Katolikana.com—Kehidupan membiara merupakan sebuah jalan hidup yang dimaknai sebagai penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yesus Kristus.
Ketika seseorang memutuskan untuk menjalani hidup sebagai seorang biarawan atau biarawati, ia harus mengetahui bahwa dalam hidup membiara terdapat beberapa landasan yang harus ditaati.
Dalam kehidupan membiara di lingkungan gereja Katolik, landasan tersebut dimaknai dan dijadikan sebagai bentuk penyerahan diri secara total kepada Yesus.
Suster Margareta Indar Wulandari SJD yang tergabung dalam Kongregasi Suster-Suster Jeanne Delanoue (SJD) menjelaskan, terdapat tiga kaul dalam hidup membiara yang diwajibkan dan harus ditaati oleh seorang biarawan dan biarawati.
Meski ketiga kaul merupakan bentuk penyerahan diri secara total kepada Yesus, terdapat juga ordo yang tidak mewajibkan menerapkan ketiga kaul tersebut. Salah satu contohnya adalah imam diosesan atau imam projo.
Kaul Kemiskinan
Kaul kemiskinan mewajibkan biarawan dan biarawati untuk hidup secara sederhana. Biarawan dan biarawati diminta secara sukarela melepas segala macam harta duniawi dan diajak untuk hidup seadanya.
“Semua harta dan benda baik yang dimiliki maupun diberikan oleh seseorang ketika menjadi biarawan atau biarawati akan seutuhnya menjadi hak dan milik kongregasi,” ujar Suster Margareta.
Menurut Suster Margareta, kaul kemiskinan tidak berarti seorang biarawan atau biarawati tidak boleh menggunakan fasilitas apa pun dalam menjalani hidup dan mewartakan injil Tuhan.
“Dalam proses mewartakan Injil Tuhan, kongregasi mungkin akan memberikan fasilitas-fasilitas tertentu. Hanya saja seorang biarawan dan biarawati tidak boleh menyalahgunakan fasilitas tersebut,” ujar Suster Margareta.
“Misalnya kita butuh handphone untuk komunikasi. Kita tidak diperkenankan untuk meminta handphone yang harganya harus mahal kayak Iphone. Ya, sesuai kebutuhan saja, jangan dilebih-lebihkan. Intinya belajar untuk hidup sederhana,” tambahnya.
Kaul Kemurnian
Sebagai bentuk penyerahan diri secara total kepada Tuhan, seorang biarawan atau biarawati tidak diperbolehkan menikah atau menerima sakramen pernikahan. Mereka diminta untuk secara totalitas berfokus kepada Tuhan.
Kesucian dalam kaul kemurnian bukan hanya dimaknai sebagai ‘tidak boleh menikah’. Seorang biarawan atau biarawati diwajibkan menghindari perzinahan dan menahan hawa nafsu menginginkan pasangan milik orang lain.
Suster Margareta menjelaskan sebagai manusia biasa, dirinya juga punya perasaan menyukai lawan jenis. Hal ini dipandang wajar, bahkan tak jarang biarawan dan biarawati di masa lalu pernah punya pacar.
“Kalau sudah ada tanda-tanda suka dan lainnya, seorang biarawan atau biarawati harus banyak berdoa agar imannya diteguhkan. Kalau belum dilantik mungkin juga bisa cerita ke suster kepala agar bisa mendapatkan pencerahan,” ujar Suster Margareta.
Hal yang harus diperhatikan adalah ketika perasaan tersebut mulai timbul, seorang biarawan dan biarawati harus bisa memosisikan diri dan menahan hawa nafsu untuk tetap memegang teguh dan mempertahankan iman dan kemurnian.
Kaul Ketaatan
Dalam hidup membiara, seorang biarawan atau biarawati akan tergabung dalam sebuah kongregasi. Sama seperti organisasi yang memiliki struktur, di dalam kongregasi juga terdapat seorang pemimpin kongregasi.
Kaul ketaatan erat kaitannya dengan kepatuhan terhadap penugasan yang akan diberikan kepada seorang biarawan atau biarawati oleh pimpinan kongregasi dalam mewartakan Injil.
“Kepatuhan dan ketaatan dalam hal ini tidak seperti anak kecil lho, ya. Kayak anak kecil yang akan diberi barang atau permen biar diam dan menurut. Pastinya akan terdapat percakapan antara pimpinan kongregasi bersama dengan biarawan dan biarawati,” ujar Suster Margareta.
Ketika biarawan atau biarawati akan mendapatkan penugasan dari seorang pimpinan kongregasi, biasanya akan dilakukan perbincangan atau dialog antara pimpinan kongregasi bersama dengan biarawan atau biarawati terlebih dahulu.
Setelah berdialog dengan pimpinan, hal tersebut akan dijadikan pertimbangan dalam pemberian tugas. Namun, untuk hasil pengambilan keputusan akhir akan tetap ditentukan oleh seorang pimpinan kongregasi.
Penugasan kepada biarawan atau biarawati tentu akan berbeda satu sama lain. Pimpinan kongregasi akan memberi tugas dengan berbagai pertimbangan.
Dalam rangka mewartakan injil Tuhan, tak jarang biarawan atau biarawati dibiayai oleh kongregasi untuk menempuh pendidikan tinggi sebagai persiapan dalam mewartakan injil Tuhan.
Suster Margareta menyebutkan saat ini sebenarnya dirinya juga sedang menjalani kuliah semata-mata untuk keperluan dan kepentingan pewartaan injil Tuhan.
Hal tersebut dilakukan karena penugasan yang akan diterima oleh seorang biarawan dan biarawati bisa bervariatif.
“Penugasan bagi seorang biarawan atau biarawati bisa berbeda-beda. Bisa saja nanti kita pergi ke tempat yang jarang diadakan misa. Tak menutup kemungkinan juga kita akan menjadi guru di daerah-daerah terpencil dalam mewartakan Injil Tuhan,” ujarnya. (*)
Kontributor: Bernadyta Anggyta Wuriyandhani Ardiyanti, Natasya Dewi Yolanda, Sem Darmawan, dan Yoakim Dyas Trisantana.
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.
Terima ksh untuk pnjelasanx suster….Salam dr Flores Manggarai