Siapa pun ingin hidup senang, tak ada yang mau hidup susah apalagi menderita. Bahkan kalau perlu, tak usah bersusah payah bekerja, segala sesuatu sudah tersedia. Inilah godaan kenikmatan yang sering melanda kita.
Kini kita tengah dihadapkan pada situasi di mana orang berlomba-lomba mencari kekuasaan. Menjelang Pemilu, para kandidat berkontestasi. Beraneka cara dilakukan untuk mencari simpati. Semua demi hasrat untuk berkuasa.
Tetapi bukan mereka—para kandidat dalam Pemilu—saja yang punya hasrat berkuasa. Setiap orang pun mengalami keinginan yang sama.
Bahkan, rasa-rasanya tak mungkin ada orang yang dengan sukarela mau menjadi bawahan saja. Boro-boro jadi bawahan, sudah punya jabatan saja seringkali masih kurang. Inilah godaan kekuasaan.
Godaan kehormatan lebih ngeri lagi melanda kita. Apalagi di jaman di mana media sosial menyediakan ruang bagi kita untuk tampil dan memamerkan segala sesuatu. Orang ingin dipuji dan dihargai. Mana ada sih orang yang tidak mau dipuji dan dihargai?
Melalui media sosial kita bisa tampil dengan gaya apapun. Tentu dengan harapan supaya dipuji banyak orang. Lebih ngeri lagi melalui media sosial ada sebagian dari kita yang dengan mudahnya ‘berbagi’ aneka berita, informasi atau apapun; tetapi tidak jeli mengupas isi informasi yang kita bagikan.
Ada informasi dengan judul menarik, langsung bagi ke teman melalui WhatsApp. Harapannya tidak lain supaya dipuji, dikenal sebagai orang yang ‘intelek’, berpengetahuan luas, dll.
Kalau yang dibagi itu sesuatu yang baik dan memang benar sebenarnya tidak jadi soal. Masalahnya saat ini ada beragam informasi hoax yang berpotensi memecah belah kehidupan bersama.
Maka kalau hanya karena ‘hasrat’ dikenal dan dipuji sebagai orang pintar dengan cara berbagi informasi yang sering tidak jelas kebenarannya, kok sepertinya amat disayangkan.
Itulah ketiga jenis godaan yang sering kita hadapi. Berhadapan dengan godaan-godaan itu, sering kita lalai akan jati diri kita. Bahkan kita sering lupa akan sesama. Bahkan, demi mendapatkan kenikmatan-kekuasaan-kehormatan, kita menghalalkan bermacam cara untuk mendapatkannya.
Yesus digoda Iblis
Pada Minggu Prapaskah I, Injil Lukas 4:1-13 menampilkan sosok Yesus yang digoda. Godaannya pun sama: kenikmatan-kekuasaan-kehormatan. Saat godaan itu datang, Yesus sedang berpuasa selama empat puluh hari lamanya. Namun apakah Yesus kalah dengan godaan-godaan itu? Mari kita lihat satu per satu.
Godaan pertama kenikmatan. Injil mengatakan: “Selama di situ (padang gurun), Yesus tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu, Ia lapar” (ay. 2). Dengan cerdik, iblis menawarkan sesuatu yang sungguh sedang Ia butuhkan. Iblis berkata kepada Yesus: “Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti” (ay 3).
Si Iblis tahu benar bahwa Yesus punya kemampuan itu. Iblis tahu bahwa sebenarnya Yesus dapat melakukan apapun yang Dia mau, termasuk mengubah batu menjadi roti untuk memuaskan rasa lapar-Nya. Inilah godaan kenikmatan yang ditawarkan iblis. Namun dengan tegas Yesus mengatakan: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja” (ay 4). Sampai di sini Yesus bisa mengalahkan. Skor 1:0 untuk Yesus.
Mungkin saat ini godaan soal makanan ini tidak relevan bagi kita. Apakah Anda bisa digodai dengan makanan? Adakah yang kelaparan? Mungkin tidak. Bahkan barangkali kita justru bingung: hari ini makan apa ya? Hari ini ‘makan siapa’ ya? Godaan kenikmatan ini saat ini hadir dengan macam-macam hal, bukan hanya soal makanan.
Godaan kedua kekuasaan. Setelah kalah 1:0, iblis tidak menyerah. Ia tahu bahwa manusia ingin berkuasa. Bahkan hampir semua orang punya orientasi untuk berkuasa. Ini juga yang ditawarkan oleh iblis pada Yesus. Yesus dibawa ke tempat tinggi. Diperlihatkan pada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya.
Iblis akan memberikan kepada Yesus semua itu, hanya dengan satu syarat: “jikalau Engkau menyembah aku!” (ay7).Menggiurkan bukan?
Syaratnya mudah sekali. Yesus hanya diminta untuk menyembah si iblis. Namun Yesus menunjukkan keteguhan. “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau harus berbakti!” (ay8).
Godaan kekuasaan tak mampu memalingkan ketaatan Yesus pada kehendak Bapa-Nya. Skor 2:0 untuk kemenangan Yesus.
Godaan kekuasaan dan aneka kemudahan seringkali membuat orang lupa akan Tuhan. Ketika orang tidak teguh hatinya, ia akan mudah tergiur oleh tawaran-tawaran dunia yang bisa memalingkannya dari Tuhan.
Banyak orang jatuh karena tergiur oleh aneka sogokan yang ditawarkan kepadanya. Saat orang tergiur dengan tawaran-tawaran besar seperti itu, akibatnya ia sendiri akan terjatuh. Lebih parah lagi, demi kuasa, orang bisa menghalalkan segala macam cara.
Godaan ketiga adalah kehormatan, gengsi, harga diri. Setelah kalah 2:0 dengan Yesus, iblis terus berusaha. Ia terus mencari cara untuk menggoda dan mencari titik lemah manusia.
Rupa-rupanya si iblis tahu Kitab Suci. Lihat saja bagaimana iblis memanfaatkan Kitab Suci untuk menggoda Yesus. Ia tak mau kalah dengan Yesus, di mana saat melawan godaan-godaan sebelumnya Yesus menggunakan landasan Sabda Allah untuk melawan iblis.
Dengan cerdik si iblis memakai landasan Sabda Allah: “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau,Allahakan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangan-Nya, supaya kaki-Mu jangan terantuk pada batu” (ay 9-11).
Hebat bukan? Rupanya Iblis pun baca Kitab Suci. Maka Anda jangan sampai kalah dengan iblis!
Apa yang mau disasar oleh iblis dengan mengatakan demikian?
Tak lain adalah soal harga diri, gengsi, dan kehormatan. Iblis menyebut Yesus sebagai Anak Allah. Yesus diingatkan bahwa sebagai Anak Allah, Ia akan mampu melakukan segala sesuatu. Dan Allah akan melindungi-Nya.
Bisa dibayangkan kalau Yesus melakukan itu, menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi dan tidak terluka sedikit pun, maka orang yang melihat-Nya akan terkagum-kagum. Inilah kehormatan yang ditawarkan.
Apakah lantas Yesus kalah? Tidak. Yesus memakai kembali landasan Sabda Allah yang lain. “AdaFirman: Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (ay12).
Kalau kita cermati dari cara iblis menggoda, iblis selalu tampil dengan cerdik, bukan dengan sesuatu yang menakutkan. Kadang kita pun tak bisa membedakan apakah itu godaan iblis atau bukan.
Perkuat iman, lawan godaan
Hidup kita pun tak pernah lepas dari aneka godaan, entah itu godaan akan kenikmatan duniawi, godaan untuk dihormati, maupun godaan kekuasaan. Godaan-godaan itu mengarah pada satu hal: ketidaksetiaan.
Bagaimana kita mau melawan godaan? Perkuatlah terus iman!
Dengan memperteguh iman, kita akan setia. Iman itu menjadi benteng pertahanan kita. Maka bacaan I (Ul 26:4-10) dan bacaan II (Rm 10:8-13) memperlihatkan pentingnya pengakuan iman itu untuk terus dihidupi. Kekuatan iman itu akan membawa pada keselamatan.
Kita bisa meneladan Yesus yang mampu menepis segala godaan karena Ia tegas dalam menolak semua godaan. Yesus mampu melawan aneka godaan, karena Ia teguh setia pada Allah Bapa yang mengutus-Nya. Ia juga tetap berpegang pada Firman Allah.Iming-iming yang menggiurkan tidak akanmempan kalau kita setia ikut teladan Yesus.
Semoga kita semakin beriman pada Allah dan berpegang pada Firman-Nya sehingga kita dimampukan mengatasi aneka godaan ketidaksetiaan itu. Berkat Tuhan.
Imam SCJ kelahiran Marga Agung (Lampung). Ditahbiskan sebagai imam di Marga Agung 11 Agustus 2016 oleh Mgr Yohanes Harun Yuwono (Uskup Tanjungkarang). Tahun 2015-2017 berkarya di Komsos Keuskupan Agung Palembang. Dan sejak pertengahan 2017 diutus menjalankan studi lanjut di Yogyakarta.