Translucent Power, Berkomunikasi Lewat Fesyen

Bagi Lashita Situmorang, 'art of clothing' adalah bagaimana kita dapat menyisipkan sejarah dan juga gagasan sebagai cara berkomunikasi yang baru

0 102

Katolikana.com–Translucent Power adalah proyek pengamatan dan penelitian tiga orang seniman, yaitu Nona Yoanishara, Liyana, dan  Lashita Situmorang.

Proyek ini mengangkat dan mengelaborasi ide-ide tentang gender, identitas, budaya, perawatan kesehatan dan politik yang diimplementasikan dalam bentuk fesyen.

Seniman yang terlibat dalam proyek Translucent Power memiliki disiplin dan latar belakang berbeda. Meski demikian, hal ini menjadi nilai tambah dalam proyek.

Mereka juga sangat memahami gagasan dan sudah melakukan penelitian yang matang, sehingga dapat mewujudkan ide yang direncanakan dengan baik.

Keunikan gagasan dalam proyek Translucent Power, keragaman, dan pemahaman yang matang menjadi poin yang membuat Translucent Power dapat disponsori oleh Zeittraumexit, Jerman.

“Pada dasarnya masing-masing dari kami sudah memiliki gagasan, jadi tinggal bikin karya. Selain itu, karena ada keragaman, jadi kami dapat menyelesaikan proyek ini,” ujar Lashita Situmorang kepada Katolikana, Selasa (17/8/2021).

Lashita Situmorang

Tantangan yang Dihadapi

Proyek Translucent Power diselenggarakan secara online sehingga memiliki banyak tantangan. Salah satunya, yaitu penelitian dan workshop yang harus dilakukan secara daring.

“Karena pandemi dan PPKM, kami harus wawancara penelitian secara online dan membatasi pertemuan-pertemuan,” jelas Lashita.

Selain itu, para seniman harus memastikan bagaimana karya yang dibuatnya cukup berbobot. Setiap seniman perlu memastikan apakah gagasan atau ide dalam proyek ini sudah baik atau belum.

Daya Tarik Karya

Tak banyak seniman yang memfokuskan karya pada daster. Kolaborasi dalam proyek ini, membuat daster tak lagi hanya sebuah pakaian, namun bagaimana memaknainya dalam sebuah karya. Itu menjadi daya tarik dari proyek ini.

“Kalau bicara tentang domestika, itu tentang daster. Pada dasarnya, daster itu pakaian umum yang memiliki sejarah panjang,” ujar Lashita.

Menurut Lashita, beberapa orang yang terlibat dalam proyek ini mengatakan bahwa proyek ini cukup menarik.

“Masing-masing dari seniman lain juga sama, banyak melibatkan kolaborator-kolaborator dalam proyek mereka. Ada yang berbicara mengenai kesehatan itu Diana dan Sarah menjahit sebagai sebuah ingatan. Jadi seperti terapi. Itu mungkin menjadi daya tarik proyek ini,” tambah Lashita.

Art of Clothing

Lashita Situmorang memiliki perspektif lain dalam seni pakaian. Saat ini banyak seniman yang hanya fokus pada aspek artistik dan estetika, dengan kata lain wujud fisik dari pakaian tersebut.

Bagi Lashita, art of clothing adalah bagaimana kita dapat menyisipkan sejarah dan juga gagasan sebagai cara berkomunikasi yang baru.

Tak hanya wujud fisik dari pakaian, tetapi bagaimana mengemas sebuah gagasan yang hadir dalam proses atau sejarah pembuatannya.

“Pentingnya mungkin sebuah gagasan. Apa yang disampaikan oleh clothing tersebut. Mampu menampilkan kesejarahan, bukan hal fisiknya saja. Mungkin seniman-seniman mampu memunculkan gagasan dan bahkan mungkin bisa menjadi cara berkomunikasi yang baru. Jadi tak hanya bisa dipakai, tapi bisa menjadi nilai tambah yang bisa menjadi sebuah diskusi,” jelas Lashita.

Translucent Power dipamerkan di pameran seni persembahan Zeitraumexit yaitu “Wunder der Prärie Festival 2021”

Pameran Karya

Translucent Power dijadwalkan berada di pameran seni persembahan Zeitraumexit yaitu Wunder der  Prärie. Pameran seni yang diadakan di Jerman berlangsung pada 30 September hingga 10 Oktober 2021.

Zeitraumexit merencanakan pameran seni secara online. Selain Translucent Power, terdapat seniman dari Bandung yang ikut memeriahkan pameran seni ini.

Sebelum dipamerkan secara internasional, Translucent Power memamerkan karyanya di Yogyakarta. Translucent Power telah melakukan pameran seni pada acara Nandur Srawung.

Acara ini berada di Taman Budaya Yogyakarta, 10-19 September 2021. Pameran seni pada acara Nandur Srawung dapat dikunjungi masyarakat dengan jumlah pengunjung terbatas.

Lashita berharap reaksi masyarakat mengenai karyanya adalah adanya interaksi dan pengetahuan baru.

“Sebuah karya tak hanya tampil, tetapi dapat membuka komunikasi baru, pemahaman baru, dan pertanyaan-pertanyaan baru,” ujar Lashita.**

Kontributor :  I Ketut Agus Arta Diva, Gladiyo, Putri Lomo, Yulicia, Maria Da Costa, Shania RF Situmorang  (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.