Dari Kecil, Tersingkir, Jadi Kuat dan Bersinar: Warisan Spiritualitas SCSC untuk Orang Muda

25 Tahun SCSC di Indonesia, Temu OMK sebagai Jembatan Iman, Persaudaraan, dan Harapan

0 89

Ruteng, Katolikana.com – Kongregasi Suster-Suster Katekis Hati Kudus (SCSC) merayakan 25 tahun kehadirannya di Indonesia dengan cara yang tidak biasa: merangkul dan menguatkan kaum muda Katolik.

Melalui Temu OMK 2025 yang digelar pada 4–7 Juli di Komunitas Biara SCSC Langgo, Ruteng, para suster SCSC menjadikan perayaan ini sebagai momen pembinaan, persaudaraan, dan penyegaran rohani bagi generasi muda dari empat keuskupan: Ruteng, Larantuka, Maumere, dan Denpasar.

Jejak 25 Tahun Pelayanan SCSC

Didirikan oleh St. Giulia Salzano pada 1905 di Napoli, Italia, Kongregasi SCSC membawa semangat pewartaan dan kasih Allah bagi yang kecil dan tersingkir.

Di Indonesia, sejak hadir tahun 2000, para suster aktif dalam pelayanan pendidikan, kesehatan, pastoral, hingga pendampingan umat.

Menjelang perayaan 25 tahun ini, mereka telah mengadakan rangkaian kegiatan seperti katekese keluarga, pelayanan lansia, pengobatan gratis, dan kunjungan ke lembaga pemasyarakatan.

Temu OMK 2025

Temu OMK 2025 menjadi puncak perayaan—sebuah bentuk konkret perhatian mereka terhadap masa depan Gereja: orang muda.

Sebanyak 128 peserta disambut dengan adat Kepok dan tarian Tiba Meka, simbol hangatnya budaya Manggarai. Para OMK yang datang dari jauh tinggal bersama keluarga-keluarga panitia, menandai dimulainya sebuah pengalaman perjumpaan lintas budaya dan iman.

Perayaan Ekaristi pembuka dipimpin oleh Pater Sebastian Hobahana, SVD, Vikjen Keuskupan Ruteng. Dalam homilinya, ia menegaskan bahwa Temu OMK ini bukan sekadar pertemuan, tetapi rahmat perjumpaan rohani dan panggilan untuk menjadi duta kasih Kristus di tengah dunia.

Menjadi Katolik di Tengah Dunia Digital

Sesi seminar oleh RD. Risaldo Baeng, PR membuka ruang refleksi tentang identitas orang muda Katolik di era digital. Ia menyoroti tantangan ganda yang dihadapi OMK: kehidupan nyata dan kehidupan maya. Ia mengajak peserta menjadi pribadi yang otentik, tidak tenggelam dalam pencitraan di media sosial, dan membangun komunitas digital yang sehat.

“OMK dipanggil bukan hanya jadi pengguna media, tapi pewarta kasih Tuhan melalui dunia digital. Menjadi Katolik harus tercermin juga di ruang maya,” tegas Romo Risaldo.

Diskusi juga membahas fenomena akun kedua (second account), kegelisahan eksistensial, dan pentingnya ruang aman di OMK lokal.

Saat Tuhan Menyentuh Luka

Sore hari dilanjutkan dengan rekoleksi dan adorasi penyembuhan yang dipandu oleh Romo Ompy Latu, PR. Dalam suasana yang hening dan reflektif, peserta diajak berdamai dengan diri sendiri, menerima luka masa lalu, dan membuka diri pada penyembuhan oleh kasih Tuhan.

“Yesus hadir, menyapa, memeluk, dan menyembuhkan,” ungkap Frater Teddy, pendamping dari Keuskupan Larantuka. Tangis dan pelukan mewarnai malam itu, menjadikannya sebagai puncak pengalaman rohani yang tak terlupakan.

Liturgi yang Menggugah

Hari ketiga diawali dengan Misa di Paroki St. Mikael Kumba. Liturgi yang dipersembahkan OMK Keuskupan Maumere dan Ruteng berlangsung penuh semangat. Meski umat telah dibekali agar tidak bertepuk tangan dalam Misa, namun suasana yang menyentuh membuat tepuk tangan spontan menggema—tanda keterharuan dan kebanggaan umat.

Setelah Misa, peserta melakukan ziarah ke Gua Maria Golocuru dan Makam Para Uskup. Sambil mendaraskan Rosario, mereka mendaki bukit dan mempersembahkan lilin serta doa pribadi di hadapan Bunda Maria. Renungan oleh P. Raimundus Beda, SVD, menekankan ketekunan dalam doa, bahkan saat tidak membutuhkan apa-apa—doa sebagai relasi, bukan hanya permohonan.

Kreativitas yang Membebaskan

Malam harinya, Temu OMK diwarnai dengan lomba paduan suara dan pentas seni. Lagu “Kami Kawanan Kecil”, mars karya para suster SCSC Indonesia, dinyanyikan oleh peserta dalam berbagai aransemen dan gaya daerah.

Grup dari Keuskupan Maumere dinobatkan sebagai juara pertama, disusul Keuskupan Ruteng, Larantuka, dan Stasi Rende. Pentas seni menampilkan tarian kolosal, puisi dramatis, dan lagu rohani dalam bahasa Inggris—menggambarkan ragam kreativitas dan kekuatan ekspresi iman orang muda.

Menjadi Garam dan Terang Dunia

Temu OMK 2025 ditutup dengan perayaan Ekaristi oleh RD. Rino dan RD. Quin, yang menyampaikan pesan penutup penuh daya: “Mari kita jadi garam dan terang. Bukan hanya bicara, tapi menjadi kesaksian nyata dalam keluarga, sekolah, komunitas, dan dunia digital.”

Dalam suasana haru, semua peserta mendaraskan doa penyerahan, memohon agar semangat Temu OMK ini menjadi bekal untuk hidup yang lebih otentik, beriman, dan berdampak.

Wajah Gereja Muda yang Penuh Harapan

Dalam sambutannya, Bapak Rafael Sufardi, ketua panitia perayaan 25 tahun SCSC, bersama Sr. Jeni, para imam dan perwakilan peserta, menyampaikan harapan agar kegiatan seperti ini terus dilanjutkan di masa depan.

Bagi para peserta, perpisahan bukan akhir. Tangis bahagia, pelukan erat, dan janji untuk bertemu lagi menjadi tanda bahwa Gereja muda masih hidup—dan siap menjawab tantangan zaman dengan iman, persaudaraan, dan cinta yang tak lekang oleh waktu. (*)

Penulis adalah kontributor Katolikana.com di Labuan Bajo.

Leave A Reply

Your email address will not be published.