
“Tidak bisa dipungkiri bahwa kekuasaan semakin terkonsentrasi di kalangan elit. Kekuatan kapital mengental di berbagai bidang. Kepentingan rakyat terabaikan. Kelestarian alam tergadaikan. Oligarki menjadi sumber masalah bangsa yang harus kita koreksi. Penguatan demokrasi substansial menjadi solusi untuk mewujudkan inklusi sosial, ekonomi, dan politik.”
(Dokumen “Mempersoalkan Oligarki untuk Inklusi Sosial, Politik, dan Ekonomi”
yang dibacakan Alissa Wahid dalam penutupan TUNAS GUSDURian 2022)
Katolikana.com, Surabaya — Temu Nasional (TUNAS) GUSDURian 2022 telah usai. Acara akbar dwitahunan yang berlangsung selama 14-16 Oktober 2022 di Surabaya ini bukan hanya menjadi ajang temu dan sapa bagi para penggerak GUSDURian. Meski berbalut nuansa bahagia dan penuh canda tawa, tetapi tetap ada substansi serius yang diusung para penggerak dalam forum-forum di TUNAS GUSDURian 2022.
Sebagai sebuah gerakan non-politik praktis, nyatanya para penggerak GUSDURian tak lantas menunjukkan sikap yang apolitis atau acuh tak acuh terhadap politik. Sangat keliru jika sampai menganggap gerakan non-politik praktis semacam GUSDURian akan condong mengambil pandangan yang fatalistik dalam melihat politik.
Sebaliknya, melalui TUNAS justru mereka menunjukkan bahwa GUSDURian tetap teguh dalam pendirian mereka untuk menjaga jarak terhadap politik praktis. Pun demikian, mereka tetap aktif mencermati setiap fenomena sosial-politik di Indonesia, untuk lantas menyikapinya secara kritis dan responsif.

Hal ini terlihat gamblang dalam dokumen “Mempersoalkan Oligarki untuk Inklusi Sosial, Politik, dan Ekonomi”. Dokumen yang dibacakan oleh Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, pada penutupan TUNAS GUSDURian 2022 itu berisi saripati diskusi para penggerak GUSDURian di forum-forum TUNAS.
Terdapat lima poin besar dalam rumusan dokumen resolusi dan rekomendasi tersebut. Hal yang patut menjadi sorotan khusus adalah meskipun dikenal sebagai sebuah gerakan yang berani bersuara kritis, poin-poin tersebut tak hanya berisi tudingan dan tuntutan GUSDURian terhadap pemerintah.
Dalam tiga poin awal, memang GUSDURian mengajukan desakan terhadap pemerintah Indonesia untuk bersegera mengambil langkah menuntaskan berbagai masalah di Indonesia. Akan tetapi, melalui dua poin terakhir, GUSDURian menegaskan komitmen mereka sendiri kepada bangsa Indonesia.
Secara ringkas, lima poin resolusi dan rekomendasi hasil TUNAS GUSDURian 2022 tersebut berbunyi:
Pertama, Jaringan GUSDURian mendesak pemerintah dan parlemen untuk memperluas ruang demokrasi.
Kedua, Jaringan GUSDURian mendesak pemerintah menegakkan hukum yang mencerminkan keadilan dan pemenuhan hak-hak konstitusional dengan menuntaskan kasus HAM berat dan memulihkan hak-hak korban.
Ketiga, Jaringan GUSDURian mendesak kepada pemerintah untuk melakukan demokratisasi ekonomi yang inklusif, responsif gender dan penyandang disabilitas.
Keempat, Jaringan GUSDURian berkomitmen mengawal pemilu 2024 untuk terwujudnya rekonfigurasi kekuasaan.
Kelima, Jaringan GUSDURian berkomitmen memperkuat konsolidasi masyarakat sipil untuk perimbangan oligarki kelompok elit.
Poin resolusi dan rekomendasi ini merupakan hasil dari pembacaan para penggerak GUSDURian terkait isu-isu strategis yang kemudian menjadi agenda prioritas GUSDURian ke depan. Selanjutnya, poin-poin resolusi dan rekomendasi tersebut menjadi pedoman gerakan bagi seluruh penggerak Jaringan GUSDURian.
Melalui poin-poin tersebut, GUSDURian menunjukkan watak khasnya untuk berani bersikap kritis terhadap para pemangku kepentingan yang bertanggung jawab atas situasi sosial politik di Indonesia. Namun di sisi lain, GUSDURian juga ikhlas ikut serta memikul tanggung jawab untuk bisa mengurai berbagai masalah yang saat ini tengah membelenggu Indonesia. (*)
Katolikana merupakan official media partner TUNAS GUSDURian 2022.
Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha