Mgr. Bernardus Bofitpas Baru, OSA, Ditahbiskan Sebagai Uskup Timika

"Akulah Pintu" sebagai Jalan Iman dan Dialog

0 150

Timika, Katolikana.com – Suasana haru dan sukacita mewarnai Gereja Katedral Tiga Raja, Timika, pada Rabu (14/5 2025), saat umat menyaksikan peristiwa bersejarah: penahbisan Mgr. Bernardus Bofitpas Baru, OSA, sebagai Uskup Keuskupan Timika.

Upacara tahbisan ini dipimpin oleh Nunsius Apostolik Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo, dengan didampingi dua uskup penabis: Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC (Uskup Agung Merauke) dan Mgr. Hilarion Datus Lega (Uskup Sorong-Manokwari).

Acara ini menjadi tonggak penting, bukan hanya bagi Keuskupan Timika, tetapi juga bagi Gereja Katolik di Tanah Papua dan Indonesia. Lebih dari 30 uskup hadir dari seluruh Indonesia, termasuk para uskup emeritus dan perwakilan tarekat OSA dari Roma, Filipina, dan Australia.

Hadir pula Menteri Hukum dan HAM RI, Dirjen Bimas Katolik, para gubernur dari provinsi-provinsi di Tanah Papua, bupati, tokoh adat, tokoh agama, TNI-Polri, hingga perwakilan dari PT Freeport Indonesia.

Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA resmi ditahbiskan sebagai Uskup Keuskupan Timika dalam upacara agung yang digelar di Gereja Katedral Tiga Raja Timika, Rabu (14/5/2025), pukul 10.00 WIT. Foto: pojokpapua.id

Akulah Pintu

Dalam homilinya, Uskup Jayapura Mgr. Yanuarius Teofilus Matopai You, Pr, menyampaikan pesan mendalam tentang peran gembala dalam Gereja. Ia membuka dengan sapaan dalam berbagai bahasa lokal Papua—Koyaoo, Amole, Amakanie, Kaonak, Foimoi—sebagai simbol damai dan persaudaraan.

Mgr. Yanuarius menekankan pentingnya makna motto tahbisan uskup baru, Ego Sum Ostium (“Akulah Pintu”, Yoh 10:7-9), yang dalam bahasa Meepago diterjemahkan sebagai Aniki Damo. Pintu, menurutnya, bukan sekadar tempat masuk, melainkan simbol keselamatan, pengharapan, dan relasi kasih antara gembala dan umat.

Yesus, sebagai gembala baik, mengenal dan memanggil setiap domba-Nya secara pribadi. Inilah model kepemimpinan yang diharapkan: dekat, melayani, dan menyelamatkan.

Mgr. Bernardus dipandang sebagai pribadi yang mencerminkan ciri-ciri ini—rendah hati, pendengar yang baik, dan terbuka terhadap kerja sama. Ia dikenal luas sebagai akademisi dan aktivis keadilan dan perdamaian, mantan dosen dan pimpinan STFT Fajar Timur, serta Ketua Provinsi OSA Papua.

Rumah Dialog

Mgr. Yanuarius juga mengajak seluruh umat Keuskupan Timika untuk menjadikan Gereja sebagai rumah bagi semua, dalam semangat sinodal: persekutuan, partisipasi, dan misi.

Hal ini sangat relevan di tengah situasi Papua Tengah, yang kerap dilanda konflik dan kekerasan sosial. Ia menyinggung candaan lokal yang pahit: Timika – Tiap Minggu Kacau, sebagai bentuk kritik sosial atas realitas ketidakadilan yang terjadi.

Dalam konteks ini, Uskup Bernardus diharapkan menjadi gembala yang mampu membangun jembatan dialog antara kelompok yang bertikai—termasuk antara aparat dan TPNPB/OPM—dan menyuarakan keadilan bagi masyarakat adat. Gereja harus menjadi tempat di mana semua pihak—agama lain, pemerintah, akademisi, pengusaha, hingga tokoh adat—bisa duduk bersama membangun Papua tanah damai.

Simbol Harapan

Nunsius Apostolik Mgr. Piero Pioppo menyampaikan kesan pribadi yang menyentuh: dua tahun lalu, saat menghadiri tahbisan Uskup Jayapura, ia melihat spanduk dalam bahasa Italia di pintu Katedral Jayapura yang bertanya, “Yang mulia Nunsius, kapan ada uskup orang asli Papua untuk Timika?”

“Pertanyaan itu hari ini dijawab oleh Allah sendiri melalui Paus Fransiskus dan dikonfirmasi oleh Paus Leo XIV,” ujarnya.

Mgr. Piero menegaskan bahwa penunjukan Uskup Bernardus bukan hanya karena asal-usulnya sebagai putra Papua, tetapi karena kepribadiannya yang bersahaja, kuat secara rohani, dan mengakar dalam tradisi Agustinian: membangun persekutuan, kesatuan, dan kasih.

Mgr. Bernardus Bofitpas Baru, OSA,, Uskup Timika

Komitmen Uskup Bernardus

Dalam sambutan perdananya sebagai Uskup, Mgr. Bernardus menyampaikan tiga prinsip pastoral yang akan mewarnai pelayanannya di Timika: sikap saling mendengarkan, keterbukaan untuk berdialog, dan komunikasi yang tulus.

Ia mengutip filsuf Martin Buber bahwa relasi sejati bukan sekadar antara kebutuhan dan fungsi, tetapi antara pribadi dan pribadi dalam cinta, hormat, dan persaudaraan.

“Saya ingin menjadi pintu yang terbuka bagi siapa saja—imam, religius, umat—agar siapa pun yang mengalami luka hidup, dapat menemukan sukacita dan penghiburan melalui kehadiran Gereja,” ujarnya.

Mgr. Bernardus juga menegaskan pentingnya berjalan bersama dalam semangat sinodalitas: membangun gereja yang terbuka, berpihak pada yang kecil dan tertindas, serta menjadi mercusuar harapan bagi Papua yang masih berjuang mencari damai sejati.

Simbol Keterbukaan

Ketua KWI Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, mengungkapkan bahwa Mgr. Bernardus adalah sosok yang mampu memimpin dengan hati seorang ayah, sekaligus kelembutan seorang ibu.

“Beliau adalah simbol keterbukaan. Sosok yang tidak suka berjalan sendiri, tetapi mengajak kita berjalan bersama menuju Kristus,” ujarnya.

Pentahbisan Mgr. Bernardus Bofitpas Baru, OSA, menjadi penggenapan harapan banyak pihak, dan menjadi harapan baru bagi umat Katolik di Papua, khususnya Timika. Di tengah medan pelayanan yang menantang, Uskup Bernardus diharapkan menjadi “pintu” yang membuka harapan, membangun persekutuan, dan membawa damai bagi semua.

Semoga perjalanan gembala baru Keuskupan Timika ini menjadi berkat bagi Gereja Katolik di Indonesia dan cahaya bagi Tanah Papua yang dirindukan damainya. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.