atau kehilangan harapan, kita bisa memilih untuk tetap berdoa, mengandalkan Tuhan, dan percaya bahwa Ia selalu bekerja di balik layar.
Kedua, kita dipanggil untuk berakar dalam firman Tuhan, seperti yang ditekankan dalam Mazmur 1. Kita bisa memulainya dengan membaca Kitab Suci setiap hari, merenungkannya, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kita bisa mengikuti kelompok doa atau studi Alkitab untuk memperdalam pemahaman dan memperkuat iman kita bersama komunitas.
Ketiga, kita dipanggil untuk berani bersaksi tentang iman kita, seperti yang dilakukan oleh St. Petrus dan St. Paulus. Kesaksian tidak selalu harus berupa kata-kata yang besar, tetapi juga bisa berupa tindakan kecil yang mencerminkan kasih Tuhan. Misalnya, kita bisa berbagi cerita iman kepada teman yang sedang mengalami krisis, atau sekadar menunjukkan perhatian dan kasih kepada mereka yang membutuhkan.
Mengapa perayaan Pemberkatan Gereja Basilika St. Petrus dan St. Paulus ini penting bagi kita? Karena kedua rasul ini menunjukkan bahwa iman sejati bukan hanya tentang apa yang kita percayai, tetapi juga bagaimana kita menjalani hidup kita setiap hari.
Basilika St. Petrus dan St. Paulus adalah simbol dari ketekunan dan pengorbanan, serta pengingat bahwa iman yang sejati akan selalu menghasilkan buah yang baik. Mereka menginspirasi kita untuk tidak hanya memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan, tetapi juga menguatkan hubungan kita dengan sesama.
Sebagai penutup, mari kita merenungkan panggilan untuk hidup dengan iman yang kuat, ketekunan dalam doa, dan pengabdian yang tulus kepada Tuhan, seperti yang diteladankan oleh St. Petrus dan St. Paulus.
Mari kita memohon rahmat Tuhan agar diberi keberanian untuk menghadapi setiap tantangan dengan iman yang teguh dan hati yang penuh kasih. Semoga perayaan ini menginspirasi kita untuk menjadi saksi yang hidup dari kasih Tuhan, melalui tindakan nyata dan doa yang penuh pengharapan. (*)
Penulis: Yulius Evan Christian, dosen farmasi di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Editor: Ageng Yudhapratama
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.