Menapaki Jalan Salib bersama Lingkungan Santo Markus: Sebuah Ziarek yang Menyentuh Hati

Perjalanan ini tidak hanya memberikan kesempatan untuk berjalan-jalan mengunjungi situs rohani. Lebih dari itu, juga menapaki jalan salib sebagai pusat perenungan tentang makna penderitaan dan pengorbanan Kristus.

0 113

Katolikana.com, Subang — Pada bulan lalu, tepatnya tanggal 14-15 September 2024, saya melakukan perjalanan rohani yang penuh makna ke Gereja Kristus Sang Penabur di Subang, Jawa Barat. Perjalanan ini adalah kegiatan ziarah dan rekreasi (ziarek) bersama umat Lingkungan Santo Markus dari Kompleks Taman Harapan Indah, Jelambar Baru, Jakarta Barat.

Perjalanan ini tidak hanya memberikan kesempatan untuk berjalan-jalan mengunjungi situs rohani. Lebih dari itu, juga menapaki jalan salib sebagai pusat perenungan tentang makna penderitaan dan pengorbanan Kristus. Melalui setiap langkah yang kami ambil, kami tidak hanya mengenang penderitaan-Nya, tetapi juga memetik inspirasi untuk hidup sehari-hari.

Jalan salib kita kenal sebagai salah satu ritual paling sakral dalam iman Katolik. Melalui jalan salib, umat diajak untuk merenungi penderitaan Yesus di Via Dolorosa (Jalan Penderitaan), alias perjalanan-Nya menuju Golgota. Ziarek ini memberi kami ruang untuk merenungi makna mendalam dari pengorbanan Yesus. Lingkungan hijau dan damai di Gereja Kristus Sang Penabur, terasa jelas bagaimana setiap langkah Kristus membawa pesan yang mendalam bagi setiap umat.

 

Baca juga: Kasih Sejati Bukan tentang Apa yang Kita Terima, Tetapi tentang Apa yang Kita Berikan

 

Setiap stasi yang kami lalui diiringi dengan doa dan refleksi. Misalnya di stasi ke-3, ketika Yesus jatuh untuk pertama kalinya, saya teringat bahwa jatuh bukanlah akhir dari segalanya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua pasti pernah mengalami kegagalan, keletihan, atau bahkan keputusasaan. Namun, melalui kejatuhan-Nya, Yesus menunjukkan bahwa dengan iman dan ketabahan, kita dapat bangkit kembali.

Ketika kami tiba di stasi ke-6, yang menggambarkan Veronika menyeka wajah Yesus, saya ingat kembali akan kebaikan sederhana yang bisa dilakukan setiap orang. Kisah ini mengajarkan bahwa dalam setiap kehidupan, selalu ada kesempatan untuk berbuat baik.

“Apa yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40). Veronika mungkin hanya melakukan hal yang kecil—menyeka wajah Yesus yang penuh darah dan keringat—namun tindakan kasihnya tetap diingat sepanjang masa.

 

Refleksi di Bawah Pohon Teduh

Selama di Subang, tidak hanya iman pribadi yang diperkuat, tetapi juga ikatan komunitas. Kebersamaan yang kami rasakan menjadi pengingat bahwa iman bukanlah sesuatu yang dijalani sendirian. Dalam setiap prosesi doa dan refleksi bersama, kami saling mendukung dan menguatkan. Ini mengingatkan saya pada perkataan Paulus dalam Roma 12:5, “Kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh dalam Kristus.”

Kegiatan ziarek ini menjadi contoh bagaimana komunitas Katolik dapat menjadi penopang iman satu sama lain. Saat-saat sulit dan ditengah kesibukan Duniawi ini, umat dapat saling mendoakan, berbagi cerita, dan menguatkan satu sama lain. Seperti halnya Simon dari Kirene yang dipaksa untuk memikul salib Yesus, kita juga dipanggil untuk saling membantu dalam menghadapi beban hidup.

Umat Lingkungan Santo Markus, Jelambar Baru, Jakarta Barat, setelah melakukan jalan salib di Subang. (Foto: Yulius Evan Christian)

 

Setelah mengikuti serangkaian kegiatan refleksi dan kebersamaan ini, saya merasa lebih kuat dalam iman dan lebih siap menghadapi tantangan hidup. Pengalaman ini mengingatkan saya akan panggilan kita untuk membawa kasih Kristus ke dalam dunia yang penuh tantangan dan penderitaan. Bukan hanya melalui kata-kata, tetapi melalui tindakan nyata.

Sebagai umat Katolik, kita semua dipanggil untuk menghidupi kasih yang telah Yesus tunjukkan. Mulailah dengan tindakan kecil—senyuman yang tulus, membantu seseorang di saat mereka membutuhkan, atau sekadar mendengarkan mereka yang membutuhkan teman bicara. Kasih yang kita wujudkan dalam tindakan sehari-hari akan menjadi berkat bagi orang lain dan juga diri kita sendiri.

Ingatlah kata-kata Yesus dalam Yohanes 15:12, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” Mari kita berkomitmen untuk menjadi saluran kasih-Nya di tengah dunia ini, membawa terang bagi mereka yang berada dalam kegelapan.

Umat Lingkungan Santo Markus, Jelambar Baru, Jakarta Barat, berfoto bersama di depan Gereja Kristus Sang Penabur, Subang. (Foto: Yulius Evan Christian)

 

Ziarek bersama Lingkungan Santo Markus ke Subang telah memberikan kami kesempatan untuk memperbarui iman, mempererat persaudaraan, dan merenungi panggilan hidup sebagai pengikut Kristus. Kegiatan ini bukan hanya sebuah perjalanan fisik, tetapi perjalanan rohani yang mendalam, yang membawa kita kembali kepada dasar-dasar iman Katolik: pengorbanan, kasih, dan pengampunan.

Semoga momen ini menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa dalam setiap langkah hidup yang kita jalani, kita tidak pernah sendirian. Yesus telah menapaki jalan penderitaan-Nya terlebih dahulu. Dengan mengikuti jejak-Nya, kita juga dipanggil untuk membawa cahaya kasih ke dalam dunia yang seringkali dilanda kegelapan. (*)

 

Penulis: Yulius Evan Christiandosen Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, warga Lingkungan Santo Markus, Taman Harapan Indah, Jelambar Baru, Jakarta Barat

Editor: Ageng Yudhapratama

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.